Atasi Terorisme, Interpol Sepakati Pertukaran Data Biometrik

Menteri Luar Negeri menyatakan pentingnya kerja sama global dalam memerangi terorisme karena tidak ada satu pun negara bisa menanganinya sendiri.
Anton Muhajir
2016.11.10
Nusa Dua
161110_ID_Interpol_1000.jpg Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Menlu Retno Marsudi memberikan keterangan pers usai penutupan Sidang Umum Interpol ke-85 di Bali, 10 November 2016.
Anton Muhajir/BeritaBenar

Aparat keamanan dari 164 negara sepakat untuk meningkatkan upaya mengumpulkan dan membagi data biometrik untuk menangkap para petempur teroris asing (foreign terrorist fighters – FTF) yang melakukan perjalanan lintas batas dengan menggunakan nama dan dokumen palsu.

Kesepakatan yang dituangkan dalam sebuah resolusi tersebut, disampaikan dalam Sidang Umum Polisi Internasional (Interpol) ke-85 di Nusa Dua, Bali, pada Kamis, hari penutupan sidang yang berlangsung selama empat hari itu.

Resolusi tersebut mendesak negara-negara untuk mempertimbangkan “pengumpulan dan pencatatan sistematis” atas atribut-atribut unik yang bisa diidentifikasi seperti DNA dan sidik jari tersangka atau terdakwa setelah adanya aksi terorisme.

Rekomendasi pencatatan data tersebut mencakup individu yang: bepergian ke daerah-daerah konflik untuk mendukung atau bergabung dengan kelompok-kelompok teroris, dideportasi atau dipenjara karena pelanggaran yang berkaitan dengan terorisme; dan yang kembali dari wilayah konflik "yang dinilai berisiko tinggi melakukan mobilitas lintas-batas dan kejahatan lagi," demikian kata resolusi itu.

Menurut Interpol, saat ini ada sekitar 15.000 FTF di Timur Tengah. Mereka berpotensi kembali ke negaranya untuk bergabung dengan kelompok radikal atau melakukan operasi tersembunyi.

Dari jumlah itu, Interpol telah menyimpan informasi 9.000 FTF. Namun, kurang dari 10 persen yang dilengkapi data biometrik atau foto beresolusi tinggi yang bisa digunakan untuk mengenali wajah para terduga teroris.

Informasi biometrik untuk mengidentifikasi data pribadi, seperti sidik jari dan DNA. Data-data itu untuk menemukan identitas FTF yang menggunakan banyak nama alias, memalsukan dokumen perjalanan, hingga mengarang cerita mereka telah tewas.

Di sisi lain, negara anggota Interpol masih kurang aktif dalam pertukaran data biometrik tentang teroris di tingkat internasional. Hal ini mengakibatkan kesenjangan keamanan di negara-negara asal FTF.

“Meski informasi yang dibagi melalui Interpol membuat badan penegak hukum nasional mampu mencegah sejumlah teroris dan calon FTF bepergian, tapi kurangnya pertukaran data biometrik masih menyisakan kelemahan,” kata Sekretaris Jenderal Interpol, Jürgen Stock.

Keengganan membagi data biometrik juga terjadi di kalangan pemerintah pada Interpol.

“Padahal, sangat jelas, melakukan (pertukaran data) berarti telah meningkatkan peluang untuk menggagalkan serangan mematikan oleh para FTF,” katanya.

Contoh hasil pertukaran data biometrik yang berhasil dalam operasi melawan terorisme adalah ketika seorang narapidana di Mali yang menggunakan nama samaran ditemukan sebagai pihak paling dicari Aljazair karena terkait serangan teroris.

Sidik jari narapidana itu ternyata cocok dengan pelaku serangan terhadap resor Grand Bassam di Pantai Gading, Maret 2016. Serangan yang kemudian diklaim oleh jaringan Al-Qaeda itu menewaskan 16 orang.

Data Dokumen Hilang

Terkait upaya pemberantasan terorisme lintas negara, Interpol telah memiliki Database Dokumen Perjalanan yang Hilang dan Dicuri (STLD) sehingga memungkinkan Interpol dan penegak hukum lain, seperti imigrasi dan petugas perbatasan, untuk memastikan keabsahan dokumen perjalanan dalam hitungan detik.

Petugas penegak hukum di kantor nasional Interpol dan lokasi lain dengan akses 24 jam ke database Interpol, bisa segera mengetahui ketika ada yang menggunakan dokumen palsu atau curian.

Dari semula hanya ribuan rekaman dari 10 negara anggota, saat ini 174 negara telah ikut memasukkan data hingga mencapai lebih 68 juta rekaman. Selama Januari – September 2016, dokumen itu dicari lebih dari 1,2 juta kali dengan 115.000 kali positif.

Namun, belum semua anggota Interpol bisa membuat database STLD karena butuh instalasi alat atau aplikasi khusus.

Begitu pula terkait pertukaran data biometrik di Asia Tenggara yang bergabung dalam ASEANAPOL.

Menurut Johanes Agus Mulyono, Direktur Eksekutif ASEANAPOL, terorisme termasuk salah satu fokus pengamanan di negara-negara anggota ASEANAPOL. Namun, belum semua negara anggota memiliki kesiapan infrastruktur.

“Sudah ada kerja sama penguatan kemampuan dalam bidang operasional untuk melawan terorisme. Tapi untuk pertukaran data biometrik belum semua negara punya kesiapan infrastruktur,” katanya kepada BeritaBenar.

Tetapi, tidak semua negara ASEAN merasa isu terorisme sebagai hal mendesak. Ketua Delegasi Thailand Sutep Dechrugsa mengatakan negaranya tidak terlalu punya masalah dengan isu terorisme dibandingkan misalnya Filipina, Malaysia, atau Indonesia.

“Kami tidak takut dengan isu terorisme. Kami tidak takut,” katanya kepada BeritaBenar.

Situasi tanpa batas

Saat penutupan, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi menggaris bawahi pentingnya kerja sama global dalam memerangi terorisme.

“Terorisme tak punya agama. Mereka bukan teman dari agama apapun. Dengan situasi tanpa batas, tidak ada satu pun negara bisa menangani musuh bersama ini sendirian,” katanya di hadapan sekitar 830 peserta.

“Untuk itu, tak dipertanyakan lagi, kita membutuhkan kerja sama lebih kuat. Kemitraan kita harus melewati batas-batas lingkup tradisional dengan lebih konkrit dan strategis, untuk melawan ancaman ini,” tambahnya.

Sidang Umum ke-85 juga telah memilih Presiden Interpol yang baru, Meng Hongwei dari China, menggantikan Mireille Ballestrazzi dari Perancis.

Menurut Meng, dunia sedang menghadapi tantangan serius dalam keamanan global setelah Perang Dunia Kedua.

Karena itu, harapnya, Interpol harus melanjutkan prinsip-prinsip dan strategi yang telah digunakan sambil melakukan inovasi untuk menjawab tantangan tersebut.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.