10 ABK Masih Tersandera, 1 WNI Kembali Diculik
2016.08.09
Jakarta

Penyanderaan terhadap warga negara Indonesia (WNI) oleh kelompok militan bersenjata di Filipina Selatan kian marak terjadi. Kasus terbaru dialami seorang WNI yang bekerja sebagai kapten kapal berbendera Malaysia, Herman bin Manggak (38), yang menambah jumlah sandera WNI kini menjadi 11 orang.
Dia diyakini diculik saat menangkap udang di perairan Kinabatangan - Sabah yang dekat perbatasan laut Filipina, 3 Agustus lalu. Ini merupakan penculikan kelima terhadap WNI dalam enam bulan terakhir.
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Lalu Muhammad Iqbal, menuturkan selain Herman ada dua anak buah kapal (ABK) lain; WNI dan warga Malaysia yang ikut diculik namun kemudian dilepas.
“Kami benarkan kejadian tersebut. Dua ABK dilepas,” ujar Iqbal kepada BeritaBenar, Minggu, 7 Agustus 2016.
Iqbal yang berulang kali dihubungi pada Selasa untuk mengetahui perkembangan upaya pembebasan para sandera tak mengangkat telepon. Dalam keterangan sebelumnya, dia mengatakan Kemlu mengetahui penyanderaan Herman pada 5 Agustus 2016 setelah dua ABK yang dilepas melaporkan kejadian.
Kepala polisi Sabah, Abdul Rashid Harun, mengatakan kapal yang dinakhodai Herman berangkat melaut pada 31 Juli lalu. Dalam kapal itu hanya ada Herman bersama dua ABK yaitu Ariyanto dan Mohamad Rakit.
“Sekitar pukul 16:00 pada 3 Agustus 2016, kapal mereka dihampiri sebuah boat dengan empat pria berpakaian loreng dengan tiga senjata M-16. Lalu kapal itu dibawa ke sebuah pulau di Filipina,” kata Rashid kepada BeritaBenar.
“Para pelaku meminta uang tebusan 10.000 Ringgit Malaysia. Saat ini pihak berwenang masih mengusut kasus ini secara teliti dari segala aspek,” tambahnya.
Juru Bicara Kemlu, Arrmanatha Nasir, mengatakan pemerintah terus berkoordinasi dengan berbagai pihak di Malaysia dan Filipina untuk upaya pembebasan para sandera.
“Komunikasi dilakukan secara intensif dan terukur agar jangan sampai keselamatan terancam. Para sandera juga masih dalam keadaan baik,” katanya.
Satu sakit
Taufikrahman, jurubicara PT. Rusianto Bersaudara --perusahaan pemilik tugboat Charles 001 yang tujuh ABK diculik sejak 20 Juni lalu oleh kelompok militan Abu Sayyaf -- mengkonfirmasi seorang dari 10 sandera WNI dalam keadaan sakit sehingga menyulitkan berpindah dari satu tempat ke tempat lain.
Tiga dari 10 WNI diculik Abu Sayyaf pada 9 Juli 2016 setelah kapal berbendera Malaysia disergap di perairan Lahad Datu, Sabah, oleh lima pria bersenjata. Keberadaan ke-11 sandera itu diyakini tidak berada di satu lokasi.
Sebelumnya, sebanyak 14 WNI yang disandera Abu Sayyaf pada Maret dan April 2016 sudah dibebaskan dalam dua gelombang bulan Mei. Sejumlah pihak menyakini adanya pembayaran tebusan kepada penyandera meski pemerintah membantahnya.
“Kaki seorang ABK cedera mungkin sering terinjak-injak atau tidak terbiasa menghadapi jalan di hutan sehingga harus dipapah sama anggota lainnya tapi mereka mengatakan sudah diobati lukanya,” ujar Taufik ketika dihubungi BeritaBenar.
Tapi dia enggan menyebut nama WNI yang sakit. Begitupun Taufik memastikan bahwa komunikasi terus dijalin dengan pihak penyandera, pemerintah dan keluarga sandera.
“Komunikasi yang kita jalin intensif. Hampir setiap hari mereka (kelompok Abu Sayyaf) menelpon perusahaan untuk berkomunikasi,” katanya.
Meskipun tidak bersedia menjelaskan secara detil, Taufik mengatakan tebusan masih terus dikomunikasikan dengan berbagai pihak.
“Mereka terus minta tebusan namun belum final terkait dengan berbagai pertimbangan yang dinamis,” ujarnya.
Menurutnya, pemerintah menghendaki tidak membayar tebusan dan terus melakukan pendekatan diplomasi dengan kelompok penyandera.
“Namun jumlah uang bagi perusahaan juga relatif, tergantung besar kecilnya. Ini sangat sensitif sehingga langkah yang diambil harus berdasarkan keputusan pemerintah,” kata dia.
Mencari uang
Pakar terorisme, Nasir Abbas, mengatakan Abu Sayyaf sudah terpecah. Banyak dari mereka sudah skeptis pada Pemerintah Filipina sehingga motif melakukan penculikan adalah untuk mencari uang.
“Tidak sebatas berpikir untuk membela tanah air mereka, berjuang untuk kaum mereka namun hanya memberontak untuk uang semata,” ujar Nasir kepada BeritaBenar.
Pemerintah Filipina, tambahnya, kini sangat keras dengan melakukan operasi militer untuk membasmi kelompok yang telah berafiliasi dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) itu.
“Sehingga mereka berpikir dengan membawa sandera dari Indonesia akan membuat Filipina menghentikan penyerangan,” katanya.
Dengan kata lain, mereka berharap Indonesia bisa lebih mengambil sikap dan berperan untuk membujuk Filipina menghentikan operasi militer karena membahayakan nyawa sandera.
“Mereka berharap Indonesia bisa mendamaikan keadaan itu,” pungkasnya.
Hata Wahari di Kuala Lumpur ikut berkontribusi dalam artikel ini.