Perakit Bom Panci Bandung Divonis 10 Tahun Penjara
2018.04.23
Jakarta

Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Senin, 23 April 2018, menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara terhadap Agus Wiguna (22), simpatisan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang berencana meledakkan bom dalam panci di sebuah tempat hiburan malam di Bandung, Jawa Barat.
"Meski tidak meledak, perbuatan terdakwa yang ingin meledakkan bom di kafe di Braga dengan sasaran tertentu hakekatnya adalah kesengajaan yang dapat menimbulkan rasa takut," kata ketua majelis hakim, Ramses Pasaribu, saat membacakan pertimbangannya.
"Sehingga semua unsur pidananya terpenuhi."
Agus dijerat Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang memiliki ancaman maksimal hukuman mati.
Vonis hakim lebih rendah dari tuntutan 12 tahun penjara yang dijatuhakn jaksa pada awal April.
Kuasa hukum Kamsi mengaku cukup puas atas vonis hakim.
Adapun tim jaksa penuntut mengaku masih berpikir-pikir, apakah akan mengajukan banding atau menerima hukuman itu.
Tidak ada komentar dari Agus Wiguna atas vonis ini. Ia langsung meninggalkan ruang sidang dengan tangan terborgol dalam kawalan aparat bersenjata.
Menurut dakwaan jaksa, Agus merencanakan aksi bom bunuh diri pada Juli tahun lalu, dengan meletakkan bahan peledak jenis TATP (Tri Aseton Tri Peroksida) seberat lima kilogram yang telah dirakitnya dalam panci yang dimasukkan ke sebuah tas ransel.
Ia belajar merakitnya melalui internet, kata jaksa seperti termaktub dalam dakwaan.
Peledak jenis ini juga yang digunakan dalam teror di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, pada Januari 2016 dan aksi bom bunuh diri di Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur, Mei 2017.
Dalam dakwaan jaksa juga disebutkan selain mengincar tempat hiburan malam di Braga, Agus juga menargetkan sebuah rumah makan yang menyediakan menu babi di kawasan Astana Anyar, Bandung.
Namun serupa dengan rencana aksi di Braga, bom di rumah makan juga urung meledak karena terdapat kesalahan. Padahal, Agus ketika itu telah memasuki area rumah makan dan bersiap meledakkan diri.
Belakangan, bom justru meledak saat diperbaiki di rumah kontrakan Agus di Buah Batu, kawasan di selatan Bandung, pada 8 Juli 2017.
Delapan tahun
Selain Agus, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada persidangan berbeda menghukum delapan tahun penjara atas mantan anggota Mujahidin Indonesia Barat (MIB), Muhammad Khoiron.
Dia terbukti melakukan pemufakatan jahat tindak pidana terorisme berupa perampokan di sejumlah tempat di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Banten, pada 2012 hingga 2013.
Sebelumnya dalam persidangan pada 2 April lalu, jaksa menuntut Khoiron agar dihukum 12 tahun penjara.
"Terdakwa terbukti secara sah melakukan pidana di dakwaan pertama," kata hakim ketua Purwanto, merujuk dakwaan Pasal 15 juncto 7 UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Rangkaian perampokan dilakukan Khoiron bersama kelompok MIB pimpinan Abu Roban, dengan dalih amaliyah fa'i atau merampas harta orang kafir.
Roban tewas ditembak Detasemen Khusus Antiteror 88 Mabes Polri dalam penyergapan di Jawa Tengah, pada 2013.
Terkait putusan ini, Kamsi selaku kuasa hukum Khoiron dan tim jaksa penuntut umum mengaku pikir-pikir. Mereka punya waktu sepekan untuk menentukan menerima atau banding.
Tuntutan pembunuh polisi
Selain vonis atas Agus dan Khoiron, pengadilan sama juga menyidangkan simpatisan ISIS, Syawaludin Pakpahan (43), yang membunuh polisi di pos jaga Mapolda Sumatera Utara (Sumut).
Syawaludin dituntut 20 tahun penjara, setelah dianggap terbukti melakukan kekerasan dan menghilangkan nyawa seperti termaktub di Pasal 15 juncto 6 UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
"Aksi bahkan dilakukan secara sadis," kata jaksa yang enggan disebutkan namanya.
Martua Sigalingging, perwira jaga Mapolda Sumut korban Syawaludin itu, tewas dengan luka sembelih di leher, beberapa tusukan di dada, dan luka bakar usai pos jaganya dibakar Syawal.
Ancaman maksimal beleid ini sejatinya adalah mati atau penjara seumur hidup.
Hukuman maksimal itu pernah dijeratkan jaksa kepada Juhanda alias Jo, simpatisan ISIS yang melemparkan bom molotov ke pekarangan gereja di Samarinda, Kalimantan Timur, dan menelan korban seorang balita.
"Ia kooperatif dan mengaku perbuatan. Itu menjadi pertimbangan meringankan," kata jaksa, sehubungan dengan kenapa Syawal terhindar dari hukuman maksimal tersebut.
Saat bersaksi untuk pentolan ISIS Indonesia Aman Abdurrahman, Syawal sempat mengatakan bahwa aksinya di Mapolda Sumut terinspirasi ustad Aman yang disebut polisi sebagai otak di belakang serangkaian aksi terorisme beberapa tahun belakangan ini termasuk pemboman di Jalan Thamrin Jakarta pada Januari 2016 dan di Terminal Kampung Melayu pada Mei 2017.
“Saya didorong tulisan Ustad Aman,” katanya merujuk pada tulisan-tulisan karya Aman Abdurrahman yang berpaham radikal yang disebar melalui situs Milah Ibrahim yang sekarang sudah diblokir pemerintah.
Dalam persidangan tersebut jaksa juga menuntut kompensasi kepada negara sebesar Rp611 juta, yang diajukan istri mendiang Martua Sigalingging.