Jokowi: Hubungan Indonesia dan Australia Tetap Baik
2017.01.05
Jakarta

Presiden Joko “Jokowi” Widodo menegaskan bahwa hubungan bilateral Indonesia dan Australia tetap baik meski ada penghentian sementara kerja sama militer kedua negara.
“Saya kira hubungan kita dengan Australia, ya masih dalam kondisi baik-baik saja. Hanya mungkin di tingkat operasional, ini yang perlu disampaikan agar situasinya tidak panas,” katanya pada wartawan usai membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pembangunan Pertanian di Jakarta, Kamis, 5 Januari 2017.
Jokowi mengaku, dia telah mendapat laporan dari Menteri Pertahanan dan Panglima TNI terkait penghentian kerja sama militer dengan Australian Defence Force (ADF).
“Ini masalahnya biar di-clear-kan dulu lah, karena juga masalah itu meskipun di tingkat operasional, tapi kan masalah prinsip,” tegasnya.
Dia menambahkan, kedua negara telah sepakat untuk saling menghormati, menghargai, dan tidak campur tangan urusan dalam negeri.
Jokowi sudah memerintahkan Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo untuk menangani masalah tersebut agar tidak sampai mengganggu hubungan bilateral kedua negara.
‘Pelatihan bahasa’
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Wiranto, menyatakan penghentian kerja sama militer dengan Australia hanya sebatas “program kerjasama pelatihan bahasa di satuan khusus Australia, dikarenakan terjadi kasus yang menyinggung kehormatan bangsa pada bulan November 2016”.
Seorang instruktur Indonesia dari Komando Pasukan Khusus (Kopassus) yang mengajar di sebuah barak akademi militer Australia di Perth mengajukan protes bulan November tahun lalu setelah mendapatkan adanya materi yang dinilai menghina martabat Indonesia, di tempat itu.
“Berarti bukan pemutusan kerja sama pertahanan secara menyeluruh, seperti yang diberitakan di banyak media,” kata Wiranto dalam jumpa pers bersama Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi dan Menhan Ryarmirzad Ryacudu, di Istana Kepresidenan, Kamis siang.
“Panglima TNI kemudian melakukan langkah-langkah sementara dihentikan kerja sama pelatihan bahasa itu, bukan menghentikan kerja sama pertahanan. Jadi amat sangat jauh bedanya. Jadi betul-betul bukan menghentikan seluruh kegiatan kerja sama pertahanan,” ujar Wiranto.
Dia menambahkan, kerja sama akan dilanjutkan jika Australia sudah melakukan langkah-langkah penyelesaian kasus tersebut.
“Sudah dilakukan investigasi dan sudah dilakukan skorsing komandan pelatihan bahasa itu. Dari hasil akhir ada pemberitaan bahwa yang bersangkutan akan diberikan sanksi hukuman,” ujar Wiranto.
Sehari sebelumnya media memberitakan TNI memutuskan menghentikan kerja sama militer dengan ADF di semua bidang, mulai dari pendidikan, latihan bersama, hingga kunjungan antarpejabat militer kedua negara, sebagai respons terhadap dugaan penghinaan yang dilakukan Australia itu.
Pelecehan dan permintaan maaf
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengungkapkan pelecehan yang dilakukan militer Australia adalah menyebutkan Pancasila dengan “Pancagila”.
"Tentang tentara yang dulu, Timor Leste, Papua harus merdeka dan tentang Pancasila yang diplesetkan jadi Pancagila," tegasnya kepada wartawan di Jakarta, Kamis.
"Pada saat mengajar di sana, ditemukan hal tidak etis sebagai negara sahabat yang mendiskresikan TNI dan bangsa Indonesia, bahkan ideologi bangsa Indonesia."
Gatot mengaku sudah menerima surat permohonan maaf dari militer negara Kangguru itu, yang dikirim Kepala Angkatan Udara Australia Marsekal Mark Binskin.
"Saya dengan Marsekal AU Mark Binskin bersahabat. Akhirnya beliau mengirim surat kepada saya, permohonan maaf," jelas Gatot.
Militer Australia juga sedang menginvestigasi terkait dugaan kurikulum yang menghina TNI dan Pancasila serta berjanji akan memperbaiki kurikulum tersebut.
Media Australia juga melaporkan bahwa Jenderal Nurmantyo mengatakan Indonesia akan menghentikan pengiriman tentara terbaiknya ke Australia dengan alasan kekhawatiran mereka akan “direkrut” militer Australia. Kekhawatiran ini dibantah oleh Menhan Australia, Marise Payne, yang mengatakan hal itu tidak berdasar dan “sesuatu yang tidak mungkin terjadi”, seperti dikutip di ABC.
Langkah tepat
Guru besar hukum internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana yang ditanya BeritaBenar mengatakan tindakan TNI menangguhkan sementara kerja sama militer dengan Australia sebagai langkah tepat.
"Penangguhan kerja sama merupakan tindakan tepat karena Panglima ADF menjanjikan untuk melakukan investigas atas masalah ini. Penangguhan dilakukan selama investigasi berlangsung hingga hasil nantinya diumumkan," ujarnya.
Menurut Hikmahanto, ada tiga hal yang menjadi persoalan sehingga TNI memutuskan penghentian sementara kerja sama militer dengan Australia.
Pertama, pendiskreditan peran Sarwo Edhie dalam Gerakan 30 September PKI. Kedua, esai yang ditulis peserta didik terkait masalah Papua dan terakhir tulisan Pancagila di ruang Kepala Sekolah yang melecehkan Pancasila.
Dia menambahkan, kasus ini bagi Indonesia menjadi preseden baik agar Australia tidak mudah melecehkan tokoh Indonesia dan mengangkat isu sensitif bagi Indonesia.
Pendapat senada disampaikan pakar hubungan internasional, Melda Kamil Ariadno. Ia mengatakan hubungan kerja sama harus dilandasi saling percaya dan menghormati.
"Jika benar ada tindakan melecehkan lambang negara, saya rasa langkah tersebut sudah tepat," ujarnya kepada BeritaBenar.
"Indonesia sudah saatnya menegakkan harga diri bangsa di mata negara manapun."
Penghentian kerja sama militer Indonesia dan Australia bukan kali pertama terjadi. Pada 2013, Indonesia memutuskan kerja sama setelah terkuak penyadapan Badan Intelijen Australia (ASIO) terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Penyadapan itu terbongkar dari informasi yang dibocorkan Edward Snowden, mantan kontraktor Badan Nasional Keamanan Amerika Serikat (NSA).
Panasnya hubungan bilateral Indonesia dan Australia yang berujung penghentian kerja sama militer mereda setelah Kementerian Luar Negeri kedua negara menandatangani kode etik terkait perilaku penyadapan di Nusa Dua, Bali, pada 2014.