Menlu Retno Bertemu Taliban, Serukan Pemerintah Afgan yang Merangkul Semua
2021.08.27
Jakarta

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi meminta Taliban untuk membentuk pemerintahan yang merangkul semua pihak di Afganistan dan menghargai hak perempuan dalam pertemuan di Qatar dengan perwakilan kelompok yang baru saja mengambil alih kekuasaan di tengah penarikan pasukan Amerika Serikat.
Pertemuan Retno dan Sher Mohammad Abbas Stanekzai, kepala biro politik Taliban yang berbasis di Doha, terjadi beberapa jam sebelum insiden dua ledakan di dekat Bandara Internasional Hamid Karzai di Kabul yang hingga saat ini dilaporkan telah menewaskan lebih dari 100 orang, 13 di antaranya adalah tentara AS.
“Di sela-sela kunjungan saya ke Qatar, saya juga bertemu dengan perwakilan dari Taliban di Doha,” kata Retno, dikutip dari akun Twitternya, Jumat (27/8).
“Saya menyampaikan kepada Taliban pentingnya pemerintahan inklusif di Afganistan, perlindungan hak perempuan, dan memastikan Afganistan tidak menjadi tempat lahirnya organisasi dan aktivitas teroris,” kata Retno melanjutkan.
Mohammad Naeem, juru bicara biro politik Taliban di Doha, mengatakan dalam cuitan di Twitter bahwa Retno dan Stanekzai membicarakan situasi di Afganistan dan masa depan hubungan bilateral.
“Delegasi Indonesia berterima kasih kepada Emirat Islam atas jaminan keamanan terhadap diplomatnya,” kata Naeem di akun Twitternya.
Sementara itu Kementerian Luar Negeri Indonesia mengecam bom di dekat bandara Kabul yang terjadi pada Kamis sore waktu setempat itu.Melalui akun Twitternya, Kemlu menyatakan “Indonesia mengecam keras serangan teroris yang menewaskan banyak warga sipil Afganistan itu.”
Topik Afganistan juga dibicarakan Retno dalam pertemuan dengan Wakil Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al-Thani.
Sementara, dalam pertemuan dengan Perwakilan AS untuk Afganistan Zalmay Khalilzad, Retno juga menyelipkan pembahasan seputar upaya evakuasi warga sipil yang terus berupaya melarikan diri karena ketakutan dan trauma masa lalu saat Taliban berkuasa.
“Kami berdiskusi, di antaranya yang berkaitan dengan upaya evakuasi, keamanan, dan masa depan Afganistan,” kata Retno, mengungkapkan hasil pertemuannya dengan Khalilzad.
Jumat pekan lalu, Indonesia mengevakuasi 26 WNI, termasuk diplomat yang bertugas di Kabul, dengan menggunakan pesawat TNI Angkatan Udara.
Situasi keamanan yang tidak kondusif di bandara Kabul, juga membuat pemerintah mengambil keputusan untuk sementara waktu memindahkan operasional Kedutaan Besar RI (KBRI) dari Kabul ke Islamabad di Pakistan.
Juru Bicara Kemlu Teuku Faizasyah menolak berkomentar tentang pertemuan Retno dan Stanekzai.
Dia mengatakan saat ini setidaknya masih terdapat dua WNI yang memilih tetap berada di Kabul, satu di antaranya karena menikah dengan warga setempat, sementara satu lainnya akan mengikuti proses evakuasi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), organisasi tempatnya bertugas.
‘Aspirasi’
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengatakan pertemuan Retno dengan perwakilan Taliban tidak bisa dimaknai bahwa Indonesia berupaya untuk terlibat dalam rencana pembentukan pemerintahan di sana.
“Sebenarnya ini lebih untuk menyampaikan aspirasi bukan hanya Indonesia, tapi juga banyak masyarakat internasional. Bukan Indonesia ingin engage Taliban untuk berperan dalam pembentukan pemerintahan baru,” kata Hikmahanto ketika dihubungi, Jumat.
