Penelitian: Kegiatan Inklusif Lapas Mampu Deradikalisasi Napi Terorisme

Deradikalisasi yang tidak efektif membuat penjara seolah "sekolah jihad".
Arie Firdaus
2018.02.09
Jakarta
180209_ID_Deradicalization_1000.jpg Peneliti DASPR-UI, Faisal Magrie, memaparkan hasil penelitian kegiatan deradikalisasi narapidana terorisme di Jakarta, 8 Februari 2018.
Arie Firdaus/BeritaBenar

Menggelar kegiatan yang bersifat inklusif di lembaga-lembaga pemasyarakatan (Lapas) dengan melibatkan langsung narapidana (napi) terorisme, napi lain, dan petugas Lapas, dinilai dapat membantu deradikalisasi para napi terorisme di Indonesia.

Hal itu terungkap dari hasil penelitian yang dilakukan Divisi Riset Ilmu Psikologi Terapan Universitas Indonesia (DASPR-UI).

"Itu lebih mendorong mereka untuk berubah," ujar peneliti DASPR-UI, Faisal Magrie, saat memaparkan hasil penelitian di Jakarta, Kamis, 8 Februari 2018.

Selama ini, tambahnya, program deradikalisasi untuk napi kasus terorisme yang digagas Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) cenderung bersifat eksklusif, tidak melibatkan napi lain serta petugas Lapas.

Salah satu yang dilakukan ialah kegiatan diskusi agama dengan menghadirkan sejumlah tokoh agama dan pengajaran ideologi negara.

Menurut Faisal, pendekatan semacam itu justru membuat para napi terorisme merasa spesial dan kian menjauhkan diri dari pergaulan sosial dalam Lapas.

"Membuat mereka ogah-ogahan dalam mengikuti program deradikalisasi karena merasa dicari,” lanjut Faisal.

“Kalau kegiatan inklusif, akan muncul rasa penasaran dengan kegiatan yang tengah berlangsung di Lapas.”

DASPR-UI mendampingi kegiatan deradikalisasi para napi terorisme sejak Juli 2017 di sejumlah penjara, seperti Lapas Cipinang, Lapas Cibinong, Lapas Semarang, dan Lapas Pasir Putih di Nusakambangan.

Kegiatan itu, antara lain, berisi pelatihan manajemen kehidupan (Life Management Training) atau manajemen konflik (Conflict Management Training) yang diikuti seluruh napi dan petugas lapas.

Peneliti Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas Islam Negeri (PPIM-UIN) Jakarta, Ali Munhanif, menyebut petugas Lapas memang harus menjadi "ujung tombak" program deradikalisasi.

"Karena mereka yang bertemu setiap hari," ujar Ali seraya menambahkan, pelibatan petugas bakal meminimalkan kemunculan perasaan eksklusif di kalangan para napi terorisme.

"Perasaan ekskusif napi terorisme membuat ada rasa enggan bergabung dengan kegiatan umum di lembaga pemsyarakatan," lanjut Ali.

“Kalau begitu, lalu bagaimana dia bisa nanti berinteraksi dengan masyarakat setelah bebas?"

Permainan peran

Menurut konsultan senior DASPR-UI, Nasir Abas, salah satu pelatihan yang dilakukan adalah menggelar permainan peran. Napi dapat berperan sebagai sipir, dan sebaliknya. Kegiatan ini dimaksudkan agar seseorang bisa menjadi orang lain dan belajar berempati.

"Intinya, yang membuat mereka belajar berbaur dengan orang lain," kata Nasir.

Hanya saja, Nasir menolak memerinci identitas napi terorisme yang telah berhasil dideradikalisasi lewat program ini.

Begitu juga dengan Faisal, yang hanya menyatakan, “Yang pasti, program itu adalah program deradikalisasi terbaik dalam Lapas."

"Sekolah jihad"

Meski Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan BNPT telah berhasil membina 999 bekas teroris sampai Oktober tahun lalu, program deradikalisasi pemerintah selama ini kerap dipertanyakan, menyusul berulangnya tindak pidana yang dilakukan eks-napi kasus terorisme.

Teranyar adalah yang terjadi pada Suryadi Mas'ud yang divonis sepuluh tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada Selasa kemarin, atas dakwaan terbukti menyeludupkan senjata ke Indonesia dari Filipina untuk aksi teror di Indonesia.

Sebelumnya, ia pernah dipenjara kerena terlibat kasus bom di gerai McDonald’s di Makassar tahun 2002 dan setelah ia bebas ia kembali dibui tahun 2010 karena terlibat dalam pelatihan militer di Aceh.

Kasus seperti Suryadi pula yang kemudian membuat para pengamat menyebut penjara Indonesia tak ubahnya “sekolah jihad” bagi para napi terorisme.

Sebelumnya, beberapa residivis terorisme kembali melakukan aksi teror seperti pelaku pelemparan bom terhadap sebuah gereja di Samarinda, Kalimantan Timur, November 2016, dan pelaku serangan di Jalan Thamrin, Jakarta, Januari 2016.

Kasubdit Kerja Sama dan Evaluasi Direktorat Informasi dan Kerja Sama Ditjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Zainal Arifin mengakui bahwa kegiatan deradikalisasi napi terorisme di lembaga pemasyarakatan selama ini memang belum berjalan maksimal.

Zainal beralasan jumlah napi dengan petugas  yang tak sepadan sebagai musabab mandeknya program deradikalisasi. Dari 110 Lapas yang menampung napi terorisme, petugas tercatat kurang dari 200 orang.

"Penjara juga kelebihan kapasitas (over capacity) sehingga (napi) yang beresiko tinggi bercampur dengan yang lain," katanya.

Penjara khusus

Merujuk data Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, kini terdapat 276 napi kasus terorisme.

"Tapi awal bulan ini sudah akan masuk 14 ribu petugas baru," tambah Zainal Arifin, tanpa memerinci lebih lanjut keseluruhan petugas Lapas yang ada.

Hal sama diakui Direktur Deradikalisasi BNPT Irfan Idris, yang menyebut deradikalisasi belum sepenuhnya berhasil.

Dia beralasan, program deradikalisasi napi terorisme kerap terkendala karena masih ada napi menolak ikut program deradikalisasi yang disediakan pemerintah, seperti Abu Bakar Ba'asyir.

Adapun mengenai sebutan Lapas sebagai "sekolah jihad”, disiasati dengan membangun Lapas khusus napi beresiko tinggi.

Seorang napi nanti akan menempati kamar seorang diri, tak bercampur dengan napi lain sehingga perpindahan ideologi dapat dihentikan.

“Berkapasitas 124 orang di (Lapas) Pasir Putih Nusakambangan,” ujar Irfan, tanpa memerinci siapa saja napi yang bakal ditempatkan di sana.

“Tahun ini (beroperasi).”

Terkait rekomendasi kajian DASPR-UI yang meminta evaluasi program deradikalisasi, seperti pelibatan petugas Lapas, Irfan menanggapi positif.

"Itu (rekomendasi penelitian) menjadi kontribusi penting bagi kami," lanjutnya. "Kami memang membutuhkan semua komponen bangsa untuk membenahi ini semua."

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.