Polri: Label Organisasi Teroris untuk JAD Tak Pengaruhi Penegakan Hukum
2017.01.13
Jakarta

Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menyebutkan bahwa penetapan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) sebagai organisasi teroris global oleh Pemerintah Amerika Serikat (AS) tak akan mempengaruhi penegakan hukum di dalam negeri.
"Itu hak Pemerintah Amerika Serikat. Enggak ada pengaruh terhadap kami," kata juru bicara Markas Besar Polri, Brigadir Jenderal Rikwanto kepada BeritaBenar di Jakarta, Kamis, 12 Januari 2017.
Penetapan itu diumumkan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) AS, Selasa, 10 Januari 2017, yang berimplikasi pada larangan warga Amerika melakukan kontak dan berbisnis dengan JAD serta pembekuan semua aset kelompok tersebut di wilayah AS.
JAD menjadi organisasi asal Indonesia terbaru yang disematkan organisasi teror karena dianggap bisa mengganggu keamanan nasional, kebijakan luar negeri, dan ekonomi oleh Pemerintah AS.
Selain itu, AS juga menetapkan dua warga Indonesia – Bachrumsyah Mannor Usman dan Oman Rochman sebagai teroris global bersama dua warga Australia – Neil Christopher Prakash dan Khaled Sharrouf.
Bachrumsyah, atau Bahrumsyah, alias Abu Ibrahim Al Indunisy merupakan warga Indonesia yang bergabung dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Agustus 2015, ia pernah muncul dalam video yang dirilis ISIS, sedang berpidato di depan puluhan anak buahnya untuk berjuang.
Sedangkan Oman alias Aman Abdurrahman adalah narapidana terorisme yang ditahan di penjara Kembang Kuning, Nusakambangan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, atas keterlibatannya dalam pelatihan militer Jamaah Islamiyah (JI) di pegunungan Jalin, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, awal 2010. Dia telah menyatakan dukungan pada ISIS.
Sebelumnya, AS telah menetapkan Jamaah Islamiyah (JI) sebagai kelompok teroris sejak 23 Oktober 2002. Selain itu, Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) juga dilabeli organisasi teroris pada 13 Maret 2012.
Kemlu AS pada 22 Maret 2016 menetapkan pemimpin Mujahidin Indonesia Timur (MIT), Santoso alias Abu Wardah, sebagai teroris global. Santoso tewas dalam baku tembak dengan pasukan TNI di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, 18 Juli 2016.
"Mereka (AS), kan, punya pandangan sendiri. Mungkin dengan melihat pemberitaan aksi teror selama ini, yang menyatakan bahwa JAD terlibat," kata Rikwanto.
"Sah-sah saja. Mereka boleh menentukan sendiri demi keamanan mereka. Tanpa perlu berkonsultasi dengan kami."
Pandangan serupa disampaikan pengamat terorisme dari Pusat Kajian Radikalisme dan Deradikalisasi, Adhe Bhakti, dengan menyebutkan tak akan mempengaruhi langkah penegak hukum Indonesia.
"JAT sudah dilabeli (organisasi teroris) sejak lama oleh Amerika, tapi enggak ada dampak apa-apa terhadap penegak hukum di sini (Indonesia)," kata Adhe saat dihubungi.
Hal senada dikatakan pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh Lhokseumawe di Aceh, Al Chaidar.
"Enggak bakal ada apa-apa lah," katanya kepada BeritaBenar. "Mereka (JAD) pun enggak peduli dengan penetapan itu. Mereka, kan, enggak peduli Amerika ataupun Perserikatan Bangsa-Bangsa."
Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol. Hamidin, menyatakan kalau ada organisasi teroris yang diidentifikasi dunia internasional, tidak ada persoalan bagi Indonesia.
“Didaftarkan menjadi kelompok teroris atau tidak, Indonesia selalu mengejar pelaku teroris,” ujarnya saat BeritaBenar meminta tanggapannya, Jumat, 13 Januari 2017.
Hamidin menambahkan tim Densus 88 terus mengawasi dan mengidentifikasi secara rahasia sehingga ruang gerak kelompok militan bisa diikuti dan rencana penyerangan dapat diantisipasi seperti serangkaian penangkapan, Desember lalu.
“Saya kira wajar kalau orang (AS) tertarik terhadap kelompok teroris di Indonesia dan bagaimana otoritas Indonesia melakukan pencegahan,” katanya, seraya menyebutkan hampir seluruh negara saling berbagi informasi terkait masalah terorisme.
“Kita menggunakan pendekatan yang sangat diapresiasi dunia. Jadi tidak ada persoalan dengan diumumkan oleh AS. Bagus untuk kita, bagus untuk negara lain karena terorisme tidak melihat negara, borderless bagi mereka.”
Pelabelan
Berbeda dengan AS yang telah melabelkan beberapa organisasi sebagai kelompok teror, Pemerintah Indonesia tak pernah melakukan hal itu.
JI dan JAT, misalnya, tak pernah dikategorikan Indonesia sebagai teroris berbahaya yang berpotensi mengancam keamanan nasional.
Padahal, kata Adhe, pelabelan organisasi teroris oleh pemerintah dibutuhkan untuk mengedukasi masyarakat awam.
"Agar masyarakat tahu mana (organisasi) terlarang dan mana yang tidak," ujarnya. "Jika sudah tahu tapi masih ngotot bergabung, kan punya dasar hukum untuk diperiksa."
Adapun Al Chaidar dan Rikwanto menilai, pelabelan suatu kelompok sebagai organisasi teroris, seperti dilakukan AS, tak diperlukan di Indonesia.
"Menurut saya, enggak perlu diperjelas. Kalau ada penangkapan anggota kelompok itu, kan, otomatis orang-orang juga sudah tahu," jelas Rikwanto.
Sejauh ini, Indonesia memang belum memiliki regulasi untuk melabel organisasi teroris. Beleid yang terhitung preventif, baru direncanakan bakal ada dalam draf revisi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Pasal 43 A.
Pasal itu menyebutkan penyidik maupun penuntut punya kewenangan untuk menahan seseorang yang diduga terkait kelompok teroris maksimal enam bulan.
Belakangan, aturan itu dianggap beberapa aktivis sebagai celah untuk menyalahgunakan wewenang dan pelanggaran hak asasi manusia. Pembahasan revisi masih berlangsung di Dewan Perwakilan Rakyat.
Wajah lama
JAD dikenal setelah dikaitkan dalam beberapa teror dan rencana serangan di Indonesia.
Mereka disebut dalang aksi teror di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, 14 Januari 2016 yang menewaskan delapan orang – termasuk empat pelaku –dan terlibat aksi bom molotov di sebuah gereja di Kalimantan Timur, yang menewaskan seorang balita, 13 November lalu.
Meski baru dikenal sejak beberapa tahun terakhir, Al Chaidar menyebut sejatinya cikal-bakal kelompok ini telah ada sejak lama. JAD, menurutnya, merupakan turunan Jamaah Islamiyah pimpinan Abu Bakar Baasyir. yang kini mendekam di penjara.
"Berubah dari JI menjadi JAD pada 2013 dan berbaiat kepada ISIS setahun setelahnya," pungkas Al Chaidar.
Tia Asmara di Jakarta turut berkontribusi dalam artikel ini.