Malaysia dan Indonesia Setuju Untuk Menampung Manusia Perahu Sementara
2015.05.20

Dalam kebijakan utama yang baru saja dumumkan, Malaysia dan Indonesia pada hari Rabu mengizinkan sekitar 7.000 migran yang terdampar di laut mendarat di pantai mereka, dan akan melindungi mereka selama satu setahun mendatang.
Pengumuman itu datang beberapa jam setelah nelayan Aceh menyelamatkan 433 migran dari perahu kayu yang hanyut di Selat Malaka selama enam hari karena telah didorong kembali ke laut beberapa kali oleh angkatan laut Thailand dan Malaysia.
Amerika Serikat dan Gambia menawarkan untuk membantu menampung Muslim Rohingya yang mengungsi karena penganiayaan di Myanmar.
"AS siap untuk membantu negara-negara di wilayah ini yang telah menanggung beban dan menyelamatkan nyawa [para migran] hari ini," kata Marie Harf, juru bicara Departemen Luar Negeri AS di Washington.
Negara Afrika Barat Gambia juga mengumumkan bersedia untuk menampung pengungsi Rohingya, menurut Agence France-Presse.
"Pemerintah Gambia mencatat kondisi yang memprihatinkan dan yang tidak manusiawi terhadap pengungsi etnis Rohingya dari Myanmar - yang disebut sebagai 'manusia perahu' - saat hanyut di laut lepas pantai Malaysia dan Indonesia," kata pernyataan resmi pemerintah Gambia.
"Sebagai manusia, terlebih sesama muslim, adalah tugas suci untuk membantu meringankan penderitaan yang dihadapi sesama manusia."
Sehari sebelumnya, Filipina telah mengatakan siap untuk membantu pengungsi Rohingya serta migran Bangladesh yang terdampar dari kapal penyelundup pedagang manusia sejak Thailand melancarkan tindakan keras terhadap penyelundupan manusia awal bulan ini.
Kebijakan berbalik arah
Malaysia dan Indonesia mengumumkan kebijakan baru setelah pertemuan tripartit Rabu di Putrajaya, Malaysia.
Setelah setidaknya 2.300 migran telah mencapai pantai awal bulan ini, tiga negara yang pekan lalu mendorong kapal migran dikritik keras dari dalam dan luar negeri.
"Indonesia dan Malaysia sepakat untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada 7.000 imigran gelap yang sebagian masih di laut," kata Menteri Luar Negeri Malaysia Anifah Aman setelah pertemuan, saat membacakan pernyataan bersama.
"Kami juga sepakat untuk menawarkan mereka tempat penampungan sementara, proses pemukiman kembali dan pemulangan akan dilakukan dalam satu tahun oleh masyarakat internasional," tambahnya.
Tapi Thailand - yang juga menghadiri KTT - tidak setuju untuk menampung ribuan migran dari Bangladesh dan pengungsi etnis Muslim Rohingya yang kebanyakan masih berada di perairannya.
Di Bangkok, pejabat Thailand membantah bahwa angkatan laut telah mendorong perahu migran yang akan mendarat ke perairan mereka kembali kelaut, namun pemerintah juga tidak mengatakan telah mengijinkan para migran untuk mendarat.
"Thailand sangat menghargai pentingnya bantuan kemanusiaan dan tidak [akan] mendorong perahu migran yang terdampar di perairan Thailand kembali ke laut lepas," kata Kementerian Luar Negeri Thailand dalam sebuah pernyataan.
Awal pekan ini, pemerintah Thailand mengatakan akan menampung 313 migran yang sebelumnya ditahan di Thailand Selatan akan ditempatkan di tempat penampunan sementara sejak tanggal 1 Mei mendatang.
"Mengacu kepada masalah pengungsi Rohingya, Thailand menyatakan bahwa negaranya adalah negara transit dan bukan negara tujuan," kata Wakil Menteri Pertahanan dan Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Udomdesh Sitabutr kepada wartawan hari Rabu.
"Jika negara lain bersimpati dengan mereka, silahkan menampung sebagian dari mereka."
Myanmar untuk menghadiri KTT
Dalam pertemuan diplomatik lainnya pada hari Rabu, Myanmar mengatakan wakilnya akan menghadiri pertemuan tingkat tinggi (KTT) tanggal 29 Mei mendatang di Bangkok tentang isu perdagangan manusia dan krisis migran.
Pekan lalu, Myanmar meragukan apakah akan mengirim delegasi dan juga menolak klaim internasional bahwa Myanmar adalah penyebab tingginya migrasi dari etnis Muslim Rohingya.
"Kita semua harus duduk bersama dan mempertimbangkan bagaimana cara mengatasi masalah ini bersama-sama," kata Wakil Menteri Luar Negeri Myanmar Kyaw Thant di Bangkok, menurut Associated Press.
Sementara lebih dramatis lagi, sebanyak 433 pengungsi Rohingya yang terusir dari Myanmar dan pencari kerja dari Bangladesh diselamatkan para nelayan Aceh dari sebuah kapal kayu yang telah mati mesinnya di perairan Selat Malaka.
Perahu malang tersebut berada di perairan yang memisahkan pulau Sumatera dari garis pantai barat Thailand dan Malaysia, akibat didorong pergi dan dicegah untuk mendarat oleh negara-negara tersebut, kata nelayan yang ikut menyelamatkan mereka.
Muhammad Salim (23), etnis Rohingya, mengatakan bahwa tanggal 14 Mei, setelah kapal memasuki perairan Thailand dekat pulau Koh Lipe di provinsi Satun, setelah dipenuhi dengan bahan bakar, makanan dan air mereka kembali didorong ke laut lepas.
Ia kemudian ditemukan oleh Angkatan Laut Malaysia, yang juga melakukan hal yang sama.
"Mereka mengatakan, jika Anda tidak pergi dalam waktu 10 menit, kami akan menembak kalian," kata Salim.
Nurdin Hasan dan Pimuk Rakkanam kontribusi untuk laporan ini.