200 Anggota JAD Ditangkap dalam Dua Bulan Terakhir

Presiden Jokowi mengingatkan masyarakat bahu-membahu memberantas terorisme.
Rina Chadijah & Kusumasari Ayuningtyas
2018.07.16
Jakarta & Yogyakarta
180716_ID_terror_1000.jpg Polisi menahan seorang tersangka militan di Sleman, Yogyakarta, 14 Juli 2018.
Antara via Reuters

Aparat Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri telah menangkap lebih 200 orang yang diduga terlibat kelompok teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD), sejak serangan bom bunuh diri menyasar tiga gereja dan polrestabes Surabaya, di Jawa Timur, pertengahan Mei lalu.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan, Senin, 16 Juli 2018, bahwa polisi tak akan berhenti menangkap anggota JAD yang diklaim mendalangi sejumlah serangan teror di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, termasuk bom di Surabaya yang menewaskan 27 orang termasuk 13 pelaku.

“Kita tidak akan berhenti mengembangkan kasus teror bom Surabaya,” kata Tito kepada wartawan di Markas Komando Brimob Kelapa Dua, Depok Jawa Barat.”

Dari 200-an anggota JAD yang diciduk dalam operasi di sejumlah daerah, kata Kapolri, 20 orang di antaranya tewas ditembak karena melawan petugas saat hendak ditangkap.

Kapolri tidak menjelaskan secara detil perkembangan proses hukum terhadap mereka yang ditangkap tersebut. Revisi Undang-Undang Antiterorisme yang disahkan pada Mei lalu mengatur bahwa penahanan tersangka untuk kepentingan penyidikan dan penuntutan kini bisa dilakukan hingga 9 bulan, yang sebelumnya hanya maksimal 6 bulan.

Sebelumnya “ada 17 orang, ditambah dengan tiga yang di Yogyakarta. Jadi 20 terduga teroris yang meninggal dunia,” kata Tito menambahkan.

Sabtu pekan lalu tim Densus 88 menembak mati tiga terduga teroris setelah mereka menyerang petugas dengan senjata tajam saat hendak ditangkap di Sleman, Yogyakarta.

Polisi masih memburu satu rekan ketiga terduga teroris itu setelah berhasil kabur.

Kapolri menyebut tiga orang yang tewas adalah bagian dari Jaringan Jamaah Ansharut Khilafah (JAK) yang punya koneksi dengan JAD, kelompok militan yang telah berbaiat kepada Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) tersebut.

Indramayu

Sepanjang akhir pekan lalu, Densus 88 juga menangkap tujuh terduga teroris di beberapa lokasi di Indramayu, Jawa Barat, termasuk sepasang suami istri yang diduga sebagai pelaku pelemparan bom panci setelah berusaha menerobos pintu gerbang Mapolres Indramayu, Minggu dinihari.

“Bom panci tersebut tidak sempat meledak. Bahan berdaya ledak rendah,” kata Kapolda Jawa Barat, Irjen Pol Agung Budi Maryoto.

Menurutnya, Polda Jawa Barat telah menangkap 25 terduga pelaku teror dalam sebulan terakhir.

"Sampai hari ini kita sudah menangkap 25 terduga teroris, dan sudah lakukan penegakan hukum tegas terhadap empat orang di Cianjur dan Subang jaringan JAD Haurgelis," katanya pada wartawan.

Tito menambahkan insiden di Yogyakarta dan Indramayu adalah serangan balik jaringan teroris setelah rentetan penangkapan dilakukan polisi.

“Peristiwa di Yogya dan Indramayu bukan serangan terorisme yang diinisiasi, diinspirasi, inisiatif mereka. Tapi (reaksi dari) operasi surveilance (pengawasan), operasi penjejakan, dan operasi hunting dalam rangka penangkapan jaringan terorisme,” katanya.

Eks teroris Sofyan Tsauri, mengatakan  JAK dan JAD adalah dua jaringan berbeda tetapi memiliki karakteristik sama.

“Mereka memiliki target yang sama dan konsep jihad yang sama,” ujarnya saat dihubungi BeritaBenar.

Menurut Sofyan, JAK tak punya kaitan apapun dengan teror bom di Surabaya.

Kelompok ini juga tidak sedang menjadikan Yogyakarta sebagai target serangan karena Yogyakarta dan Solo adalah safe house bagi mereka.

Direktur Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC), Sidney Jones, juga berpendapat jika mereka tak terkait dengan teror bom di Surabaya dan tidak menargetkan Yogyakarta sebagai sasaran aksi.

“Saya yakin tidak,” ujarnya melalui pesan singkat kepada BeritaBenar.

‘Teroris masih ada’

Presiden Joko “Jokowi” Widodo mengajak masyarakat bahu-membahu melakukan upaya-upaya pemberantasan terorisme.

“Kita harus sadar semuanya, yang namanya terorisme masih ada di negara kita. Saya minta seluruh masyarakat ikut bekerjasama dengan aparat untuk menyelesaikan permasalahan ini,” katanya usai meresmikan pembangunan jalan tol Kartasura-Sragen, Jawa Tengah, Minggu.

Kapolri Tito Karnavian menegaskan, pemburuan JAD tak akan berhenti, kecuali jaringan itu mau berdialog.

Menurut Tito, selain gencar melakukan operasi pemburuan kelompok teroris, terutama JAD, pemerintah juga melakukan upaya-upaya pendekatan terhadap mereka.

“Meskipun itu upaya-upaya yang kita lakukan secara silent, tapi kita ingin menunjukkan bahwa negara lebih kuat dari pada teroris,” ujarnya.

Harus lebih persuasif

Peneliti terorisme dari Yayasan Prasasti Perdamaian, Taufik Andrie, berharap kewenangan yang dimiliki Polri dalam pemberantasan terorisme mengedepankan sisi kemanusianan.

“Tentu kita berharap upaya penangkapan terduga teroris sesuai prosedur dan tidak ada yang salah tangkap, sehingga tidak menimbulkan permasalahan lain di kemudian hari,” katanya saat dihubungi BeritaBenar.

Sementara pengamat terorisme Universitas Indonesia, Ridlwan Habib, mengatakan upaya mempersempit ruang gerak jaringan teroris justru efektif untuk membendung penyebaran paham radikal.

“Operasi pemburuan tetap harus dilakukan tentu dengan memastikan sesuai prosedur, dan upaya pendekatan lewat intelijen, ulama dan tokoh masyarakat juga harus dilakukan agar penyelesaiannya dapat lebih komprehensif,” ujarnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.