Jokowi Tolak Bayar Tebusan Sandera Abu Sayyaf

Ismira Lutfia Tisnadibrata
2016.04.26
Jakarta
160426_ID_rescueAbuSayyaf_1000.jpg Dalam foto tertanggal 6 Desember 2014 ini seorang warga negara Swiss yang disandera hampir 3 tahun oleh kelompok Abu Sayyaf berhasil diselamatkan militer Filipina dan tiba di rumah sakit di Jolo, Mindanao, Filipina.
AFP

Presiden Joko “Jokowi” Widodo menegaskan bahwa Pemerintah Indonesia tidak pernah berkompromi untuk membayar uang tebusan kepada kelompok militan Abu Sayyaf yang menyandera 14 warga negara Indonesia (WNI) di kawasan Filipina Selatan.

"Kita tidak pernah berkompromi dengan hal-hal seperti itu. Jadi tak ada urusan dengan yang namanya uang tebusan," katanya kepada para wartawan di Istana Negara, Jakarta, Selasa, 26 April 2016.

Menurutnya, Indonesia terus menjalin komunikasi dengan Filipina dan penyandera untuk memastikan para sandera dalam kondisi baik. Dia berharap Pemerintah Filipina bisa segera membebaskan ke-14 WNI yang disandera.

Jokowi tidak memperkirakan berapa lama waktu diperlukan untuk membebaskan para sandera karena ada beberapa kesulitan dihadapi di lapangan. Namun demikian, Jokowi optimistis bahwa penyanderaan bisa segera diselesaikan.

“Tidak semudah itu, ini persoalan tidak mudah. Di wilayah sana juga sedang dikepung oleh tentara Filipina. Kita juga tahu, kemarin sandera sudah dipindah lagi ke tempat lain. Sandera yang dipindah-pindah ini sangat menyulitkan kita. Tapi Insya Allah segera kita selesaikan,” ujar Jokowi.

Sementara itu kelompok militan yang telah berbaiat kepada Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) tersebut dilaporkan telah mengeksekusi seorang tawanan asal Kanada, John Risdel, pada 25 April 2016, setelah enam bulan disandera dan batas pembayaran uang tebusannya berakhir.

Patroli bersama

Jokowi mengatakan Indonesia akan mengadakan patroli bersama Filipina dan Malaysia untuk menjaga wilayah perairan ketiga negara dan menghindari kemungkinan terjadinya kembali penyanderaan oleh kelompok teroris Abu Sayyaf.

Untuk itu, Jokowi menambahkan Indonesia akan menggelar pertemuan para menteri luar negeri ketiga negara dalam minggu ini.

“Minggu ini kita akan ketemu di sini, kita akan mendiskusikan kemungkinan untuk melakukan patroli bersama sehingga memastikan bahwa kawasan itu betul-betul pada kondisi aman,” ujar Jokowi.

Namun pemerintah belum mengumumkan kapan tepatnya pertemuan ketiga menteri luar negeri itu akan berlangsung. Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan Kamis lalu bahwa pertemuan itu akan dilanjuti dengan pertemuan panglima angkatan bersenjata ketiga negara pada 3 Mei.

“Kami tidak mau melihat wilayah ini menjadi Somalia yang baru,” ujar Luhut merujuk pada kasus pembajakan kapal yang terjadi di perairan Somalia dalam beberapa tahun terakhir.

Perusahaan operator kapal Brahma 12 dan Anand 12 dikabarkan telah menyetujui untuk membayar tebusan 50 juta peso atau sekitar Rp14,3 miliar yang diminta penculik, walau pemerintah tidak menyetujui opsi itu sebagai penyelesaian.

“Tapi itu perusahaan (yang negosiasi), pemerintah tidak terlibat, karena itu karyawan mereka. Bila tidak dibayar nanti mereka diminta pertanggungjawabannya (oleh keluarga awak kapal),” ujar Luhut.

TNI tidak dapat masuk

Jokowi mengatakan salah satu yang menyulitkan upaya penyelamatan adalah Filipina belum mengijinkan TNI untuk masuk ke wilayahnya.

“Kita harus sadar bahwa itu berada di negara lain. Kalau kita ingin mengerahkan TNI misalnya, juga perlu izin. Pemerintah Filipina juga harus mendapat persetujuan dari parlemen. Ini yang memang sangat menyulitkan kita,” ujar Jokowi.

Seperti diketahui bahwa 10 WNI merupakan awak kapal tunda Brahma 12 yang sedang menarik tongkang Anand 12 bermuatan 7.000 ton batubara yang dibajak kelompok Abu Sayyaf dalam perjalanan dari Kalimantan menuju Filipina, akhir Maret lalu.

Sementara empat awak kapal lain disandera dari kapal tunda Cristi yang sedang berlayar kembali ke Indonesia dari Filipina bersama sebuah kapal tongkang di wilayah perbatasan maritim Malaysia dan Filipina pada 16 April lalu.

Enam awak kapal termasuk seorang yang mengalami luka tembak diselamatkan otoritas Malaysia. Kelima awak kapal itu telah kembali ke Indonesia hari Minggu lalu, sementara yang mengalami luka tembak masih menjalani perawatan medis di Malaysia.

Selain ke-14 WNI, empat awak kapal Malaysia juga disandera kelompok pembajak laut yang menyerang kapal Massive 6 pada 1 April di perairan yang sama. Pada peristiwa itu, awak kapal dari Indonesia and Myanmar dibebaskan kawanan perompak.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.