Anggota Senior JI Dihukum 15 Tahun Penjara Terkait Kasus Terorisme

Jaksa yang menuntut Zulkarnaen penjara seumur hidup mengatakan akan ajukan banding.
Arie Firdaus
2022.01.19
Jakarta
Anggota Senior JI Dihukum 15 Tahun Penjara Terkait Kasus Terorisme Polisi mengawal tersangka militan Zulkarnaen (tengah), yang bernama asli Arif Sunarso dan juga dikenal sebagai Aris Sumarsono, setibanya di Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Tangerang, Indonesia, 16 Desember 2020.
AP

Pengadilan di Jakarta pada Rabu (19/1) menyatakan tokoh senior Jemaah Islamiyah (JI) bersalah menyembunyikan informasi tentang rencana serangan dan terduga pelaku terorisme di awal 2000-an dan menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara terhadapnya.

Zulkarnaen, 58, mendirikan dan memimpin gugus kecil yang dinamakan Tim Khos (khusus), yang merupakan kumpulan anggota JI yang disiapkan untuk melakukan serangan terror, kata majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. 

Beberapa anggota Tim Khos termasuk Imam Samudera, Ali Imron, dan Amrozi, kemudian terlibat dalam bom Bali pada 12 Oktober 2002, yang menewaskan 202 orang.

Zulkarnaen, yang bernama asli Arif Sunarso dan juga dikenal sebagai Aris Sumarsono, bersama anggota Tim Khos sempat membahas sebuah rencana teror di Bali, tapi kala itu belum memastikan waktu, lokasi, serta pembagian tugas, menurut hakim yang namanya tidak diumumkan karena alasan keamanan. 

Majlis hakim mengatakan aksi ini dipandang JI sebagai balasan atas serangan tentara Amerika ke Afghanistan, tak lama setelah insiden 11 September 2001 - serangan terkoordinasi oleh kelompok teroris al-Qaeda terhadap Amerika Serikat.

Seperti terungkap di persidangan, Zulkarnaen tidak diberitahu detail pelaksanaan teror bom di Bali oleh anggota Tim Khos.

Kendati begitu, terang hakim, "Unsur pembantuan dan menyembunyikan informasi serta pelaku tindak pidana terorisme terbukti secara sah karena terdakwa tidak melaporkan rencana organisasi."

Vonis ini lebih ringan ketimbang tuntutan jaksa yang menginginkan Zulkarnaen dihukum penjara seumur hidup. 

Jaksa mengatakan berkeberatan atas putusan ini dan akan mengajukan banding.

Sementara Zulkarnaen yang hanya terdiam sepanjang persidangan, dan kuasa hukumnya, Kamsi, menerima putusan majelis. 

Zulkarnaen sempat menjadi buronan selama sekitar 18 tahun sebelum ditangkap pada Desember 2020.

Selain bom Bali, Tim Khos berperan dalam sejumlah aksi teror lain di Tanah Air, seperti bom di Kedutaan Besar Filipina di Jakarta pada 2000, rangkaian bom malam Natal di beberapa daerah pada 2000, dan pengeboman Mal Atrium Senen di Jakarta pada 2001, demikian menurut hakim.

"Peran terdakwa di Tim Khos telah menyebabkan banyak korban jiwa," kata hakim.

Teror bom malam Natal, kata hakim, merupakan aksi balasan JI atas konflik komunal warga Muslim dan Kristen di Ambon, Maluku pada tahun 1999-2000.

JI yang terafiliasi dengan al-Qaeda dinyatakan terlarang oleh pengadilan pada 2008. 

Kepolisian menetapkan Zulkarnaen sebagai buron tak lama usai bom Bali meletus. Menurut kepolisian, ia bersembunyi dari satu kota ke kota lain dan secara rutin mendapat "uang saku" karena dianggap JI sebagai "aset". 

Zulkarnaen terlibat dalam penyusunan Pedoman Umum Perjuangan Jemaah Islamiyah yang merupakan panduan kelompok pada 1993 serta termasuk ke dalam rombongan awal militan Indonesia yang berlatih militer di Afghanistan, menurut otoritas Indonesia.

