IPAC: Perempuan Indonesia Mulai Ikut Berperan dalam Terorisme

Deputi II Badan Nasional Penanggulangan Terorisme mengatakan belum tahu alasan pasti kenapa perempuan bisa tertarik untuk menjadi bagian ISIS.
Tia Asmara
2017.02.01
Jakarta
170201_ID_Suicide_1000.jpg Gambar yang diambil dari Youtube saat tersangka kasus dugaan terorisme, Dian Yulia Novi, diwawancara TV One di Jakarta, 13 Desember 2016.
Tia Asmara/BeritaBenar

Perempuan Indonesia dinilai mulai mengambil peran dalam tindak ekstrimisme dan radikalisme, bahkan beberapa dari mereka ingin menjadi pembom bunuh diri, demikian hasil riset yang dikeluarkan sebuah lembaga think tank keamanan.

“Kombinasi ISIS dan teknologi komunikasi sangat berubah dari bagaimana perempuan ekstrimis melihat dirinya,” ujar peneliti Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC), Nava Nuraniyah dalam siaran pers yang diterima BeritaBenar, Rabu, 1 Februari 2017.

Dalam laporan setebal 27 halaman itu disebutkan fenomena tersebut muncul setelah dua perempuan ditangkap pada Desember tahun lalu karena diduga berafiliasi dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) bersedia menjadi pelaku bom bunuh diri.

Mereka adalah Dian Yulia Novi dan Ika Puspitasari alias Tasnima Salsabila – kedunya adalah bekas tenaga kerja wanita (TKW) di luar negeri. Dian disiapkan menjadi pembom bunuh diri di sekitar Istana Kepresidenan, sedangkan Ika dilaporkan akan melakukan aksi bom bunuh diri di Bali.

Selain itu, polisi juga menangkap Tutin Sugiarti, seorang penjual obat-obatan herbal dan terapis pengobatan Islam, diduga memfasilitasi perkenalan Dian dengan pimpinan sel ISIS.

Seorang perempuan lagi yang ditangkap adalah Arinda Putri Maharani. Dia adalah istri pertama Muhammad Nur Solihin, tersangka otak pelaku bom panci yang menurut polisi disiapkan untuk diledakkan Dian – istri kedua Solihin.

Tetapi rencana meledakkan bom bunuh diri gagal dilaksanakan karena polisi lebih dulu membongkar rencana mereka dengan melakukan penangkapan dalam penggerebekan di kawasan Bekasi, Jawa Barat.

Menurut IPAC, penangkapan empat perempuan tersebut memberikan gambaran yang berbeda dengan apa yang menjadi keyakinan jaringan teroris Jamaah Islamiyah (JI). JI melarang perempuan ikut berperang karena kelompok itu lebih mengedepankan perempuan sebagai ibu dan pendamping pria di medan perang.

“ISIS lebih mudah memberikan misi-misi umum, dan perempuan bisa lebih menyatakan aspirasinya di sosial media. ISIS melihat ini sebagai peluang karena perempuan sulit untuk dicurigai aparat,” kata Nava.

Ia menambahkan perempuan Indonesia juga banyak berperan dalam admin chat sosial media, acara penggalangan dana, dan perekrut karena banyaknya tenaga kerja wanita (TKW) yang bertukar informasi bagaimana cara bergabung dengan ISIS.

Dengan iming-iming mendapatkan gaji dan tunjangan dan tidak jarang menikah dengan petempur ISIS melalui online.

Bahrun Naim – warga Indonesia yang disebut berjuang bersama ISIS di Suriah –  dalam sebuah pesan telegram pernah mengancam kalau wanita-wanita tidak lama lagi akan banyak menjadi pembom bunuh diri.

“Hanya tinggal tunggu waktu saja,” ujar Bahrun Naim digambarkan dalam laporan tersebut.

Belum tahu alasan

Deputi II Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Irjen. Pol. Arif Darmawan mengatakan sampai saat ini belum ada alasan pasti kenapa perempuan bisa tertarik untuk menjadi bagian dari ISIS.

“Kelompok radikal yang menggunakan perempuan itu sudah banyak, contohnya di India, Pakistan dan negara lain, namun di Indonesia belum pernah ada kejadian teror dengan menggunakan perempuan, selalu bisa dicegah,” katanya saat dikonfirmasi BeritaBenar terkait laporan IPAC.

Ia mengakui hal tersebut menjadi kekhawatiran tersendiri bagi aparat keamanan.

“Ya pasti khawatirlah, tapi kan tidak mudah untuk mengetahui lebih dini karena UU yang ada saat ini belum bisa menggapai rencana mereka sebagai sebuah kasus pidana,” ujar Arif.

Sosialisasi

Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Nusron Wahid, mengatakan pihaknya sudah berkomunikasi dengan BNPT dan Kepolisian untuk menangkal doktrin radikalisme kepada TKW dengan melaksanakan sosialisasi di berbagai negara.

“Sudah menjadi prioritas dan konsen kita untuk melindungi TKI (Tenaga Kerja Indonesia) termasuk mencegah TKI direkrut doktrin ISIS. Kami sudah punya program jitu tentang edukasi pemahaman agama yang rahmatan lil alamin,” katanya.

Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemlu, Lalu Muhammad Iqbal, mengatakan tidak semua data WNI yang diduga akan bergabung ISIS diinfokan ke publik karena beberapa pertimbangan.

“Khususnya pertimbangan kemanusiaan, sehingga mereka bisa memulai hidup baru dan tidak dikucilkan masyarakat,” katanya.

IPAC menyerukan pemerintah Indonesia untuk mencari tahu lebih banyak lagi jaringan radikal yang melibatkan perempuan. Salah satu caranya adalah mewawancarai para perempuan yang dideportasi dari Turki setelah dikabarkan ingin menyeberang ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS.

Menurut Iqbal, sejak 2015 terdapat 283 WNI yang ditahan dan dideportasi pemerintah Turki karena diduga akan menyeberang ke Suriah.

“Sebagian besar mereka tidak bisa dibuktikan terkait ISIS sehingga dideportasi dengan alasan pelanggaran keimigrasian,” jelasnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.