Kepala Otorita IKN: Perlu 20 Tahun untuk Hidupkan Ibu Kota Baru
2022.03.10
Jakarta

Kepala otorita ibu kota negara yang akan dibangun di Kalimantan, Bambang Susantono, mengatakan, Kamis (10/3), setidaknya dibutuhkan waktu 15 sampai 20 tahun untuk membangun Nusantara - nama dari ibu kota baru tersebut- menjadi kota yang hidup.
Pernyataan Bambang, yang merupakan mantan wakil presiden Bank Pembangunan Asia (ADB), disampaikan setelah dia dilantik bersama Dhony Rahajoe sebagai Kepala Otorita Ibu Kota Negara (IKN) dan wakilnya oleh Presiden Joko “Jokowi” Widodo di Jakarta.
“Untuk membangun kota tentu memerlukan waktu 15-20 tahun sehingga kota itu memiliki roh. Kita membangun kota bukan hanya membangun fisiknya tapi juga bagaimana kerekatan sosialnya,” ujarnya.
Dalam sambutannya, ia mengatakan akan berusaha mewujudkan keinginan Presiden Joko Widodo agar Ibu Kota Nusantara menjadi peradaban baru yang memiliki kedekatan sosial dan mengedepankan interaksi warga.
“Presiden ingin kota ini jadi refleksi Indonesia di masa depan, bagaimana digitalisasi akan mewarnai kota tersebut tapi juga tetap humanis dan menjaga kohesivitas warganya,” katanya.
Jokowi mengatakan penunjukan Bambang dan Dhony, yang sebelumnya menjabat direktur pengelola di Sinar Mas Land didasarkan pada rekam jejak mereka yang baik.
"Pak Bambang, Beliau ini memiliki rekam jejak sebagai lulusan ITB di bidang sipil infrastruktur, kemudian juga di bidang urban planning, kemudian S2, S3, pengalaman di bidang yang berkaitan dengan transportasi, yang berkaitan dengan finance, kemudian juga terakhir memegang vice president di ADB. Saya kira ini dari semua sisi ini lengkap," ujar Jokowi.
Sementara, ujar dia, Dhony memiliki pengalaman lapangan, terutama di bidang properti.
Jokowi meyakini bahwa keduanya akan mudah untuk berkomunikasi dan bekerja sama dengan para menteri dalam hal perencanaan, pelaksanaan pembangunan di lapangan, hingga investasi.
Jokowi berharap bahwa pembangunan kota Nusantara bisa menarik minat investor baik dari dalam maupun luar negeri untuk berbisnis.
"Saya harapkan karena ini yang berminat terhadap Ibu Kota Nusantara ini sangat banyak, baik domestik maupun dari luar, saya ingin beliau berdua bekerja dengan cepat terutama yang berkaitan dengan kelembagaan segera diselesaikan," ucapnya.
Bambang pernah menjabat sebagai Wakil Menteri Perhubungan periode 2009-2014. Sebelum dilantik menjadi Kepala Otorita IKN, Bambang menjabat sebagai wakil presiden untuk bidang pengelolaan pengetahuan dan pembangunan berkelanjutan di Bank Pembangunan Asia (ADB).
Pria kelahiran Yogyakarta, 58 tahun silam ini juga pernah bekerjasama dengan Jokowi dalam membenahi transportasi di Jakarta ketika menjabat sebagai gubernur.
Pilihan tepat
Wakil direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto, menilai ditunjuknya Bambang merupakan jalan tengah bagi Jokowi karena jika dia memilih orang dari partai politik akan banyak dikritik.
“Yang diinginkan Presiden adalah kecepatan untuk bergerak secara teknokratis, setidaknya ini akan meredam kepentingan politik yang ingin masuk. Pak Bambang juga punya latar belakang birokrat jadi cukup tepat untuk menetralisir tarik-menarik politik,” kata dia.
Namun demikian, ujar dia, tantangan beratnya adalah kebutuhan pendanaan yang berbarengan dengan upaya pemulihan ekonomi nasional.
“Semakin banyak investor swasta yang datang, maka dengan sendirinya beban APBN semakin berkurang. Salah satu kelancaran supaya tidak mangkrak itu adalah dengan investasi,” tambahnya.
Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengatakan pembangunan ibu kota baru akan menyebabkan beban utang negara makin meningkat, karena sebagian besar melibatkan pendanaan dari APBN.
“Memang klaim pemerintah rencana pendanaan bersumber dari investasi. Tapi data menunjukkan rata-rata keterlibatan swasta misalnya KPBU (Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha) di proyek infrastruktur cukup rendah, kisaran 7 persen. Pembangunan gedung pemerintah juga dianggap kurang menarik bagi investor karena tidak bersifat komersial,” kata dia.
Adapun, ujar dia, investor mungkin lebih tertarik ke sarana pelengkap seperti perumahan, apartemen, hotel atau fasilitas kesehatan.
Menurut dia, dampak terhadap pemulihan ekonomi dari pembangunan IKN diperkirakan juga tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan.
“Multiplier effect atau dampak berganda akan lebih besar kalau dana IKN digunakan perluas bantuan usaha produktif, dan mendorong digitalisasi UMKM,” ujarnya.
“Jadi ini sebenarnya masalah prioritas kebijakan saja. Selain itu dana untuk pembangunan IKN sebaiknya direalokasikan ke dana stabilitas energi baik non-subsidi dan subsidi sehingga bisa menjaga inflasi dan daya beli tetap dalam rel yang diharapkan,” katanya.