Selepas dari Afghanistan, Zulkarnaen lalu menambah ilmu militernya di Pakistan, lalu ke Filipina.

Di sela pelarian usai ditetapkan sebagai buronan, Zulkarnaen dikatakan masih sempat pula menginstruksikan anggota tim khos untuk mengamankan senjata milik JI. 

Pada 2006, ia bahkan bertemu dengan Abu Dujana yang disebut aparat hukum terlibat dalam sejumlah teror mematikan di Indonesia seperti bom J.W. Marriot dan Kedutaan Besar Australia di Jakarta.

Keduanya kala itu mendiskusikan rencana kelompok untuk menempatkan militan yang baru pulang berlatih militer di Filipina ke Poso, Sulawesi Tengah, guna bergabung dengan kelompok militan setempat bernama Mujahidin KOMPAK.

Pada masa akhir pelarian di Lampung, Zulkarnaen juga menampung dan menyembunyikan anggota JI yang menjadi buronan polisi atas rangkaian teror bom di Sulawesi Tengah yakni Taufik Bulaga.

Mereka menyaru menjadi peternak dan pedagang unggas, sampai akhirnya ditangkap kepolisian.

Taufik, dikenal pula sebagai Upik Lawanga, telah divonis seumur hidup penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Desember 2021.

Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sempat memasukkan Zulkarnaen ke dalam daftar sanksi karena diduga memiliki keterkaitan dengan pimpinan al-Qaeda, Osama bin Laden. 

Zulkarnaen juga menjadi satu-satunya orang Indonesia yang masuk dalam daftar program “Reward for Justice” Pemerintah Amerika Serikat dengan tawaran hadiah hingga $5 juta bagi siapapun yang berhasil menangkapnya.

Penangkapan anggota JI masih terus dilakukan kepolisian hingga kini.

Dari 370 terduga militan yang berhasil diringkus sepanjang tahun 2021, kepolisian mengklaim mayoritas terafiliasi dengan JI.

Fenomena itu berkebalikan dibanding dua tahun lalu, saat aparat keamanan lebih gencar menangkap anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD), kelompok terafiliasi jaringan ekstrim Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang berada dibalik serangkaian aksi teror di Indonesia sejak 2016 termasuk aksi bom Sarinah Thamrin pada awal 2016, bom Mako Brimob Depok dan tiga gereja di Surabaya pada Mei 2018 serta bom gereja di Makassar pada Maret 2021.

Sejumlah pengamat kepada BenarNews mengatakan bahwa peningkatan intensitas penangkapan anggota JI dilakukan kepolisian setelah aparat menyadari ancaman kelompok yang didirikan ustaz Abu Bakar Ba’asyir itu.

Abu Bakar Ba’asyir, 84, dibebaskan dari penjara tahun lalu setelah menjalani 10 tahun dari 15 tahun hukumannya terkait terorisme.

JI disebut berkamuflase untuk menyebarluaskan pengaruh kelompok itu, salah satunya lewat organisasi berkedok amal dan kemanusiaan Syam Organizer dan Lembaga Baitul Maal Abdurrahman bin Auf (BM-ABA).

Selain itu, JI disebut secara rutin mengirimkan anggota untuk berlatih militer ke Suriah dan mempersilakan anggotanya untuk terlibat dalam kegiatan politik di Indonesia.

Pada November 2021, kepolisian menangkap anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zain An Najah dan Ketua Umum Partai Dakwah Rakyat Indonesia, Ahmad Farid Okbah atas dugaan terkait JI.

“JI mulai berubah, bahwa mereka harus masuk ke dalam sistem untuk pelan-pelan mengambil kekuasaan,” kata Direktur Eksekutif Society Against Radicalism and Violent Extremism (SeRVe) Indonesia, Dete Alijah, kepada BenarNews.

Sejak 2011, JI tidak pernah lagi mendalangi serangan teror di Indonesia. Dalam enam tahun terakhir pelaku serangan teror di Indonesia umumnya berasal dari kelompok JAD.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.