Dikritisi, Perpanjangan Operasi Tinombala di Poso
2017.03.20
Palu

Pegiat hak asasi manusia (HAM) dan seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengkritisi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang kembali memperpanjang Operasi Tinombala untuk memburu sembilan sisa anggota Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng).
“Operasi (keamanan) yang masih terus dijalankan di Poso merupakan kerja gagal,” ujar Direktur Pengembangan Studi Hukum dan Advokasi Hak Asasi Manusia (LPS-HAM) Sulteng, Mohammad Affandi, kepada BeritaBenar di Palu, Senin, 20 Maret 2017.
Menurut dia, selama ini operasi yang dilakukan sejak awal 2016 terindikasi intelijennya lemah karena begitu lama waktunya ditambah kekuatan penuh personel gabungan TNI dan Polri belum mampu menumpas kelompok radikal di Poso.
"Kalau intelijen kuat, mereka yang masih tersisa di Poso pasti sudah ditangkap. Buktinya sampai saat ini persoalan Poso belum juga tuntas, ditambah lagi operasi perburuan mau dilanjutkan," katanya, "sampai kapan mau begini terus?"
Sebelumnya, pimpinan Polri di Sulteng beberapa kali menyebutkan, kekuatan kelompok militan yang telah terafiliasi dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) tersisa sembilan orang lagi setelah pemimpinnya – Santoso – tewas pada 18 Juli 2016 dan penggantinya ditangkap.
"Mana kita tahu jika mereka yang dikejar masih di Poso. Tidak ada yang bisa menjawab, Polri terus menggelar perburuan tanpa ada kejelasan sampai kapan operasi berakhir dan Poso benar-benar bisa pulih," kata Affandi.
Asisten Bidang Operasi Kapolri, Irjen Pol Unggung Cahyono di Poso mengatakan rencana perpanjangan operasi tiga bulan ke depan ditempuh setelah rapat evaluasi menjelang berakhirnya Operasi Tinombala IV pada 1 April 2017.
"Setelah berakhir 1 April akan dilanjutkan (mulai) 3 April," katanya kepada wartawan, pekan lalu.
Penanggung Jawab Keamanan dan Operasi (PJKO) Operasi Tinombala yang juga Kapolda Sulteng, Brigjen Rudy Sufahriadi, menyatakan pengejaran sisa MIT yang diyakini masih berada di Poso akan terus dilakukan sampai mereka tertangkap.
"Meski operasi dilanjutkan, tapi tidak akan melakukan penambahan jumlah personel," katanya kepada BeritaBenar.
Jumlah TNI dan Polri yang dilibatkan dalam operasi itu mencapai 1.500 personel, untuk mengejar sisa anggota MIT pimpinan Ali Kalora setelah Basri alias Bagong – pengganti Santoso – ditangkap pada 14 September 2016.
Kabid Humas Polda Sulteng, AKBP Hari Suprapto mengatakan, bahwa setelah dilakukan pendalaman, polisi memastikan tak ada satu pun warga Poso dari sembilan sisa anggota MIT.
"Semua dari luar. Ali Kalora itu bukan orang Poso. Hanya namanya saja yang pakai nama Poso (Kalora)," jelasnya.
Kalora merupakan nama sebuah desa di Kecamatan Poso Pesisir Utara.
Tak setuju
Sementara itu, seorang anggota Komisi III DPR RI, Ahmad HM Ali menyatakan tak setuju jika terus digelar operasi keamanan karena dengan TNI dan Polri yang dikerahkan belum juga menuntaskan masalah MIT sehingga terkesan Poso sebagai daerah rawan.
"Ini saya rasakan, saya orang yang tinggal dan tahu soal Poso. Orang luar menganggap Poso sebagai daerah rawan konflik dan sarang teroris padahal itu tidak benar,” katanya kepada BeritaBenar.
“Hanya karena operasi dengan ribuan personel TNI dan Polri sehingga Poso dicap seperti itu di luar sana."
Ia menambahkan, jika operasi hanya difokuskan pada perburuan otomatis akan kembali memakan korban baik dari aparat keamanan maupun anggota MIT padahal sebelumnya Kapolda Sulteng pernah berjanji untuk menghentikan pertumpahan darah di Poso.
“Pola operasi harus diubah. Jangan seperti operasi dengan sandi Camar Maleo (2015) hingga Tinombala yang saat ini masih diterapkan,” imbuhnya.
"Mari ciptakan metode baru sehingga tak berdampak buruk, baik terhadap masyarakat maupun daerah. Terlebih tidak harus membuang uang negara lebih banyak."
Anggota komisi yang membidangi masalah hukum dan HAM tersebut mengaku secara institusi, Polri belum membicarakan masalah perpanjangan Operasi Tinombala dengan DPR.
Tetapi, tambahnya, Polri punya hak dalam hal penegakan hukum melalui operasi untuk memburu dan menangkap sisa anggota MIT.
"Ini akan kami bicarakan dengan Kapolri Jenderal Tito Karnavian," kata politisi Partai NasDem itu.
Dia menyebutkan kalau Operasi Tinombala diperpanjang, Polri jangan terlalu berlebihan dalam menangani masalah Poso. Apa lagi pola operasinya monoton seperti sebelumnya.
"Kenyataannya memang berlebihan, karena dengan sisa sembilan orang (tetapi) dikejar ribuan personel bersenjata lengkap, itu ada apa?" pungkasnya.