Kebahagiaan Pengungsi Rohingya Menempati Barak Terintegrasi di Aceh

Oleh Nurdin Hasan
2015.08.07
150807_ID_NURDIN_HASAN_ACEH_ARAK_700.jpg Seorang pengungsi Rohingya membawa barang miliknya sedang berjalan memasuki komplek barak penampungan terintegrasi di Desa Blang Ado, Kecamatan Kuta Makmur, Kabupaten Aceh Utara, Kamis, 6 Agustus 2014.
BeritaBenar

Muhammad Shorif (16), pamannya Kifayatullah (20) bersama dua sahabat mereka mengumbar senyum ketika memperlihatkan ruangan berdinding papan ukuran 5 x 4 meter, yang akan menjadi tempat tinggal mereka.

Barang milik mereka dalam beberapa koper dan tas diletakkan di satu sudut kamar berlantai tripek tebal.

Terlihat empat kasur dilipat di sudut ruangan lain dan sebuah kipas angin berdiri dekat dinding.

“Saya sangat senang tinggal di sini,” ungkap Shorif kepada BeritaBenar di komplek barak penampungan terintegrasi (Integrated Community Tempat penampungan /ICS), tempat tinggal barunya di Desa Blang Ado, Kecamatan Kuta Makmur, Kabupaten Aceh Utara, Jumat, 7 Agustus.

Shorif adalah seorang remaja pengungsi Muslim Rohingya. Bersama 322 warga etnis Rohingya, Myanmar, dan 257 pencari kerja Bangladesh yang menumpang perahu kayu, dia terdampar di perairan Selat Malaka kawasan Aceh Utara, 10 Mei lalu, setelah tiga bulan terkatung-katung di laut.

Sehari sebelumnya, Shorif dan 323 pengungsi etnis Rohingya terdiri dari 97 pria, 37 perempuan, dan 188 anak-anak, termasuk seorang bayi yang lahir tanggal 5 Agustus, dipindahkan ke barak kayu.

Sebelumnya, mereka ditampung dalam dua bangunan di Gedung Balai Latihan Kerja (BLK) milik Pemerintah Kabupaten Aceh Utara, sejak 17 Juli 2015, yang letaknya di samping barak.

Shorif yang sudah mampu berbahasa Indonesia sepatah dua patah kata mengatakan bahwa barak penampungan itu lebih bagus dibandingkan kamp pengungsian tempat dia bersama keluarganya tinggal di perbatasan Myanmar dan Bangladesh.

Belajar Bahasa Indonesia

Shorif memutuskan untuk meninggalkan kamp pengungsian karena tak ada harapan hidup di kampung halamannya.

Dia bermaksud pergi ke Malaysia untuk melanjutkan pendidikannya guna menggapai cita-cita sebagai dokter. Seorang adik ibunya tinggal di Kuala Lumpur.

Tetapi nasib berkata lain. Perahu kayu yang ditumpanginya bersama ratusan pengungsi Rohingya dan pencari kerja Bangladesh terdampar di Aceh Utara setelah ditinggalkan kapten dan anak buahnya.

“Selama di Aceh, saya mulai belajar bahasa Indonesia. Para relawan kemanusiaan juga mengajarkan pengungsi Rohingya dengan berbagai ketrampilan. Kami berterima kasih atas kebaikan yang diberikan warga Aceh,” ujar Shorif, sambil tersenyum.

Para pengungsi Rohingya bergegas menuju ke barak sambil menenteng dan memanggul barang mereka. Anak-anak juga dengan penuh semangat membawa barang bawaan semampunya.

Setelah meletakkan barang bawaan dalam kamar, anak-anak bermain sambil tertawa gembira. Sedangkan kaum ibu dan lelaki dewasa merapikan barang-barang milik mereka.

“Kami merasa kerja keras selama ini, seperti terbayarkan. Melihat keceriaan anak-anak pengungsi saat masuk tempat perlindungan demikian bersemangat, membuat kami terharu,” ujar Laila Khalidah, seorang relawan kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT).

Hunian pengungsi terlengkap

Komplek barak penampungan terintegrasi di lahan seluas 5 hektar yang disediakan oleh Pemerintah Aceh Utara dibangun organisasi kemanusiaan ACT bersama Komite Nasional untuk Solidaritas Rohingya (KNSR) dengan total biaya Rp 6 milyar.

Relasi Media KNSR Aceh Utara, Zainal Bakri menyebutkan, dana pembangunan barak bersumber dari partisipasi berbagai pihak baik perorangan maupun lembaga dalam dan luar negeri.

Pembangunannya selesai dikerjakan dalam kurun waktu dua bulan.

“Komplek memiliki 120 tempat penampungan yang terbagi dalam 15 blok. Barak ini juga dilengkapi 42 pintu MCK, dapur umum, tempat belajar anak, klinik kesehatan, masjid sekaligus merangkap aula, taman bermain anak-anak dan fasilitas air bersih,” jelasnya kepada BeritaBenar, Jumat.

“Menurut pengakuan beberapa pihak, tempat penampungan ini menjadi kawasan hunian pengungsi terlengkap yang pernah ada di Indonesia, bahkan mungkin dunia,” kata Zainal seraya menjelaskan bahwa sejumlah lembaga dunia yang berkunjung memberikan apresiasi luar biasa.

Zainal menambahkan bahwa barak panggung setinggi 40 centimeter dari permukaan tanah itu dibagi dalam tiga bagian yaitu untuk keluarga, perempuan dan laki-laki.

Sejak ditampung di Gedung BLK, para relawan dari berbagai organisasi kemanusiaan telah mulai melatih pengungsi Rohingya dengan berbagai ketrampilan kerajinan dan bercocok tanam.

“Diharapkan nanti setelah mereka mendapatkan suaka di negara ketiga, mereka bisa bekerja. Selama berada di barak, mereka juga akan terus dibina dengan berbagai ketrampilan,” ujarnya.

18 pasangan Rohingya ingin menikah

Sementara itu, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemerintah Aceh Utara, Amir Hamzah mengatakan, 18 pasangan pengungsi etnis Rohingya yang kini ditampung di barak tersebut telah meminta untuk dinikahkan sesama mereka.

"Mereka melapor kepada kami dua pekan lalu akan keinginan untuk menikah karena sudah ada rasa suka sama suka," katanya kepada BeritaBenar, Jumat, 7 Agustus.

Permohonan ke-18 pasangan pengungsi Rohingya itu sudah disampaikan ke pejabat Imigrasi Lhokseumawe dan Komisioner Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR).

“Pihak UNHCR telah memberi pernyataan, pasangan pengungsi dipersilahkan untuk menikah jika sudah berumur 18 tahun ke atas,” katanya, seraya menambahkan bahwa pemerintah Aceh Utara siap memfasilitasi.

Tetapi, dia mengaku belum mengetahui secara pasti kapan mereka akan dinikahkan karena masih menunggu pendataan yang dilakukan staf UNHCR terkait usia mereka.

“Mungkin nanti akan dibuatkan pesta pernikahan meriah secara massal dengan adat Aceh,” katanya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.