Dianggap Intervensi KPK, Aktivis Kecam Pemerintah
2018.03.14
Jakarta

Pernyataan Menteri Politik Hukum dan Keamanan Wiranto, yang meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunda mengumumkan calon kepala daerah sebagai tersangka korupsi, dikecam sejumlah pihak karena dianggap sebagai bentuk intervensi pemerintah atas penyelidikan kasus hukum.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz menilai pernyataan Wiranto itu berlawanan dengan upaya untuk menjadikan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) sebagai mekanisme menciptakan pemerintahan bersih. Sebab Pilkada adalah ajang bagi rakyat dalam menentukan pemimpinnya.
“Manakala kontestan Pilkada merupakan orang bermasalah seperti terindikasi korupsi, seharusnya proses hukum bisa membantu masyarakat agar tidak salah pilih pemimpin daerah mereka,” kata Donal kepada BeritaBenar, Selasa, 13 Maret 2018.
Wiranto menyatakan pada senin 12 Maret 2018, bahwa jika KPK mengumumkan nama-nama calon kepala daerah menjadi tersangka korupsi dalam waktu dekat ini, maka hal itu akan menganggu proses pelaksanaan Pilkada.
"Apalagi kalau sudah ditetapkan (menjadi) paslon (pasangan calon), itu bukan pribadi, tapi para pemilih milik partai-partai yang mendukungnya, milik orang banyak," ujarnya.
Pilkada serentak yang digelar 27 Juni 2018 berlangsung di 171 daerah untuk memilih 17 gubernur/ wakil gubernur, 39 walikota/wakil walikota dan 115 bupati/wakil bupati.
Para calon yang akan dipilih merupakan calon yang telah mendapatkan dukungan dari partai politik. Mereka kini sedang gencar-gencarnya melakukan kampanye.
Menurut Donal, pernyataan Wiranto harus dimaknai sebagai upaya secara tak langsung untuk mengintervensi proses penegakan hukum.
“Pemerintah tidak perlu ragu, proses hukum yang dijalankan KPK tak menghentikan proses politik,” ujarnya.
Dia bahkan menilai Wiranto seolah tidak mewakili pemerintah, namun seperti mewakili suara partai politik. Seperti diketahui Wiranto saat ini juga masih tercatat sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura).
Peneliti politik senior dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris menilai penetapan calon kepala daerah sebagai tersangka malah tidak akan menganggu proses Pilkada.
Bahkan hal itu menjadi proses eleminasi yang baik bagi masyarakat dalam menentukan pilihannya.
“Justru yang terganggu malah koruptornya, bukan Pilkadanya,” katanya saat dihubungi BeritaBenar.
Tolak permintaan
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan permintaan pemerintah itu tidak dapat dipenuhi dan tak baik bagi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Pihaknya terus melakukan penyelidikan, penyidikan dan menetapkan tersangka calon kepala daerah apabila ditemukan dua alat bukti.
Dia mengingatkan Indonesia saat ini berada di skor 37 dari angka 100 negara tertinggi korupsi sehingga permintaan Wiranto itu tidak mendorong IPK Indonesia ke arah yang lebih baik.
"Lebih elegan solusinya bila sebaiknya pemerintah membuat Perppu pergantian calon (kepala daerah) terdaftar bila tersangkut pidana, daripada menghentikan proses hukum yang memiliki bukti yang cukup pada peristiwa pidananya," ujar Saut.
Saut tak sepakat jika penetapan tersangka calon kepala daerah berpotensi mengganggu penyelenggaraan pesta demokrasi.
"Pimpinan atau calon pimpinan harus egalitarian atau equal di depan hukum. Kalau standar ini tidak dipenuhi, ya tidak pantas jadi pemimpin, dan pasti direkomendasikan untuk tidak dipilih," ujarnya.
DIumumkan pekan ini
Permintaan pemerintah itu diduga berawal dari pernyataan Ketua KPK Agus Rahadjo yang menyebutkan sejumlah calon kepala daerah yang maju di Pilkada serentak 2018, berpotensi menjadi tersangka korupsi pada Senin, 12 Maret 2018.
Menurut Agus, pengumuman itu adalah jawaban atas pernyataannya beberapa waktu lalu terkait sejumlah calon kepala daerah terindikasi kuat melakukan korupsi dan proses pengusutannya telah mencapai 90 persen.
"Jadi kami tidak hanya berwacana saja," tegasnya.
Sebelumnya, sepanjang Februari lalu, KPK telah menangkap dan menetapkan lima calon kepala daerah sebagai tersangka korupsi.
Mereka adalah calon Gubernur Sulawesi Tenggara, Asrun; calon Gubernur Lampung, Mustafa; calon Gubernur Nusa Tenggara Timur, Marianus Sae; calon Bupati Subang di Jawa Barat, Imas Aryumningsih dan calon Bupati Jombang di Jawa Timur, Nyono Suharli.