Johnny Plate divonis 15 tahun penjara dalam kasus korupsi BTS
2023.11.08
Jakarta

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Rabu (8/11) menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara kepada mantan Menteri Komunikasi dan Informatika atas keterlibatan dalam praktik rasuah terkait pembangunan infrastruktur komunikasi untuk daerah terluar dan tertinggal di Indonesia.
Johnny G. Plate dinilai terbukti telah terlibat dalam tindakan yang merugikan keuangan negara hingga Rp6.3 triliun, lantaran dana untuk pembangunan base transceiver station (BTS) 4G telah diberikan secara penuh, tapi infrastruktur yang bernilai total Rp28,3 triliun itu belum seluruhnya tuntas dikerjakan.
"Majelis berpendapat unsur dapat merugikan keuangan negara telah terpenuhi dalam perbuatan terdakwa,” kata hakim anggota Sukartono kala membacakan pertimbangan putusan di pengadilan.
Johnny diberhentikan dari jabatan Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tak lama usai ditetapkan sebagai tersangka pada Mei lalu,
Politikus Partai Nasional Demokrat (Nasdem) itu terbukti meminta uang senilai total Rp10 miliar yang dibayarkan sebanyak 20 kali dan Rp1,5 miliar untuk disalurkan ke yayasan pendidikan serta gereja di kampung halamannya di Kupang, Nusa Tenggara Timur, kata majelis hakim.
Majelis yang beranggotakan tiga hakim juga menjatuhkan hukuman denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan terhadap Johnny dan mewajibkannya untuk membayar uang pengganti sebesar Rp15,5 miliar.
Johnny yang mengenakan kemeja biru tampak beberapa kali menggelengkan kepala tiap kali hakim menjabarkan fakta-fakta yang ditemukan sepanjang persidangan.
Melalui kuasa hukum, Johnny pun langsung mengajukan banding atas putusan tersebut.
“Banding Yang Mulia, hari ini juga,” ujar salah seorang kuasa hukum Johnny, Achmad Cholidin.
Vonis hakim ini sesuai tuntutan jaksa pada persidangan sebelumnya yang meminta Johnny dihukum 15 tahun penjara.
Dalam persidangan sama, majelis hakim juga menjatuhkan vonis dua terdakwa lain yakni mantan Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) —lembaga di bawah Kominfo yang mengurusi proyek— Anang Achmad Latif, dan tenaga ahli kementerian Yohan Suryanto. Keduanya terbukti bersama Johnny melakukan tindak pidana korupsi.
Anang divonis 18 tahun penjara, denda Rp1 miliar dan membayar uang pengganti Rp5 miliar —sesuai tuntutan jaksa— sementara Yohan dihukum lima tahun penjara, denda Rp500 juta, dan uang pengganti Rp400 juta.
Anang mengajukan banding atas putusan hakim, sementara Yohan mengaku pikir-pikir.
“Keranjang sampah kesalahan”
Dalam nota pembelaannya, Johnny menyangkal beragam dakwaan yang dialamatkan kepadanya dengan mengeklaim dirinya dijadikan kambing hitam oleh pihak-pihak yang ikut dalam proyek tersebut.
Ia juga mengaku telah mengingatkan pelaksana proyek dan BAKTI untuk menyelesaikan pekerjaan saat diberitahu penyelesaian baru mencapai 80 persen saat pengujung kontrak yakni 31 Desember 2021.
“Faktanya, saya tidak pernah mendapatkan laporan tertulis, khususnya dari Dewan Pengawas BAKTI maupun dari Saudara Anang Achmad Latif sebagai kuasa pengguna anggaran dan Direktur Utama BAKTI yang mengharuskan dilakukannya pemutusan kontrak,” ujar Johnny pada 1 November.
“(Mereka) melemparkan semua kesalahan kepada saya dan menjadikan saya keranjang sampah kesalahan. Saya tidak mengetahui dari mana sumber dana tersebut.”
Johnny merupakan satu dari dua menteri asal Partai Nasdem yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi, selain Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo pada Oktober 2023.
Hingga saat ini terdapat enam menteri yang menjadi tersangka korupsi sepanjang dua periode pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo. Empat lainnya adalah mantan Menteri Sosial Idrus Marham, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, dan mantan Menteri Sosial Juliari Batubara.
Penetapan tersangka Johnny dan Syahrul sempat memancing reaksi keras Partai Nasdem. Ketua partai Surya Paloh sempat menyinggung intervensi politik dalam kasus-kasus hukum yang menjerat kadernya, menyusul langkah partai tersebut mengusung mantan Gubernur Jakarta Anies Baswedan sebagai calon presiden pada pemilihan umum 2024.
Pernyataan Surya tersebut telah dibantah Jokowi.
Total 16 tersangka
Kejaksaan Agung menetapkan total 16 tersangka dalam kasus ini, termasuk tiga terdakwa yang menerima vonis hari ini.
Satu tersangka baru adalah salah seorang pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi pada 4 November. Ia diduga menerima uang Rp40 miliar terkait jabatannya sebagai pihak pemeriksa kelayakan proyek.
Pesakitan lain adalah termasuk beberapa pengusaha rekanan Kominfo, pejabat pembuat komitmen proyek, kepala divisi di BAKTI, tenaga ahli Kominfo, dan kepala Human Development Universitas Indonesia.
Merujuk laporan BPK dalam rencana awal yang digagas pada 2020, Kementerian Kominfo menargetkan pembangunan sekitar 10.000 BTS 4G di ribuan desa di Indonesia, terutama di wilayah terluar dan terpencil, sebagai bentuk dukungan rencana transformasi digital yang digagas Presiden Jokowi.
Sebanyak 7.904 BTS di lokasi terpencil dan tertinggal dibangun oleh BAKTI sementara sisanya dilimpahkan kepada pihak swasta.
Namun belakangan, pengerjaan infrastruktur yang dibagi ke dalam lima paket tersebut berjalan lamban. Hingga Mei 2022, tercatat baru 1.179 BTS yang dituntaskan.
Kelambanan dipicu sejumlah hal seperti pandemi COVID-19, penghentian produksi perangkat 4G yang membuat vendor tidak dapat beroperasi penuh, dan kondisi keamanan terutama di Papua yang membuat pengerjaan terganggu.
Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh dalam pernyataan pers pada pada Mei mengatakan, modus korupsi antara lain dengan memasukkan biaya untuk kegiatan penyusunan kajian pendukung, penggelembungan harga bahan baku, dan membayar BTS yang belum terbangun.
Sampai saat ini, Kejaksaan Agung terus memeriksa sejumlah nama yang disebut-sebut dalam persidangan, salah satunya Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo.
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Tibiko Zabar, mendesak Kejaksaan Agung untuk memeriksa anggota BPK lain, seiring penetapan Achsanul sebagai tersangka.
Perihal tersebut dibutuhkan untuk mengungkap apakah pemeriksaan proyek BTS di BPK telah sesuai prosedur dan tepat, kata Tibiko saat dihubungi.
“Apakah ada keterlibatan anggota BPK lain yang diduga memengaruhi pemeriksaan. Jangan-jangan ada yang tidak lengkap,” katanya.