Indonesia gabung bank pembangunan BRICS, picu kekhawatiran soal utang

Pengamat menyoroti pengalaman buruk Indonesia dengan proyek infrastruktur tidak produktif.
Nazarudin Latif
2025.03.26
Jakarta
Indonesia gabung bank pembangunan BRICS, picu kekhawatiran soal utang Logo New Development Bank (NDB) di kantor pusatnya di Shanghai, China, 10 Juli 2023.
Aly Song/Reuters

Indonesia mengumumkan keputusannya untuk bergabung dengan New Development Bank (NDB), lembaga keuangan yang didirikan oleh negara-negara BRICS—Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan—sebagai langkah strategis untuk mendiversifikasi aliansi ekonominya.

Presiden Prabowo Subianto, yang baru menjabat awal tahun ini, menyebut keputusan tersebut sebagai langkah penting untuk mempercepat transformasi ekonomi Indonesia. Namun, keputusan ini juga memicu kekhawatiran di kalangan analis mengenai potensi meningkatnya pengaruh China di kawasan serta risiko penambahan beban utang bagi Indonesia.

“Saya telah memutuskan untuk bergabung dengan New Development Bank dan mengikuti prosedur dan permintaan yang telah diberikan kepada kami,” kata Prabowo setelah bertemu dengan Presiden NDB Dilma Rousseff di Istana Merdeka, Selasa. Ia menyebut keanggotaan ini sebagai “booster” bagi agenda ekonomi Indonesia.

Indonesia resmi bergabung dengan BRICS pada 6 Januari 2025 dalam upaya memperluas peran ekonominya di tingkat global dan mengurangi ketergantungan pada lembaga keuangan Barat seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF). Namun, analis memperingatkan bahwa keanggotaan Indonesia di NDB—bank yang berbasis di Shanghai dan memiliki hubungan kuat dengan China—dapat membuat Indonesia semakin rentan terhadap pengaruh ekonomi Beijing.

Sebagai negara dengan populasi terbesar keempat di dunia dan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia telah lama berupaya meningkatkan perannya dalam pengambilan keputusan ekonomi global. Ekonominya berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir, didorong oleh perdagangan komoditas seperti kelapa sawit, batu bara, dan nikel. Namun, Indonesia juga menghadapi tantangan besar dalam pembangunan infrastruktur dan transisi energi.

New Development Bank didirikan pada 2015 oleh negara-negara BRICS sebagai penyeimbang terhadap lembaga keuangan Barat, dengan tujuan menyediakan sumber pendanaan alternatif bagi negara berkembang. Bank ini telah memperluas keanggotaannya dengan menerima negara-negara seperti Bangladesh, Mesir, Uni Emirat Arab, dan kini Indonesia.

Beberapa negara Asia Tenggara, termasuk Malaysia, Thailand, dan Vietnam, juga telah menyatakan minatnya untuk bergabung, mencerminkan perubahan lanskap ekonomi global seiring dengan meningkatnya ketergantungan negara berkembang pada sumber pendanaan non-Barat.

Meskipun menjanjikan akses ke pendanaan alternatif, NDB pada dasarnya berfungsi sebagai lembaga pemberi pinjaman, yang menimbulkan kekhawatiran terkait bertambahnya beban utang Indonesia. Saat ini, hampir “45 persen APBN digunakan membayar bunga utang dan utang jatuh tempo,” kata Bhima Yudhistira, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS).

“Bunga pinjamannya itu fixed atau ikut market rate. Kalau ikut bunga pasar, Indonesia akan lebih banyak rugi jika ada fluktuasi. Kita akan bayar bunga lagi dan ini jadi jebakan utang baru,” ujar Bhima kepada BenarNews.

2024-10-24T095643Z_2010480009_RC2XQAAFDKM5_RTRMADP_3_RUSSIA-BRICS.JPG
Menteri Luar Negeri Sugiono tiba di konferensi tingkat tinggi BRICS di Kazan, Rusia, pada 24 Oktober 2024. [Kirill Zykov/BRICS-RUSSIA2024.RU Host Photo Agency via Reuters]

Beberapa analis melihat NDB sebagai sarana lain bagi China untuk memperluas pengaruh finansialnya di kawasan, seperti yang telah dilakukan melalui Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) dan Belt and Road Initiative (BRI).

Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, yang didanai oleh China di bawah BRI, telah dikritik karena biaya yang membengkak dan keterlambatan dalam pengembalian investasi. Proyek ini juga membebani keuangan perusahaan-perusahaan BUMN yang terlibat dalam pendanaannya.

“Hal ini membuat BUMN yang mengerjakan proyek mengalami tekanan. Jangan sampai NDB ini jadi perpanjangan tangannya China untuk minta konsesi lebih banyak di Indonesia,” kata Bhima.

NDB memiliki modal awal sebesar US$100 miliar yang berasal dari iuran anggotanya dan berupaya menjadi alternatif bagi lembaga seperti Bank Dunia. Bank ini fokus membiayai proyek-proyek di sektor energi bersih, infrastruktur transportasi, manajemen air, dan digitalisasi.

Bagi Indonesia, akses ke pendanaan NDB bisa membantu mendukung rencana transisi energi yang ambisius, termasuk pengembangan energi terbarukan dan pengurangan ketergantungan pada batu bara. Namun, ekonom mengingatkan bahwa pemanfaatan dana NDB harus benar-benar menguntungkan agar tidak membebani keuangan negara.

“Sebagai sebuah bentuk pendanaan utang yang pada akhirnya harus dikembalikan, maka tentu juga ada risikonya jika proyek gagal,” kata Eko Sulistyo, Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), kepada BenarNews.

Ia menyoroti bahwa Indonesia memiliki pengalaman buruk dengan proyek infrastruktur yang tidak produktif, seperti bandara dan pelabuhan yang minim aktivitas ekonomi.

Kalau ingin memanfaatkan dana NDB, Indonesia harus memastikan "return of investment-nya tinggi dan tidak meninggalkan warisan utang dan beban APBN ke depan,” kata Eko.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.