“Pelbagai pemerintahan dunia punya perhatian yang sama dan Ibu Menlu mengartikulasikannya,” katanya, menambahkan.
Hikmahanto mengatakan, pertemuan dengan Taliban menjadi penting bagi Indonesia untuk menyampaikan kekhawatiran atas ancaman kebangkitan gerakan radikal yang membawa pengaruh bagi keamanan dalam negeri.
“Apa yang dilakukan adalah upaya untuk memastikan bahwa Afganistan tidak menjadi sarang teroris. Tentu ini yang bisa maksimal disampaikan terkait oleh Bu Menlu dengan perwakilan Taliban di Qatar,” kata Hikmahanto.
Wawan Hari Purwanto, juru bicara Badan Intelijen Nasional (BIN), sebelumnya mengatakan pergerakan kelompok teroris di Indonesia sedikit banyak dipengaruhi oleh perkembangan di tingkat global dan regional.
Sejak kemenangan Taliban, BIN “telah mengambil langkah-langkah antisipasi untuk memperkuat deteksi dini dan pencegahan dini, terutama mengenai kelompok teroris yang memiliki kedekatan secara ideologi dengan Taliban,” katanya kepada BenarNews, pekan lalu.
Sementara Kepala Bagian Operasi Densus 88 Mabes Polri, Aswin Siregar, mengatakan pihaknya sedang menyelidiki akan adanya militan dari Indonesia di Afganistan dibebaskan dan yang berniat kembali ke Indonesia.
“Itu nanti akan jadi bahan penyelidikan kita. Akan kami selidiki mereka kemarin ditangkap karena masalah apa, kemudian setelah dibebaskan jumlah berapa orang dan kemana pergerakan mereka,” kata Aswin, pada Senin lalu.
Densus hingga saat ini masih terus melakukan penyelidikan, namun pihaknya mengaku bahwa polisi terhambat karena tidak mempunyai kontak langsung di Afganistan.
‘Khawatir’
Hassan Ramazan Rateq (42), seorang pengungsi Afganistan yang sudah berada di Indonesia sejak 2016, mengungkapkan kekhawatirannya atas keselamatan keluarga dan rekannya merujuk situasi keamanan di bawah kendali Taliban.
“Saya dan semua pengungsi merasa lebih stres dan ketakutan karena keluarga dan kerabat kami di bawah kekejaman Taliban,” kata Hassan kepada BenarNews.
“Ucapan yang disampaikan Taliban hanya omong kosong, karena mereka sudah melakukan penyisiran dari rumah ke rumah, mengunci orang-orang yang bekerja atau memiliki kontak dengan pemerintah masa lalu (Presiden Ashraf Ghani) atau organisasi pemerintah dan non-pemerintah,” kata Hassan melanjutkan.
Hassan mengatakan keluarga dan kerabatnya yang tinggal di beberapa kota di sekitar Kabul, berharap bisa keluar dari Afganistan. “Mereka memang aman, tapi setiap hari ketakutan. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi kepada mereka dan kapan itu terjadi,” katanya.
“Jika mereka punya kesempatan untuk keluar, mereka pasti melakukan itu.”
Hassan masih menantikan kepastian dari Kantor Perwakilan PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR) terkait penempatan ke negara ketiga untuk bisa membawa istri dan empat anaknya yang kini berada di Pakistan.
Pada Selasa, ratusan pencari suaka dari Afganistan menggelar unjuk rasa di depan kantor UNHCR di Jakarta Pusat untuk mempercepat penempatan mereka ke negara ketiga seraya mengutuk kembali berkuasanya Taliban di negara asal mereka.
Hassan, bersama beberapa perwakilan pengungsi, diterima UNHCR untuk menyampaikan secara langsung aspirasi mereka.
“Staf UNHCR mengatakan mereka akan menggelar pertemuan rutin dengan kami untuk mendengarkan aspirasi kami. Terkait penempatan ke negara ketiga, mereka bilang akan dilakukan dengan sistem ‘pertama-datang-pertama-pergi’,” kata Hassan.