Indonesia sesalkan penembakan nelayan oleh tentara PNG

Pelanggaran perbatasan di Papua Nugini disebut tak sebanyak di Natuna, tapi kerap terjadi karena ketidaktahuan nelayan Indonesia akan batas wilayah.
Tria Dianti
2022.08.23
Jakarta
Indonesia sesalkan penembakan nelayan oleh tentara PNG Kapal nelayan Calvin-02 memasuki pelabuhan perikanan Merauke, Selasa, 23 Agustus 2022.
[Dok. DFW]

TNI Angkatan Laut pada Selasa (23/8) menyesalkan peristiwa penembakan yang diduga dilakukan petugas Papua Nugini terhadap kapal ikan Indonesia hingga menewaskan seorang nelayan.

Nelayan asal Merauke berusia 48 tahun, Sugeng, tewas setelah kapal yang nakhodainya ditembaki oleh tentara Papua Nugini pada Senin karena diduga melanggar perbatasan dan melakukan penangkapan ikan ilegal di wilayah tersebut, kata Komandan Pangkalan Utama TNI AL IX/Merauke Brigjen Gatot Mardiyono.

“Ya betul ada peristiwa itu, dan saat ini jenazah sudah tiba di Merauke,” kata kepada BenarNews.

“Kami sangat menyesalkan kejadian ini dan nantinya akan ditindaklanjuti oleh TNI bagian Badan dan Kerjasama Internasional Mabes TNI untuk dibicarakan lebih lanjut dengan pihak tentara Papua Nugini,” lanjutnya.

Menurut Gatot, penembakan kepada kru kapal seharusnya tidak boleh terjadi karena berdasarkan aturan hukum internasional, ada sejumlah prosedur yang dipakai ketika menangkap kapal yang melanggar aturan dan melarikan diri.

Pertama, jelasnya, harus diberikan pengumuman untuk berhenti dengan menggunakan speaker radio, jika tidak mau maka boleh menggunakan tembakan peringatan ke atas, lalu jika tidak berhenti, tembakan boleh diarahkan ke air kanan dan kiri. Jika tidak berhenti juga, boleh menembak air di depan kapal sehingga timbul riak.

Terakhir, boleh menembak ke arah mesin kapal dan badan kapal yang tidak ada kru agar kapal tersebut rusak dan berhenti.

“Jadi tidak boleh menembak kru, bahkan membahayakan nyawa kru kapal saja tidak boleh,” tegasnya.

Berdasarkan kronologi yang diceritakan oleh kru kapal, ujar Gatot, kapal KMN Calvin-02 yang terdiri dari sembilan kru berada di titik koordinat pada Senin (22/8) pukul 07.00 WIT untuk mencari ikan. Kapal tersebut, katanya, diduga melintasi batas dan mengambil ikan secara ilegal.

Kemudian, datang kapal patroli Papua Nugini sehingga membuat kapal ikan Indonesia berusaha melarikan diri dan terus dikejar oleh kapal patroli Papua Nugini.

Tanpa adanya peringatan, kapal patroli Papua Nugini menembaki kru kapal dan mengakibatkan nahkodanya, Sugeng, meninggal dunia.

“Korban tertembak di kepala tembus ke pipi, dan terlihat ada beberapa lubang di badan kapal diduga dilakukan dari jarak dekat,” kata Gatot.

Pemerintahh Indonesia tidak akan tinggal diam

Dari laporan yang diterima, Gatot mengatakan ada dua kapal nelayan lainnya yang ditangkap aparat keamanan Papua Nugini, yang diduga juga berasal dari Indonesia. Belum jelas nasib kapal itu, sementara KMN Calvin-02 telah tiba di Merauke pada pukul 08.30 WIT.

Delapan kru kapal lainnya yang berusia antara 18 - 36 tahun selamat selamat .

Gatot mengatakan pihaknya akan meningkatkan patroli di wilayah perbatasan lintas negara agar kejadian serupa tidak terulang lagi.

“Masyarakat diimbau agar tidak melintasi batas negara. Kami sudah ingatkan terus namun ada saja yang menerobos karena saat ini musim kakap putih dan hanya bisa didapatkan di sana,” lanjutnya.

Duta besar Indonesia untuk Papua Nugini dan Kepulauan Solomon, Andriana Supandi, mengatakan pihaknya masih menunggu tanggapan dari pemerintah Papua Nugini terutama aparat Papua Nugini terkait kronologi kejadian tersebut.

