Pejabat Otorita Batam Divonis 3 ½ Tahun
2018.07.19
Jakarta

Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat menjatuhkan hukuman 3 ½ tahun penjara dan denda Rp50 juta terhadap bekas Direktur Pelayanan Terpadu Satu Pintu Badan Pengusahaan Kawasan Batam (BP Batam) Dwi Djoko Wiwoho.
Pria 51 tahun tersebut dinilai terbukti melakukan pemufakatan jahat dan perbantuan pendanaan tindak pidana terorisme.
"Setelah bersepakat hijrah ke Suriah, terdakwa kemudian mencari cara mendapatkan dana untuk berangkat, dan menjual rumahnya," kata hakim ketua Heri Sumanto dalam persidangan, Kamis, 19 Juli 2018.
"Uang hasil penjualan rumah kemudian diberikan kepada Imam Santosa (kakak ipar) untuk biaya mereka ke Suriah. Sehingga unsur pidana pemufakatan jahat dan perbantuan pendanaan terorisme terbukti secara sah."
Iman Santosa telah dihukum empat tahun penjara atas keterlibatan dalam kejadian ini, Mei lalu.
Vonis Dwi Djoko lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menginginkan agar dia dihukum lima tahun penjara dan denda Rp50 juta dalam persidangan dua pekan lalu.
Tak cuma dianggap mendanai terorisme, Dwi Djoko ketika itu juga dinilai jaksa penuntut melakukan perbantuan dan menyembunyikan informasi terkait tindak pidana terorisme.
Namun dalam pertimbangan pembacaan putusan, hakim Heri Sumanto menilai tak ada fakta persidangan yang membuktikan Dwi Djoko telah melakukan dakwaan tersebut.
"Terdakwa justru ingin pulang ke Indonesia setelah menemukan kondisi di Suriah tidak seperti yang dijanjikan," tambah Heri.
"Terdakwa juga insaf serta mengakui kesalahan dengan berangkat ke Suriah."
Atas putusan ini, Dwi Djoko menerimanya. Sedangkan tim jaksa mengakui ingin pikir-pikir terlebih dahulu, apakah bakal banding atau turut menerima vonis hakim.
Keluarga menerima
Dalam persidangan sekitar satu jam itu, Dwi Djoko yang mengenakan kemeja merah muda terlihat banyak tersenyum.
Begitu majelis hakim mengetuk palu pertanda sidang usai, ia menyalami mereka dengan wajah semringah.
Senyumnya kemudian makin mengembang tatkala berjalan ke arah bangku pengunjung sidang, tempat istri dan dua anaknya menyaksikan persidangan.
Mereka lantas bertukar salam. Dwi Djoko mencium pipi ketiganya, disusul percakapan pendek. Sampai akhirnya Dwi Djoko meninggalkan ruang sidang dalam kawalan dua petugas Detasemen Khusus Antiteror 88 Mabes Polri.
Keluarga Dwi Djoko enggan berkomentar atas besaran hukum yang didapat.
Namun Rosid Nurul Hakim dari Yayasan Prasati Perdamaian yang mendampingi keluarga mengatakan, keluarga dapat menerima vonis hakim yang lebih ringan dari tuntutan jaksa.
Apalagi hakim turut mempertimbangkan kondisi Dwi Djoko yang disebut telah tak sejalan dengan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
"Mereka menerimanya," kata Rosid seusai persidangan.
Dwi Djoko berangkat ke Suriah melalui Turki pada 1 Agustus 2015, bersama 25 orang lain. Di sana, mereka berdiam selama sekitar dua tahun.
Rombongan, antara lain, terdiri dari istri Ratna Nirmala, anak pertama Syarifina Nailah, anak kedua Nursadrina Khaira Dhania, anak ketiga Tharisa Aqila, ibu mertua Nani Marlina --meninggal akibat sakit di Suriah, dan dua kakak ipar: Iman Santosa dan Heru Kurnia.
Sempat ragu
Saat memberikan keterangan kepada majelis hakim pada Mei lalu, Dwi Djoko mengaku keberangkatannya ke Suriah karena didorong desakan istri dan putri keduanya.
"Saya awalnya sempat ragu," kata Dwi Djoko, ketika itu.
Namun, ia akhirnya setuju ke Suriah lantaran khawatir sang anak berangkat seorang diri.
"Jadi akhirnya saya bilang, 'Kita lihat dulu, kalau enggak baik, ya, balik lagi'," katanya.
Kondisi di Suriah memang tak sebaik yang diharapkan Dwi Djoko dan keluarga.
Janji diberikan pekerjaan, makanan, jaminan kesehatan, tidak terwujud. Anaknya yang masih di bawah umur pun berulang kali disebut Dwi Djoko hendak dinikahi petempur ISIS.
Ia pun sempat disuruh mengikuti latihan militer. Padahal, kata Dwi Djoko, ia hanya ingin menjadi warga sipil, bukan tentara.
"Kenyataan ternyata tidak begitu," tuturnya.
Meski diakui Dwi Djoko menjadi pendorong keberangkatan ke Suriah, istri dan anak Dwi Djoko tidak diproses hukum dalam kasus ini. Mereka tetap menghirup udara bebas usai keluar dari pusat deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Hanya Dwi Djoko dan kedua kakak iparnya: Iman Santosa dan Heru Kurnia, yang diseret ke meja hijau.
Heru divonis tiga tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis pekan lalu, setelah dinilai terbukti melakukan pemufakatan jahat dan membantu pendanaan tindak pidana terorisme.