Indonesia Ancam Pidanakan Google

Perwakilan Google menyatakan telah dan akan terus bekerjasama dengan pemerintah dan taat membayar semua pajak yang berlaku di Indonesia.
Tia Asmara
2016.09.21
Jakarta
160921_ID_Google_1000.jpg Seorang pengguna internet sedang mengakses Google di Jakarta, 21 September 2016.
Tia Asmara/Berita Benar

Pemerintah tampak semakin serius dalam mengejar perusahaan raksasa berbasis konten, Google, agar membayar pajak, dengan rencana peningkatan kasus itu ke penyidikan tindak pidana perpajakan.

“Sekarang masih dalam tahap (mengumpulkan) bukti permulaan, ada indikasi pidana kalau misalnya mereka masih membandel, ya ditingkatkan menjadi penyidikan,” ujar Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, Muhammad Haniv, saat diwawancara BeritaBenar di Jakarta, Selasa, 20 September 2016.

“Saya sudah ancam kalau dalam dua tiga hari lagi Google masih juga nggak terima, kami tingkatkan ke penyidikan,” tambahnya.

Dalam beberapa hari terakhir, pihaknya terus berupaya mendapat akses masuk untuk memperoleh dokumen terkait perpajakan tapi pihak Google selalu menolak kunjungan petugas Ditjen Pajak.

Alasannya, jelas Haniv, Google tidak memiliki dokumen hard copy, hanya salinan digital sehingga mereka memerlukan waktu untuk mempersiapkan dokumen yang dibutuhkan.

“Proses masih berjalan. Kita lihat nanti apakah dokumen yang diminta diberitahukan atau tidak. Jika tidak, ya akan tetap ke penyidikan,” tegasnya.

Menurut Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, menolak pemeriksaan dapat dikenai pelanggaran pidana.

Artinya, ujar dia, pinaltinya lebih tinggi, yaitu mencapai 150 persen dari pajak terutang dengan ancaman kurungan minimal 6 bulan sampai maksimal 6 tahun penjara.

“Jika sudah tahap penyidikan, bukan ranah Ditjen Pajak saja tapi sudah diserahkan ke kepolisian dan kejaksaan. Sanksinya semakin berat,” jelas Haniv.

Potensi kerugian

Seperti diketahui bahwa potensi pendapatan iklan industri penyedia layanan internet (konten) di Indonesia pada tahun lalu diperkirakan mencapai USD830 juta.

Dari jumlah itu, ujar Haniv, Google menguasai 70 persen pasar iklan di Indonesia dan sisanya diraih Facebook, Yahoo dan perusahaan lain.

“Ini berarti Google bisa menghasilkan Rp5-6 triliun per tahun dari pasar iklan layanan konten di Indonesia,” katanya.

"Kalau pendapatannya Rp6 triliun, misalnya marginnya 30 persen berarti nett profitnya Rp2 triliun tahun 2015. Itu berarti dia seharusnya membayar pajak Rp500 miliar.”

Haniv menjelaskan, Google Asia Pasifik tak pernah membayar pajak meski telah meraup untung dari pasar iklan di Indonesia karena tidak memiliki Badan Usaha Tetap (BUT).

Google hanya menaruh fungsi pemasaran di Indonesia yang dijalankan oleh PT. Google Indonesia. Dengan begitu, Google hanya membayar operasional dan komisi kepada PT Google Indonesia.

“Kalau penghasilan PT. Google Indonesia itu kan hanya komisi saja yang diterima, potensi penghasilan kecil sekali paling juga Rp15 miliar per tahun. Sementara yang kita kejar semua penghasilan Google yang didapatkan di Indonesia,” ujarnya.

Tak hanya Google, Haniv menegaskan bahwa pihaknya juga akan memburu perusahaan-perusahaan penyedia konten lain (OTT) untuk membayar kewajiban pajak di Indonesia.

“Kita kejar Google dulu. Begitu dapat, pasti semuanya taat aturan. Semua nanti dikejar juga,” katanya.

Perwakilan Google Indonesia yang hendak dikonfirmasi BeritaBenar terkait pernyataan Haniv, tidak bersedia diwawancara. Mereka hanya mengirimkan surat elektronik yang menyatakan PT Google Indonesia telah beroperasi sebagai perusahaan sejak tahun 2011.

“Kami telah dan akan terus bekerjasama dengan pemerintah Republik Indonesia dan telah dengan taat membayar semua pajak yang berlaku di Indonesia,” kata Head of Corporate Communications Google Indonesia, Jason Tedjasukmana dalam pernyataan tertulis.

Dianggap wajar

Direktur Eksekutif Information and Communication Technology (ICT) Watch, Donny Bu mengatakan, upaya pemeriksaan pajak Google merupakan hal wajar dan berlaku sama untuk setiap perusahaan yang memperoleh keuntungan di Indonesia.

“Siapapun yang berbisnis di Indonesia dan mendapatkan revenue dari individu maupun korporasi, ya harus bayar pajak sesuai regulasi Indonesia,” ujarnya kepada BeritaBenar, Rabu, 21 September 2016.

Menurut dia, dalam trik berbisnis memungkinkan perusahaan seperti Google Asia Pasifik menempatkan anak perusahaan PT. Google Indonesia untuk menangani pemasaran dan kebijakan.

“Sementara salesnya di Singapura, ini kan bisa saja. Oleh karena itu memang sebaiknya diperiksa biar jelas apakah Google pengemplang pajak?” tegasnya.

Donny juga mendukung pemerintah menerapkan sanksi bagi perusahaan OTT lain yang tak membayar pajak.

“Ada sanksi lebih bagus, karena jika kewajiban tanpa sanksi, tidak jalan juga. Tergantung gimana sanksinya supaya proporsional dan fair juga, tinggal hitung-hitungan saja,” katanya.

Donny yakin penerapan aturan pajak itu tidak akan mengganggu iklim pasar konten di Indonesia.

“Nggak bakal kabur. Pasar Indonesia terlalu menarik bagi mereka untuk ditinggalkan,” jelasnya.

Kedaulatan fiskal

Hal senada dikatakan pengamat komunikasi massa, Agus Sudibyo, yang menilai langkah pemerintah untuk memaksa Google Indonesia membayar pajak patut didukung.

Menurutnya, pajak perusahaan OTT penting dalam rangka menjaga kedaulatan fiskal karena menyangkut potensi pendapatan pajak dalam jumlah yang besar.

"Demi melindungi kedaulatan fiskal dan kedaulatan informasi, praktik semacam ini harus segera ditangani pemerintah, tanpa bermaksud memusuhi Google," ucap Agus.

Selain di Indonesia, kasus pajak Google juga terjadi di sejumlah negara seperti Perancis, Italia, Spanyol dan Inggris.

Google disebut sengaja memanfaatkan celah hukum agar bisa membayar pajak sekecil-kecilnya padahal telah meraup keuntungan besar.

"Meski memberikan banyak manfaat bagi masyarakat, namun sebagai korporasi media, mereka tetap harus diperlakukan sama seperti korporasi umumnya," pungkas Agus.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.