KPK periksa Muhaimin Iskandar sebagai saksi kasus korupsi di tengah isu politisasi
2023.09.07
Jakarta

Komisi Pemberantasan Korupsi pada Kamis memeriksa Ketua Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar sebagai saksi kasus dugaan korupsi sistem proteksi tenaga kerja Indonesia di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan nilai kontrak Rp 20 miliar pada 2012 silam.
Sejumlah pengamat menilai pemeriksaan tersebut dilatari unsur politis karena terjadi selang lima hari setelah Muhaimin mendeklarasikan diri sebagai bakal calon wakil presiden dalam Pemilu 2024 mendampingi bakal calon presiden Anies Baswedan yang merupakan oposisi pemerintah.
“Saya kira keterangan lebih detail (soal dugaan politisasi), silakan tanyakan kepada KPK,” ujar Muhaimin dalam konferensi pers usai menjalani pemeriksaan pada Kamis (7/9) di Jakarta.
Muhaimin atau akrab dipanggil Cak Imin adalah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi periode 2009-2014. Dia menyatakan kehadirannya ke KPK merupakan upaya untuk menuntaskan pengusutan kasus tersebut.
"Semoga dengan penjelasan ini KPK semakin lancar dan cepat tuntas mengatasi seluruh kasus korupsi," ujarnya.
Muhaimin juga menyampaikan apresiasi kepada KPK dan menyebut lembaga tersebut tak kenal lelah dalam melakukan pemberantasan korupsi di Tanah Air.
"Saya mengucapkan terima kasih kepada KPK yang terus melakukan langkah-langkah upaya penuntasan semua kasus korupsi dan kita semua mendukung," kata dia.
Partai Nasional Demokrat (NasDem), yang merupakan mitra koalisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), juga mempertanyakan mengapa kasus yang sudah lama terjadi tersebut muncul kembali saat ini.
Sekretaris Jenderal Partai NasDem Hermawi Taslim mengatakan pihaknya sudah bertanya hingga ke oknum KPK yang terlibat dalam proses pemeriksaan awal kasus ini tahun 2012.
Hasilnya, kata dia, Muhaimin tidak terlibat kasus korupsi tersebut.
“Cak Imin (Muhaimin) clear dan clear dalam kasus ini. Mengapa pemanggilan baru sekarang? Mengapa?” ucap Hermawi kepada BenarNews.
Dia juga mengatakan KPK kurang tepat memilih momen sehingga memberi celah bagi publik untuk berspekulasi pemanggilan ini bernuansa politis.
“Apalagi saat ini reputasi KPK tengah meredup karena terus dikepung isu politisasi. Jadi sangat wajar bila publik bertanya-tanya,” ujarnya.
Namun, Hermawi mengatakan partainya berpikir positif menanggapi pemanggilan ini. “Kami berasumsi bahwa ini masih dalam koridor penegakan hukum, bagian dari proses penegakan hukum atas kasus yang sedang disidik,” jelasnya.
Surya Tjandra, juru bicara Anies Baswedan, menyerahkan kepada masyarakat untuk mencermati pemeriksaan KPK kepada Muhaimin.
“Soal politisasi silakan masyarakat menilai sendiri,” ujar Surya kepada BenarNews.
KPK bantah politisasi
KPK membantah pemeriksaan Muhaimin bersifat politis. Lembaga antikorupsi itu menegaskan pengusutan kasus korupsi hingga rencana pemanggilan Muhaimin telah dilakukan sejak lama.
Juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan alat bukti dari korupsi sistem proteksi tenaga kerja di Kementerian telah terkumpul sejak beberapa bulan lalu. Melalui mekanisme gelar perkara kasus itu lalu dinaikkan ke tingkat penyidikan. Surat perintah penyidikan lalu keluar pada Agustus 2023.
"Melalui gelar perkara, KPK sepakat naik pada proses penyidikan perkara tersebut setelah menemukan kecukupan alat bukti sejak sekitar Juli 2023,” kata Ali kepada Detik pada Minggu (3/9).
