Asisten Menlu AS Kunjungi Pengungsi Rohingya di Aceh
2015.06.02

Asisten Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) untuk urusan penduduk, pengungsi dan migrasi, Anne Richard, mengunjungi warga Muslim Rohingya di Tempat Perdaratan Ikan (TPI) Kuala Cangkoi, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh, Selasa, 2 Juni, untuk mendorong penanganan krisis manusia perahu di kawasan Asia Tenggara.
Anne melakukan pembicaraan dengan sejumlah perempuan pengungsi Rohingya.
Di lokasi ini, pengungsi Muslim Rohingya berjumlah 33 orang, terdiri dari 107 pria, 36 perempuan dan 189 anak-anak.
Mereka terdampar di pantai perairan Seuneuddon, Aceh Utara bersama 247 warga Bangladesh, 10 Mei lalu.
Sementara itu, migran ilegal Bangladesh yang ditampung di bekas kantor Imigrasi Lhokseumawe di Desa Punteut sedang menunggu proses deportasi.
Dalam lawatannya, Anne didampingi Duta Besar AS untuk Indonesia Robert Blake, perwakilan Kementerian Luar Negeri Indonesia, Wali Nanggroe Aceh Malik Mahmud dan Wakil Gubernur Aceh Muzakir Manaf.
Berbicara langsung dengan pengungsi Rohingya
Dalam pembicaraan singkat dengan perempuan pengungsi Rohingya, Anne bertanya alasan mereka meninggalkan Myanmar, bagaimana kondisi selama dalam perjalanan di lautan berbulan-bulan dan harapan perempuan Muslim yang terusir dari negaranya.
Seorang perempuan Rohingya, Syamsyidar (30), menjawab pertanyaan bahwa ia meninggalkan negaranya karena kekejian yang dilakukan oleh milisi Budha yang didukung pasukan keamanan pemerintah terhadap warga minoritas Muslim di Myanmar.
Dia dan kawan-kawannya mengaku hendak pergi ke Malaysia karena suami mereka bekerja di negara jiran itu, tetapi mereka ditinggalkan oleh kapten perahu sehingga terdampar di perairan Aceh.
“Selama di laut, kami dikasih makanan dan minuman sedikit, dua kali sehari…dipukul…laki-laki dan perempuan selama berada dalam kapal,” kata Syamsyidar kepada Wakil Menlu AS seperti diterjemahkan oleh juru bahasa dari Badan PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR).
Perempuan kurus itu menambahkan mereka sangat senang berada di Aceh karena masyarakat daerah ini suka membantu mereka.
Selama tiga minggu di Aceh, kondisi kesehatan pengungsi Rohingya semakin baik dan makanan lebih dari cukup.
Anne menyatakan sangat prihatin dengan pengalaman yang dialami para perempuan Rohingya.
“Mereka mengalami pengalaman sangat memprihatinkan. Mereka juga mengalami penyiksaan. Mereka melihat orang-orang tewas dan mereka melihat mayat dibuang ke laut,” kata Anne.
Bantuan Pemerintah Amerika
Anne juga menyatakan bahwa setelah krisis manusia perahu mencuat, Internasional Organisasi untuk Migrasi (IOM) telah mengajukan bantuan dana pada pemerintah AS senilai US$ 26 juta untuk mengatasi krisis kemanusiaan tersebut.
“Pada 29 Mei, Pemerintah AS sudah berjanji memberi US$ 3 juta untuk menjawab permohonan tersebut. Ini adalah dana tambahan dari yang telah diberikan AS dalam beberapa tahun ini sebesar US$ 109 juta untuk membantu para pengungsi Rohingya baik yang berada di Myanmar maupun di negara-negara sekitar,” katanya.
Dijelaskan bahwa dana tanggap darurat tersebut akan digunakan untuk memastikan keselamatan dan keamanan para manusia perahu dan perlindungan kepada mereka yang membutuhkan, termasuk migran yang menjadi korban perdagangan manusia.
Anne juga menyebutkan bahwa Pemerintah AS terus bekerja sama dengan UNHCR dan IOM, untuk proses penempatan pengungsi Rohingya ke negara ketiga.
Tetapi suaka politik di negara ketiga bagi pengungsi Rohingya bukan jawaban. Untuk itu, dia mendesak Myanmar untuk mengakui kewarganegaraan suku Rohingya yang terusir.
“Jawaban untuk masalah ini adalah perdamaian dan stabilitas dan kewarganegaraan untuk Rohingya di negara bagian Rakhine. Itu solusinya,” tegas perempuan diplomat senior AS tersebut.
“Mereka mengalami penganiayaan luar biasa dan penindasan. Mereka tidak memiliki kewarganegaraan dan kami prihatin dengan kondisi hak asasi manusia di Myanmar.”
Berterima kasih pada warga Aceh
Dalam kesempatan itu, Anne juga mengucapkan terima kasih kepada masyarakat Aceh yang telah membantu.
Dia juga memuji langkah Pemerintah Aceh dan Pemerintah Indonesia yang memberikan kesempatan bagi mereka untuk tinggal sambil menunggu penyelesaian komprehensif atas krisis tersebut.
“Saya juga berterimakasih yang tak terhingga kepada nelayan yang telah memainkan peran sangat penting dalam menyelamatkan manusia perahu. Apalagi mereka telah berada di laut selama berbulan-bulan,” ujarnya.
Setelah mengunjungi pengungsi Rohingya di Aceh Utara, Anne dan rombongan akan bertolak ke Jakarta untuk bertemu Wakil Presiden Yusuf Kalla guna membicarakan penanganan krisis manusia perahu.
Sebelumnya dia telah mengikuti konferensi darurat di Bangkok untuk membicarakan masalah manusia perahu. Sebelum bertolak ke Aceh, Anne juga telah berkunjung ke Malaysia dan bertemu manusia perahu yang terdampar di negara tersebut.
Saat ini, sebanyak 996 warga Muslim Rohingya ditampung di sejumlah lokasi di Aceh. Selain itu, sekitar 820 lebih warga Bangladesh juga diselamatkan oleh para nelayan Aceh dalam tiga gelombang saat terkatung-katung bersama pengungsi Rohingya di Selat Malaka.