Pengakuan bersalah Boeing kecewakan keluarga korban kecelakaan pesawat

“Kenapa harus sekarang baru mengaku, kenapa tidak sejak dulu?”
Tria Dianti
2024.07.10
Jakarta
Pengakuan bersalah Boeing kecewakan keluarga korban kecelakaan pesawat Keluarga korban kecelakaan pesawat terbang Boeing berunjuk rasa sebelum CEO Boeing Dave Calhoun (depan) bersaksi dalam sidang dengar pendapat Senat di Washington, DC, Amerika Serikat, 18 Juni 2024.
Samuel Corum/AFP

Diperbarui pada Kamis, 11 Juli 2024, 08:40 WIB

Pengakuan bersalah Boeing, yang membuat perusahaan tersebut terhindar dari sanksi pidana atas insiden dua kecelakaan pesawat jenis 737 MAX yang menewaskan total 346 orang, telah memicu kemarahan keluarga korban kecelakaan di Indonesia.

Bagi Neuis Marpuah, 52, cara Boeing menghindari tanggung jawab terhadap korban melalui pengakuan bersalah tersebut telah mengingatkan dia akan putrinya, Vivian Hasna Afifa, yang menjadi salah seorang dari 189 korban tewas pada penerbangan Lion Air nomor JT-610 yang jatuh di Laut Jawa pada 29 Oktober 2018. 

Kala itu, Vivian, 23, yang bekerja di perusahaan start-up, mendapat tugas ke Bangka Belitung dalam rangka kerja sama pejabat gubernur di Pangkal Pinang, menurut Neuis.

Naas, sesaat mengudara, pesawat tersebut jatuh, menewaskan seluruh penumpang di dalamnya. Jenazah anak sulungnya itu tak berhasil ditemukan.

Dari ujung telepon, sambil menangis, Neuis menyampaikan pengakuan kepada BenarNews bahwa kabar tentang pengakuan Boeing sangat menyakitkan hatinya.

“Kenapa harus sekarang baru mengaku, kenapa tidak sejak dulu? Kenapa harus diusut dulu bertahun-tahun baru mengaku,” kata Neuis kepada BenarNews.

“Bagi saya yang sudah menutup rapat masalah ini jadi menambah panjang kesedihan dan penderitaan kami, Saya jadi teringat lagi putri saya,” ujar dia.

Neuis mengatakan seharusnya pihak Boeing menarik produknya jika ada kegagalan produk dan tidak menunggu korban berikutnya.

“Kita ini kalau bicara takdir memang sudah takdir. Namun saya seorang ibu yang kehilangan anaknya. Sedih sekali,” kata Neuis sambil terisak.

“Apalagi saya tidak bisa mengunjungi pusara anak saya, saya tidak bisa ziarah karena jasad anak saya tidak ditemukan.”

Dia berharap terkuaknya kasus ini akan membuka pihak mana saja yang bersalah dan bertanggung jawab atas peristiwa ini.

“Yang bersalah ya hukum ya hukum saja, berdasarkan keadilan. Sementara terkait teknis yang bisa dibenahi ya diperbaiki produknya agar tidak kecelakaan lagi,” kata Neuis.

Dalam artikel VOA, Departemen Kehakiman AS juga melaporkan Boeing telah melanggar perjanjian yang selama ini melindungi perusahaan tersebut dari jerat hukum selama tiga tahun.

Dua kecelakaan Boeing 737 MAX mengakibatkan 346 orang tewas dalam kurun waktu lima bulan di tahun 2018 dan 2019.

Jaksa pemerintahan federal AS memberikan Boeing pilihan untuk mengajukan pengakuan bersalah dan membayar denda atau menghadapi pengadilan atas tuduhan kriminal konspirasi untuk menipu AS.

Pemerintah AS, yang menyetujui pesawat tersebut dan melakukan pelatihan pilot, menuduh Boeing telah melakukan penipuan.

Selain pengakuan bersalah dan denda, pemerintah AS akan menunjuk pemantau independen untuk mengawasi metode keselamatan dan kualitas Boeing selama tiga tahun.