Ali Fikri dan sejumlah Komisoner KPK tidak menjawab pertanyaan BenarNews soal detail pemeriksaan Muhaimin dan tuduhan unsur politisnya.
Namun Ali Fikri mengonfirmasi kepada BenarNews setidaknya ada tiga orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini tetapi belum diumumkan secara resmi kepada publik.
Mereka antara lain Reyna Usman, mantan Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (kini sebagai Wakil Ketua Dewan Pimpinan Wilayah PKB Bali); Sekretaris Badan Perencanaan dan Pengembangan Kementerian Tenaga Kerja I Nyoman Darmanta; dan Direktur PT Adi Inti Mandiri, Karunia.
Masih belum terbukti
Saut Situmorang, mantan Komisioner KPK Periode 2015-2019, mengatakan isu korupsi infrastruktur yang dikaitkan dengan posisi Muhaimin sebagai menteri mulai mencuat tahun 2018.
“Banyak juga kasusnya (yang dikaitkan dengan Muhaimin), tapi KPK tidak bisa membuktikan,” jelas Saut kepada BenarNews.
Dia juga mengatakan kasus dugaan sistem proteksi ini tidak pernah masuk ke mejanya sebagai pimpinan KPK untuk diusut. Padahal Muhaimin termasuk high profile person karena dia pernah menjadi menteri.
“Mungkin kasusnya tidak material saat itu sehingga teman-teman di (bidang) pengaduan masyarakat (KPK) tidak menganggap ini sesuatu yang signifikan,” jelas dia.
Melansir laporan Majalah Tempo, KPK pernah menangkap dua anak buah Muhaimin dan menyita uang Rp1,5 miliar yang disimpan dalam kardus durian pada 2011.
Uang itu diduga sebagai suap untuk memuluskan pengucuran dana percepatan pembangunan infrastruktur daerah tertinggal di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Dalam persidangan terungkap bahwa uang suap itu akan disetorkan kepada Muhaimin sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Muhaimin membantah tudingan tersebut dalam persidangan yang digelar pada Februari 2012. Dia mengaku "tak tahu" soal dana percepatan pembangunan infrastruktur tersebut.
KPK harus transparan
Peneliti dari Transparency International Indonesia Sahel Muzamil, menyampaikan kecurigaan publik terkait aroma politis dari pemeriksaan ini sangat wajar.
Menurut Sahel, paling tidak ada dua alasan: pertama, waktu terjadinya kasus ini sudah sangat lama. Kedua, pengusutan sangat berdekatan dengan momentum politik pendeklarasian Muhaimin sebagai bakal calon wakil presiden.
“Sebenarnya mustahil untuk menepis sama sekali tudingan itu,” jelas Sahel kepada BenarNews.
Menurut dia, hal yang harus dilakukan KPK saat ini adalah bersikap transparan dalam mengusut kasus ini. KPK harus menjelaskan segamblang mungkin kenapa pengusutan ini baru dilakukan sekarang.
KPK juga harus mengumumkan apa yang menghambat mereka melakukan pengusutan sebelumnya dan mengapa kasus ini sekarang menjadi prioritas, kata Sahel.
“Jadi ada banyak pertanyaan yang harus dijawab KPK. Kalau tidak, KPK akan membuat banyak orang marah, sekalipun tujuannya adalah penegakan hukum,” jelas dia.
Sementara itu, Saut Situmorang menilai langkah KPK memeriksa Muhaimin hanya beberapa hari usai melakukan deklarasi tetap tidak bijak.
“Walaupun mereka (KPK) tidak politicking, mereka tidak wise juga melakukan (pemeriksaan) itu di tengah konstelasi (politik) seperti ini,” ujar dia.
Saut juga menyoroti bagaimana langkah KPK menyelidiki Anies Baswedan selaku Mantan Gubernur Jakarta dalam kasus dugaan korupsi Formula-E. Padahal, menurutnya, Anies tidak bersalah.
“Saya mendalami betul kasus Formula E, tidak ada kerugian negara di situ,” jelasnya.
Nazarudin Latif berkontribusi untuk berita ini.