Keluarga Sandera, Ketika Suara Motor Disangka Ayah Pulang

Gunawan
2016.07.15
Samarinda
160715_ID_hostagefamily_1000.jpg Dian Megawati Ahmad (kiri, berjilbab hitam) dan keluarga tugboat Charles 001 menunggu kabar ABK yang disandera Abu Sayyaf di mess PT Rusianto Bersaudara di Samarinda, Kalimantan Timur, 22 Juni 2016.
Gunawan/BeritaBenar

Adib Akram Ismail (2) bermain sendiri di pojok ruang tamu rumahnya. Sesekali, bocah itu menengok ke jalan yang berseberangan rumahnya. Satu sepeda motor melaju kencang, melibas aspal Jalan Bangsalan Sungai Kapis, Samarinda, Kalimantan Timur.

Raut mukanya mendadak sumringah. Pengendara motor yang memakai helm full face itu melintas sekejap. Helm itu mirip dengan yang biasa dikenakan ayahnya.

“Dia rindu pada ayahnya. Kalau ada suara motor, Adib pikir ayahnya pulang. Ini yang membuat saya sedih,” tutur Dian Megawati Ahmad (29) , istri Ismail, kepada BeritaBenar, Kamis, 14 Juli 2016.

Ismail adalah seorang dari tujuh anak buah kapal (ABK) tugboat Charles 001 tk Robby 152 yang disandera militan Abu Sayyaf di kawasan Pulau Sulu, Filipina Selatan, sejak 20 Juni lalu.

Mereka diculik di perairan Tawi Tawi ketika berlayar pulang dari Filipina ke Samarinda usai mengirim batu bara.

Selain Ismail yang merupakan mualim I, enam ABK lain yakni Ferry Arifin (nahkoda), Muh. Mahbrur Dahri (kepala kamar mesin), Edi Suryono (masinis II), Muh. Nasir (masinis III), Muh. Sofyan (oilman) dan Robin Piter (juru mudi), ikut disandera.

Sedangkan enam ABK lain dilepas kelompok yang telah berbaiat kepada Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) itu. Para penyandera dikabarkan menuntut tebusan sebesar 20 juta Ringgit Malaysia atau hampir mencapai Rp65 milyar.

Penyanderaan ini pertama kali dilaporkan Megawati setelah ditelepon suaminya yang mengabarkan mereka diculik Abu Sayyaf. Awalnya, pemerintah sempat tidak percaya, menyebutnya sebagai berita bohong.

Pada 9 Juli 2016, tiga lagi ABK Indonesia yang bekerja pada kapal Malaysia diculik Abu Sayyaf dari perairan Lahad Datu, Negara Bagian Sabah, Malaysia, menjadikan total 10 warga Indonesia saat ini berada dalam sekapan kelompok militan itu.

Sebelumnya 14 ABK Indonesia juga disandera dalam dua penculikan yang berbeda oleh kelompok yang sama, namun telah dibebaskan pada Mei 2016.

Lebaran terberat

Perempuan berjilbab itu menyebutkan Lebaran yang baru saja berlalu merupakan momentum terberat dalam hidupnya. Ia terpaksa berlebaran di rumah kontrakan, hanya ditemani satu-satunya buah hatinya dengan Ismail.

Sebagai perantau dari Sulawesi, Megawati mengaku cobaan yang dihadapinya makin berat karena tidak ada sanak-saudara di Borneo.

“Kami sendirian di Kalimantan, tanpa famili. Hanya saya dan Adib berdua di rumah ini. Setiap malam hanya bisa menangis tanpa ada keluarga yang menghibur,” keluhnya.

Lazimnya orang Islam, Megawati tetap menyajikan camilan sekadarnya menyambut Idul Fitri.

“Para tetangga yang datang hanya untuk menunjukkan ikut bersimpati pada keluarga kami. Mereka menyadari kalau kami sedang tertimpa musibah karena suami saya tak jelas keberadaannya,” ungkap Megawati yang dinikahi Ismail sekitar lima tahun lalu.

Harapan satu satunya adalah menanti berita dari PT Rusianto Bersaudara. Perusahaan operator Charles 001 rutin mengabarkan informasi terbaru yang mereka peroleh dari Kementerian Luar Negeri Indonesia.

“Mereka bilang kondisi suami saya baik-baik saja,” tutur Megawati.

Ismail bermain dengan putranya Adib Akram Ismail di rumah mereka di Samarinda, awal Mei 2016. (Dok. Keluarga)

Komitmen perusahaan

Perwakilan keluarga sandera, Kapten Ginting, menyatakan bahwa pihaknya menuntut tanggung jawab penuh dari perusahaan dalam pemulangan ketujuh ABK. Selain itu, para keluarga yang ditinggalkan ABK juga harus mendapat haknya.

“Mereka sudah menyatakan perusahaan menyiapkan apapun yang dibutuhkan dalam pemulangan para sandera dan hak-hak keluarga ditinggalkan. Mereka siap 100 persen bila memang dibutuhkan,” paparnya kepada BeritaBenar.

Komitmen ini menjawab tuntutan tebusan yang konon sudah dilayangkan kelompok Abu Sayyaf. Menurut Ginting, perusahaan sudah tidak mempersoalkan besaran dana menjadi tuntutan kelompok bersenjata.

“Perusahaan masih memberikan hak karyawan pada keluarga mereka di Samarinda,” jelasnya, yang diamini Megawati ketika dikonfirmasi.

Tapi, tambah Ginting, perusahaannya telah menyerahkan upaya pembebasan sandera kepada Pemerintah Indonesia. Dalam beberapa kesempatan, pejabat tinggi di Jakarta menegaskan bahwa pembayaran tebusan bukan opsi pemerintah.

“Upaya pembebasan diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah. Perusahaan akan mendukung penuh apapun yang diperlukan bagi pembebasan mereka,” kata Ginting, seorang nahkoda kapal yang sudah 17 tahun bekerja di PT Rusianto Bersaudara.

Hentikan kirim batu bara

Karenanya, Ginting mendukung langkah perusahaan yang menghentikan seluruh rute pengiriman batu bara ke Filipina. Sejumlah kapal tugboat PT Rusianto hanya melayani jasa pengiriman batu bara tujuan Pulau Jawa dan sekitarnya.

“Sudah tak ada lagi pengiriman ke Filipina semenjak ada moratorium dari pemerintah,” ujarnya.

Humas PT Rusianto Bersaudara, Taufikrahman, membenarkan hal itu.

“Sejak ada pembajakan ini, kami sudah tidak lagi mengirimkan batu bara ke Filipina,” jelasnya, seraya berharap ketujuh ABK segera dibebaskan.

Taufik mengaku kebijakan ini berdampak negatif pada pendapatan perusahaan yang memfokuskan jasa distribusi batu bara ke Filipina. Ia berharap Pemerintah Indonesia dan Filipina bisa mengamankan jalur pelayaran kedua negara.

Megawati, Adib, dan para keluarga sandera lain sangat berharap orang-orang yang mereka cintai bisa segera bebas. Adib tentu ingin saat mendengar suara motor, benar-benar ayahnya yang pulang.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.