Boeing juga harus mengeluarkan setidaknya $455 juta (Rp7,4 triliun) untuk program kepatuhan dan keselamatan.

Pada Januari 2024, panel pintu pada pesawat Boeing yang dioperasikan Alaska Airlines copot tak lama setelah lepas landas sehingga harus dilakukan pendaratan darurat — tak ada korban jiwa dalam insiden tersebut.

Departemen Kehakiman AS membantah pihaknya melindungi Boeing dari berbagai insiden tersebut.

000_33AY2DR.jpg
Nadia Milleron, yang kehilangan putrinya Samya Stuno dalam kecelakaan Boeing 737 MAX di Ethiopia pada 10 Maret 2019, berbicara pada aksi protes di depan kantor Boeing di Arlington, Virginia, Amerika Serikat, pada 10 Maret 2023 untuk mengenang empat tahun peristiwa pilu itu. [Olivier Douliery/AFP]

Sanksi pidana

Senada dengan Neuis, Anton Sahadi, yang istrinya kehilangan dua sepupunya yang berusia 24 tahun, Riyan Aryandi dan Ravi Andrian, mengatakan pengakuan itu jelas menggambarkan Boeing juga terlibat dalam dugaan pemalsuan data untuk memuluskan rencana mereka sehingga jenis pesawat Boeing 737 MAX-8 berhasil mereka jual.

“Departemen Kehakiman (DoJ) Amerika menurut saya sudah memberi celah untuk Boeing terbebaskan dari segala tuntutan, sehingga Boeing hanya cukup minta maaf dan mengakuinya. 

“Seharusnya Boeing itu harus dikasih sanksi pidana, karena ini adalah kejahatan serius yang mengakibatkan tewasnya 189 korban,” kata Anton, yang juga juru bicara pihak keluarga korban.

“Saya merasa ini sangat tidak adil jika hanya itu sanksi bagi Boeing, seharusnya semua yang terlibat dalam menyatakan bahwa pesawat itu layak untuk dijual seharusnya dikenakan sanksi pidana semua,” kata dia.

Dilansir Reuters, pengakuan bersalah berpotensi mengancam kemampuan perusahaan untuk mendapatkan kontrak pemerintah seperti departemen pertahanan AS dan NASA.

Setahun setelah kecelakaan itu, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Indonesia menyimpulkan bahwa cacat desain dan kurangnya panduan bagi pilot pada fitur sistem penerbangan Boeing 737 MAX-8 menjadi pemicu musibah jatuhnya Lion Air JT 610.

Dalam laporan penyelidikannya, KNKT menyimpulkan penyebab kecelakaan pesawat itu, pada 2019 silam, terkait dengan sistem kontrol penerbangan yang dikenal dengan Manoeuvring Characteristics Augmentation System (MCAS), yang merupakan fitur baru yang sejatinya untuk mempermudah terbangnya pesawat.

Sementara pilot kecelakaan Ethiopian Airlines dilaporkan mengetahui tentang masalah sistem kontrol pesawat tersebut tapi masih tidak dapat mengendalikan pesawat sehingga kecelakaan masih terjadi.

Pengakuan bersalah Boeing akan diajukan ke pengadilan distrik AS di negara bagian Texas barat daya. Hakim Reed O’Connor menyebut perilaku Boeing sebagai “tindakan kriminal yang mengerikan”.

BenarNews juga berusaha menghubungi pihak pengacara korban Lion Air JT610, Manuel Von Ribbeck dari firma hukum Ribbeck Law Chartered namun belum beroleh tanggapan hingga berita ini ditayangkan. 

Kementerian Perhubungan Indonesia meminta Boeing mengembalikan kepercayaan publik, mengingat produsen pesawat asal AS ini menghadapi krisis kepercayaan publik dalam beberapa waktu terakhir.

"Kemenhub mendorong Boeing untuk dapat secepatnya mengembalikan kepercayaan publik... sejak dua kecelakaan yang melibatkan pesawat 737 MAX pada tahun 2018 (insiden Lion Air Indonesia) dan 2019 (insiden Ethiopian Airlines)," tulis Kementerian dalam keterangannya, Selasa.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.