Namun ia memastikan, pemerintah tidak akan tinggal diam jika ada unsur pelanggaran.

“Kami sedang menunggu laporan dari Port Moresby siapa pelakunya, tapi jika dilakukan aparat keamanan tanpa prosedur benar Kemlu (Kementerian Luar Negeri RI) pasti ada nota protes, akan sampaikan seperti itu bagaimanapun juga ada WNI meninggal akibat ini,” kata dia kepada BenarNews.

“Apabila ada kesalahan prosedur yang tidak benar dan melanggar, pastinya akan ada tindak lanjut baik berupa nota protes, menyatakan kekecewaan mendalam, bagaimanapun caranya untuk mendapatkan atensi pemerintah Papua Nugini,” ujarnya.

Investigasi bersama

LSM yang mengadvokasi pekerja laut, Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, mendesak pemerintah untuk mengirimkan tim investigasi ke Merauke untuk mencari fakta.

“Pemerintah agar melakukan koordinasi dengan pemerintah Papua Nugini untuk memastikan keberadaan dua kapal ikan Indonesia yang terlibat dalam insiden pengejaran dan memastikan keselamatan ABK (anak buah kapal) Indonesia yang berada di atas kapal tersebut,” kata Koordinator Nasional DFW Indonesia, Mohammad Abdi Suhufan.

“Pemerintah Indonesia perlu mengupayakan langkah-langkah perlindungan kepada ABK Indonesia yang diduga ditahan oleh aparat Papua Nugini,” tambahnya.

Menurut dia, pemerintah Indonesia perlu mengawal dan memastikan pemberian hak-hak korban yang meninggal.

“Kami meminta agar pemerintah Indonesia dapat meningkatkan patroli di perbatasan untuk mencegah kapal-kapal Ikan Indonesia melakukan penangkapan ikan ilegal,” kata dia.

Satuan tugas perbatasan Australia dalam rilisnya menyangkal pemberitaan awal bahwa nelayan Indonesia ditembak oleh petugas Australia.

“Satgas perbatasan dan pertahanan Australia (MBC) tidak memiliki catatan interaksi apa pun yang mengakibatkan penggunaan kekerasan, penarikan atau pelepasan senjata api, atau kematian setiap nelayan Indonesia,”

“MBC menegaskan belum ada patroli bersama baru-baru ini atau kegiatan apapun dengan Papua Nugini di daerah itu,” jelas pernyataan itu.

Subhufan mengatakan, kapal patroli Papua Nugini tersebut merupakan hibah Australia pada 2018 lalu yang ditujukan untuk meningkatkan kerja sama maritim di wilayah Pasifik Selatan.

Kapal Patroli Guardian Class yang diberi nama HMPNGS Ted Diro 401 ini diberikan oleh pemerintah Australia kepada 13 negara kepulauan di kawasan Asia Pasifik, yaitu Cook Islands, Fiji, Kiribati, Marshall Islands, Micronesia, Palau, Papua Nugini, Samoa, Solomon Islands, Timor Leste, Tonga, Tuvalu dan Vanuatu.

Pakar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia, Arie Afriansyah, menduga kuat adanya kesalahan penanganan dari para aparat Papua Nugini sehingga bisa sampai menewaskan nelayan tersebut.

“Entah salah membidik atau sengaja dibidik harus ada penjelasan dari Port Moresby. Kewenangan penegakan hukum di laut berbeda. Ketika terjadi pelanggaran yang ditahan adalah kapalnya, awaknya diperiksa. Pihak yang menangkap harus segera memberikan notifikasi kepada asal negara pelanggar,” kata dia.

Ia menjelaskan, selain mengikuti prosedur tetap dalam menghentikan kapal, pengejaran kapal pun harus dihentikan ketika pelanggar telah mencapai wilayah lainnya.

“Dari komunikasi radio, bendera, klakson. Kalaupun terpaksa menembak harus ke arah laut dan lambung kapal yang tidak ada awak kapalnya,” ujar dia.

Secara statistik, ujar dia, pelanggaran perbatasan di wilayah Papua Nugini tak sebanyak di Natuna, namun memang kerap terjadi karena ketidaktahuan nelayan kita akan batas wilayah.

“Laut ini kan luas, mungkin tidak sengaja dilewati karena saking asyik mencari ikan. Kewajiban kedua belah pihak memberi tahu dan diperingatkan terus-menerus agar tidak melewati batas negara,” tegasnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.