KPU dan Kubu Jokowi Minta MK Tolak Gugatan Prabowo
2019.06.18
Jakarta

Tim kuasa hukum pasangan Joko "Jokowi" Widodo-Ma'ruf Amin dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk tidak menerima permohonan gugatan pemilihan presiden (Pilpres) 2019 yang diajukan pasangan kandidat Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno.
Mereka menilai, gugatan yang dilayangkan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang menurut hasil rekapitulasi KPU telah dinyatakan kalah dalam pemungutan suara 17 April 2019 tersebut tidak berdasar hukum dan asumtif.
"Dugaan memutus kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif, misalnya, merupakan kewenangan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) untuk memeriksa, bukan MK," kata kuasa hukum pasangan Jokowi-Ma'ruf, I Wayan Sudhirta saat membacakan eksepsi dalam sidang lanjutan di MK, Selasa, 18 Juni 2019.
Ihwal itu, terang Sudhirta, termaktub dalam Pasal 286 juncto Pasal 463 Undang-undang Pemilihan Umum dan semestinya dijadikan pegangan hukum penyelesaian perkara.
"Lembaga itu (Bawaslu) juga telah memutuskan sesuatu kepada pemohon," tambahnya.
Bawaslu sendiri pada pada 20 April lalu telah mengatakan tidak ada kecurangan struktural, sistematis, dan masif dalam penyelenggaraan Pemilu seperti dituduhkan kubu Prabowo-Sandi.
Ditambahkan ketua tim hukum Jokowi-Ma'ruf, Yusril Ihza Mahendra, keberadaan aturan yang menyebutkan dugaan kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif diselesaikan Bawaslu semestinya sudah dapat menjadi dasar hukum yang kuat bagi hakim konstitusi untuk menolak permohonan kubu Prabowo-Sandiaga.
"Sudah cukup kiranya alasan majelis hakim konstitusi untuk menyatakan MK tidak berwenang mengadili permohonan pemohon," kata Yusril.
Argumen KPU
Adapun kuasa hukum KPU, Ali Nurdin, dalam kesempatan sama menilai tudingan curang yang dilempar tim Prabowo-Sandiaga tidak jelas karena tak disertai fakta yang rinci.
Ia mencontohkan tudingan tentang ada kotak suara yang dibuka di lapangan parkir sebuah toko swalayan, hanya melampirkan sejumlah tautan berita sebagai bukti --yang telah dinyatakan Bawaslu tidak dapat dijadikan bukti adanya kecurangan.
"Pemohon tidak tahu di mana lokasi dan hanya melalui cuplikan video di toko Alfamart. Ada belasan ribu toko Alfmart di Indonesia tapi pemohon tidak menunjukkan lokasinya," kata Ali.
"Karena pemohon yang mendalilkan kecurangan, maka pemohon pula yang harus membuktikan."
Dalam argumen permohonan Jumat pekan lalu, tim Prabowo menyatakan kecurangan terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif telah dilakukan calon petahana Jokowi dengan memanfaatkan jabatan presiden yang masih diemban.
Wujudnya antara lain dengan menaikkan gaji para pegawai negeri sipil dan memberikan tunjangan hari raya menjelang pemilihan presiden dan memobilisasi pegawai badan-badan usaha milik negara.
Mereka pun menyoroti keabsahan posisi calon wakil presiden Ma'ruf Amin di salah satu anak usaha Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan mendesak Ma'ruf didiskualifikasi.
Sesuai aturan, seseorang yang hendak maju sebagai presiden dan wakil presiden memang diwajibkan mundur dari jabatan di BUMN.
Ketua Bawaslu, Abhan, dalam persidangan sama mengatakan Ma'ruf tidak melanggar aturan karena anak usaha BUMN bukan dikategorikan sebagai BUMN.
Ia mencontohkan kasus kader Partai Gerindra --pendukung Prabowo-- bernama Mirah Sumirat yang diloloskan dalam pemilihan legislatif setelah diketahui bekerja di anak usaha BUMN.
Mirah sebelumnya sempat dianulir dari daftar calon anggota legislatif karena dianggap bekerja di BUMN.
KPU juga menyatakan Ma'ruf bukan pegawai BUMN sehingga tidak perlu mengundurkan diri sebelum maju sebagai calon wakil presiden.
Sekadar asumsi
Terkait pemanfaatan jabatan presiden untuk mobilisasi suara, Yusril menyangkalnya dan menyebut pernyataan kubu Prabowo sebagai sekadar asumsi.
"Kalau itu memang dianggap pelanggaran, apakah ada pengaruhnya terhadap suara. Orang yang dinaikkan gajinya itu mendukung Jokowi? Kan enggak juga," kata Yusril.
"Kan enggak bisa dibuktikan. Itu dibuktikan dengan dipanggil satu-satu. Sedangkan jumlah PNS kita 4,1 juta."
Yusril menyayangkan minimnya bukti kecurangan yang dilampirkan tim Prabowo-Sandiaga dalam gugatan sengketa pemilihan presiden.
Padahal, menurutnya, keberadaan bukti wajib dalam penuntasan sengketa hukum.
"Pengadilan ini bicara bukti. Jika tidak, tuduhan itu hanya akan menjadi pelampiasan emosi ketidakpuasan atas hasil Pilpres 2019," tambahnya.
Ditemui di sela persidangan, Bambang Widjojanto selaku ketua kuasa hukum Prabowo-Sandiaga mengaku masih yakin majelis hakim MK akan mengabulkan permohonannya.
"Karena menurut kami, termohon gagal membangun narasi yang bisa menjawab permohonan kami. KPU hanya merujuk aturan BUMN, padahal putusan MK tahun 2017 menetapkan anak usaha BUMN juga masih bagian BUMN," kata Bambang.
Sidang sengketa pemilihan presiden akan dilanjutkan, pada Rabu, 19 Juni 2019 dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dan ahli dan pemohon serta pemeriksaan bukti tambahan.
Majelis hakim MK mempersilakan pemohon untuk menghadirkan 15 saksi dan dua ahli. Adapun putusan sengketa akan dibacakan pada 28 Juni mendatang.