Indonesia Bantah Klaim China
2016.03.21
Jakarta

Pemerintah menegaskan bahwa kapal motor Kway Fey 10078 asal China yang ditangkap kapal patroli Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), pada akhir minggu lalu, sedang mencuri ikan di wilayah perairan Indonesia.
Menteri KKP, Susi Pudjiastuti dalam konferensi pers di kantornya, Senin, 21 Maret, membantah klaim China yang menyebutkan perairan dekat Laut Natuna sebagai wilayah tradisional mereka menangkap ikan sehingga sempat terjadi ketegangan di laut.
Pasalnya adalah kapal penjaga pantai China mendekat dan menabrak kapal Kway Fey yang sedang ditarik kapal patroli KKP untuk ditahan karena tertangkap sedang mencuri ikan di perairan yang berbatasan dengan Laut China Selatan.
Akibatnya kapal Kway Fey “berhasil” dibebaskan. Tetapi, petugas KKP menahan delapan anak buah kapal (ABK) Kway Fey karena sebelumnya telah dibawa ke kapal patroli KKP.
Tak diakui
Menurut Susi, wilayah tradisional penangkapan ikan seperti diklaim China itu tak diakui secara internasional dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut Internasional (UNCLOS) 1982.
“Kita tidak mengenal atau mengakui apa yang diklaim pemerintah China wilayah tradisional penangkapan ikan. Kalau ada berarti itu klaim sepihak dan itu tidak diakui dunia internasional,” ujar Susi.
Dia menambahkan bahwa dalam UNCLOS yang diakui dan diratifikasi negara adalah hak tradisional menangkap ikan yang hanya dapat dilakukan bila ada perjanjian bilateral atau multilateral antara negara-negara yang terlibat.
Indonesia hanya mempunyai perjanjian bilateral soal itu dengan Malaysia dan hanya di satu wilayah yang sudah ditentukan sebelumnya, jelasnya.
Susi mengatakan insiden penabrakan kapal penangkap ikan ilegal merupakan ancaman bagi mereka dalam kapal dan sebagai intervensi terhadap penegakan hukum Indonesia dalam memerangi “illegal, unreported and unregulated (IUU) fishing”.
Dijelaskan bahwa saat itu, ada tiga petugas patroli KKP yang berada di kapal Kway Fey, sementara delapan ABK yang ditangkap sudah dipindahkan ke kapal patroli KKP, Hiu 11.
Untuk menghindari insiden lebih lanjut, ketiga petugas KKP memutuskan untuk kembali ke kapal Hiu 11 dan meninggalkan kapal tangkapan berbendera China tersebut.
“Saya harapkan China bisa memisahkan IUU fishing dengan kedaulatan dan hal lain yang bersifat kenegaraan. IUU adalah kegiatan kriminal bisnis sumber daya alam yang seluruh dunia sudah sepakat harus dihentikan,” ujar Susi.
Minta dilepaskan
Tetapi, Perwakilan Kedutaan Besar China di Indonesia, Sun Weide mengatakan pihaknya telah memberitahu Susi bahwa insiden itu terjadi di “wilayah tradisional penangkapan ikan China.”
Sun Weide juga meminta Susi segera melepaskan delapan ABK Kway Fey yang ditahan otoritas Indonesia.
Dia menegaskan harapan China agar Indonesia dapat menyelesaikan permasalahan ini berdasarkan kepentingan mendasar hubungan bilateral yang baik antara kedua negara.
“Saya ingin menegaskan kembali bahwa sengketa penangkapan ikan atau isu maritim, China selalu siap bekerja sama dengan Indonesia untuk mengatasi masalah ini melalui negosiasi dan dialog,” ujar Sun Weide kepada wartawan.
Protes keras
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan pihaknya telah memanggil Sun Weide selaku Kuasa Usaha Sementara Kedutaan Besar China.
Dalam pertemuan itu, dia menyampaikan protes keras dan nota yang memberitahukan mengenai pelanggaran oleh penjaga pantai China terhadap hak berdaulat dan yurisdiksi Indonesia di wilayah Zona Ekonomi Ekslusif dan landas kontinen.
Selain itu, tutur Retno, ada pelanggaran oleh penjaga pantai China terhadap penegakan hukum yang sedang dilaksanakan aparat Indonesia di wilayah Zona Ekonomi Ekslusif dan landas kontinen, serta terhadap kedaulatan laut teritorial Indonesia.
“Indonesia telah meminta klarifikasi kepada Pemerintah China mengenai kejadian ini,” ujar Retno dalam pernyataannya setelah bertemu Sun Weide.
“Saya juga menekankan dalam pertemuan tersebut, bahwa dalam hubungan bernegara yang baik, prinsip hukum internasional termasuk UNCLOS 1982 harus dihormati,” lanjut Retno.
Namun dia menekankan Indonesia bukanlah negara yang ikut dalam sengketa wilayah Laut China Selatan yang melibatkan empat negara tetangga di Asia Tenggara dan China.
Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop yang sedang berada di Jakarta mengatakan pentingnya semua negara mematuhi hukum internasional dan memastikan kebebasan untuk terbang di atas wilayah dan kebebasan bernavigasi di Laut China Selatan.
“Kami memandang hukum internasional harus menjadi paling utama dan semua negara harus menurunkan ketegangan dan menegosiasikan perbedaan mereka secara damai,” katanya seusai meresmikan gedung Kedutaan Besar Australia dan Misi Australia untuk ASEAN yang baru di Jakarta.
Julie juga berharap semua negara yang terlihat dalam sengketa di Laut China Selatan untuk menurunkan ketegangan di kawasan tersebut.