Janda dari Pemimpin Kelompok Militan Terafiliasi ISIS Terima Bantuan Renovasi Rumah
2022.03.09
Poso

Janda dari almarhum Ali Kalora, pemimpin Mujahidin Indonesia Timur (MIT) kelompok militan bersenjata terafiliasi ISIS, menerima bantuan renovasi rumah dari pemerintah sebagai bagian dari program deradikalisasi.
Rumah di Desa Kalora, Kecamatan Poso Pesisir Utara yang tadinya bangunan kayu itu sekarang telah berubah menjadi tempat tinggal tembok dengan cat hijau.
Penyerahan kunci rumah kepada Tini Susanti Kaduku, janda dari Ali Kalora, dilakukan dalam acara resmi yang dihadiri oleh Gubernur Sulawesi Tengah Rusdy Mastura, Kepala Kepolisian Daerah Irjen Rudy Sufahriadi dan pejabat lainnya.
“Tentunya kami berterima kasih karena sudah dibantu oleh pemerintah,” kata Tini yang mengenakan kacamata serta berpakain serba hitam dengan niqab kepada wartawan setelah upacara penerimaan kunci rumah pada Selasa.
“Insya Allah saya jalani hidup yang sekarang dan urus anak-anak sekolah. Itu saja,” tambah ibu dari empat anak yang dirinya sendiri juga sempat mendekam tiga tahun di penjara karena pernah menjadi anggota MIT.
Tini bebas pada tahun 2019.
Suaminya, Ali Kalora, tewas dalam kontak tembak dengan satuan tugas TNI-Polri dalam Operasi Madago Raya yang bertujuan untuk menumpas MIT, di Kabupaten Parigi Moutong, pada September 2021 lalu.
Ali menjadi salah satu buronan yang paling dicari aparat keamanan setelah ia memimpin MIT pasca kematian pimpinan utamanya, Santoso alias Abu Wardah, yang tewas diterjang peluru TNI pada Juli 2016 dan penggantinya Basri alias Bagong ditangkap pada September 2017.
Kepala Polda Sulawesi Tengah Irjen Rudy Sufahriadi mengatakan bantuan renovasi tersebut merupakan bentuk kepedulian pemerintah kepada keluarga Ali Kalora.
“Semoga rumah ini menjadi pengikat silaturahmi. Tidak hanya ke keluarga Ali Kalora tetapi juga ke masyarakat di Poso,” ujar Rudy.
“Dari bantuan itu juga kita berharap kehidupan keluarga Ali Kalora, khususnya istri dan anak-anaknya bisa jauh lebih baik kedepannya,” imbuh Rudy.
Tini mengatakan dia tidak memiliki informasi terkait tiga anggota MIT yang masih belum tertangkap.
“Saya tidak tahu yah untuk mereka yang DPO [daftar pencarian orang]. Alhamdulillah, saya hanya akan fokus dengan anak-anak,” tutupnya.
Selain bantuan renovasi rumah, Tini juga mendapat bantuan uang tunai sebsar 10 juta rupiah, dan nantinya akan diberikan bantuan usaha pembuatan roti.
“Bantuan yang diberikan kepada Tini dilakukan sebagai bagian dalam program deradikalisasi juga,” kata Gubernur Rusdy.
Menurut Rusdy, pemerintah akan memberikan pendampingan khusus kepada Tini sehingga bisa memulai usahanya.
“Nanti ada semacam instruktur yang membimbing Tini sehingga bisa lebih mahir membuat roti,” ungkapnya.
Pada minggu lalu pemerintah melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) juga telah membayarkan kompensasi senilai total Rp23,9 miliar untuk 142 korban terorisme dan ahli waris mereka di Sulawesi Tengah, wilayah yang selama ini menjadi lokasi serangan kelompok militan sejak tahun 2000.
Selain Jemaah Islamiyah - sayap dari organisasi teroris al-Qaeda di Asia Tenggara, MIT juga menjadi kelompok militan bersenjata yang barada di belakang pembunuhan sejumlah warga sipil atau aparat di Sulawesi Tengah sejak 2012, kadang dengan cara yang sangat mengenaskan, seperti kepala dipenggal.
Upaya deradikalisasi
Rusdy menambahkan, bahwa pemerintah sebelumnya juga sudah memberikan bantuan kepada beberapa keluarga pengikut MIT lainnya, termasuk keluarga Santoso.
Deputi II Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irjen Ibnu Suhaendra menilai meski pernah menjadi narapidana kasus terorisme, Tini sebagai warga negara Indonesia memiliki hak yang harus dilindungi, “termasuk hak untuk memulai hidup baru sebagai warga yang setia pada NKRI [Negara Kesatuan Republik Indonesia]."
Menurut Ibnu, bantuan yang diberikan kepada Tini merupakan bagian dari program deradikalisasi.
“Dan kita semua berharap Tini tidak lagi kembali ke masa kelamnya bersama MIT,” tambahnya.
MIT pada awal terbentuknya, di bawah kepemimpinan Santoso, sempat beranggotakan hingga sekitar 40-an orang. Dengan diturunkannya operasi gabungan TNI-Polri sejak 2015 dan terus diperpanjang hingga sekarang, sebagian besar anggota MIT telah ditangkap dalam keadaan hidup atau mati saat kontak senjata. Kini diyakini masih sekitar tiga militan MIT bersembunyi di hutan-hutan pegunungan Poso.
MIT adalah salah satu dari dua kelompok militan di Indonesia yang telah berbaiat kepada organisasi ekstrim Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Kelompok lainnya adalah Jamaah Ansharut Daulah (JAD), yang berada dibalik sejumlah aksi terorisme di Indonesia sejak 2016.
Pengamat dan peneliti terorisme di Sulawesi Tengah, Lukman S Tahir, mengatakan, sudah sepatutnya pemerintah memberikan perhatian kepada keluarga MIT, baik dalam bentuk bantuan kebutuhan hidup atau pun bantuan untuk kembali bermasyarakat.
“Tentu ini hal yang sangat baik dilakukan Polda, TNI, BNPT, dan pemerintah. Seharusnya sudah seperti ini, keluarga MIT itu harus didekati, bukan dijauhi,” katanya kepada BenarNews di Palu, Rabu (9/3).
“Sekarang, ketika mereka mendapat perhatian pasti merasa seperti baru dihidupkan kembali, tentu semangat hidupnya tinggi untuk lebih baik,” pungkasnya.