ASEAN akan gelar latihan militer pertama di Natuna Utara di tengah sengketa Laut China Selatan

Pakar hukum laut melihat latihan itu merupakan pesan geopolitik yang hendak disampaikan ASEAN kepada Beijing.
Tria Dianti
2023.06.08
Jakarta
ASEAN akan gelar latihan militer pertama di Natuna Utara di tengah sengketa Laut China Selatan Kapal penjaga pantai China terlihat dari kapal TNI Angkatan Laut saat berpatroli di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di sebelah utara pulau Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, 11 Januari 2020.
Antara Foto/M. Risyal Hidayat/via Reuters

Negara-negara Asia Tenggara sepakat menggelar latihan militer bersama di dekat Laut Natuna Utara pada September di tengah meningkatnya ketegangan di antara sejumlah kekuatan besar yang bersengketa di Laut China Selatan, kata pejabat militer Indonesia pada Kamis.

Kapala Pusat Penerangan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Laksamana Muda Julius Widjojono mengatakan latihan militer non-perang untuk pertama kali melibatkan 10 negara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) di Provinsi Kepulauan Riau tersebut sebagai upaya menjaga stabilitas dan soliditas di kawasan.

“Ya benar...latihan bersama nanti akan berfokus pada keamanan maritim dan latihan SAR (Search and Rescue) serta akan ada kegiatan sosial di Natuna,” kata Julius kepada BenarNews di Jakarta, Kamis (8/6).

Kepulauan Natuna terletak di bagian selatan Laut China Selatan dan telah menjadi pemicu ketegangan antara Jakarta dan Beijing.

Menurut Julius, latihan tersebut akan mengumpulkan pasukan militer ASEAN dari berbagai matra, seperti angkatan darat, laut dan udara. “Semua sudah mengkonfirmasi akan hadir nanti,” kata dia.

Namun ketika ditanya tentang apakah Myanmar yang pemimpin militernya selama ini tidak diundang dalam pertemuan-pertemuan ASEAN mengingkari kesepakatan untuk menghentikan kekerasan pasca kudeta di negara itu,  Julius mengatakan dia tidak tahu apakah Myanmar akan ambil bagian.

Julius menambahkan latihan tersebut tidak akan melibatkan operasi tempur di laut dan mengharapkan kegiatan non-perang ini dilakukan rutin setiap tahun, seperti diusulkan oleh Panglima TNI Indonesia Laksamana Yudo Margono dalam pertemuan Panglima Negara ASEAN pada Rabu (7/6) di Bali.

Yudo mengatakan latihan bersama itu akan mengangkat tema solidaritas ASEAN agar militer negara-negara tersebut semakin tersentralisasi dalam menjaga stabilitas di kawasan.

“Indonesia akan terus mempromosikan kawasan yang aman, damai dan stabil bebas dari segala bentuk ancaman dan gangguan yang mengancam kedaulatan negara. Laut yang aman akan serta merta meningkatkan perekonomian negara,” kata Yudo.

Laksamana Yudo yang dilantik sebagai Panglima TNI oleh Presiden Joko “Jokowi” Widodo pada Desember tahun lalu memprioritaskan penjagaan keamanan di daerah rawan konflik, seperti di perairan Natuna yang kerap disusupi kapal asing dari China dan Vietnam.

Pada Februari, kapal berbendera Vietnam tertangkap melakukan penangkapan ikan ilegal di perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia, dua bulan setelah disepakatinya batas ZEE kedua negara setelah berunding selama 12 tahun.

Sementara itu, pada awal Januari kapal penjaga pantai China telah melakukan patroli di perairan sekitar kepulauan Natuna. CCG 5901, kapal penjaga pantai terbesar di dunia milik China itu, telah berada di area pengembangan ladang gas di wilayah sekitar Laut Natuna, sejak 30 Desember 2022.

Juru bicara kedutaan besar China di Jakarta mengatakan kepada BenarNews bahwa kapal mereka berlayar "di wilayah laut yang menjadi yurisdiksi China berdasarkan hukum-hukum nasional dan internasional."

Pengadilan arbitrase PBB pada tahun 2016 memutuskan bahwa "sembilan garis putus" yang diklaim China sebagai wilayahnya adalah tidak sah. Namun demikian Beijing selama ini selalu menolak putusan tersebut, dan berkeras bahwa Negara Tirai Bambu itu mempunyai yurisdiksi atas semua wilayah dalam garis-garis putus tersebut.

Pejabat China pada waktu itu mengatakan bahwa sembilan garis imajiner itu "tujuannya adalah untuk keamanan dan ketertiban di laut."

Membangun kepercayaan

Pengamat militer dan keamanan dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, menyambut rencana pelatihan itu.

“Ini bentuk konkret dari diplomasi pertahanan yang dilakukan untuk membangun kepercayaan, mengurangi kekhawatiran dan kesalahpahaman antar negara khususnya ASEAN,” kata Khairul kepada BenarNews, menambahkan akan banyak tantangan dan ancaman bagi kepentingan nasional Indonesia.

Menurut Khairul, inisiatif Indonesia tersebut dapat juga diartikan sebagai penegasan hak berdaulat dari Laut Natuna Utara yang kerap diklaim oleh China.

“Ini adalah bagian dari upaya ASEAN untuk secara bersama-sama memainkan peran yang lebih strategis dalam pemeliharaan stabilitas kawasan. Sekaligus memberi pesan yang kuat pada kekuatan utama yang berkepentingan di kawasan, khususnya di perairan Natuna Utara, untuk tidak mengabaikan ASEAN,” ujar dia.

China mengklaim sebagian besar perairan di sekitar Laut China Selatan sebagai wilayah kedaulatannya atas dasar sejarah. Brunei, Malaysia, Filipina dan Vietnam juga memiliki klaim teritorial di laut tersebut.

Indonesia, meskipun tak menganggap sebagai pihak yang bersengketa di Laut China Selatan, memiliki klaim yang tumpang tindih dengan China di wilayah ZEE di sekitar laut Natuna Utara.

Dosen Hukum Laut Universitas Indonesia Arie Afriansyah mengatakan latihan ini merupakan pesan geopolitik yang hendak disampaikan ASEAN kepada Beijing.

Sejak Indonesia dan Vietnam menyepakati batas ZEE-nya, kata Arie, maka makin jelas bahwa aturan hukum yang berlaku di Laut China Selatan adalah United Nation Convention of Law of the Sea (UNCLOS) 1982 – Konvensi PBB 1982 telah ditandatangani oleh lebih dari 100 negara peserta.

“Dengan Latihan gabungan ini, menunjukkan bahwa negara-negara yang ikut mengakui kedaulatan wilayah laut masing-masing negara,” kata dia kepada BenarNews.

Rencana ini, lanjut Arie, harus diapresiasi karena menunjukkan kekompakan dari negara ASEAN, terlepas dari konflik Myanmar.

Menurut Arie, latihan ini menunjukkan bahwa ASEAN menjadi satu pertahanan dari luar, terlepas tentunya masing-masing negara memiliki isu tersendiri.

“Namun perlu diperhatikan dan dijaga kekompakan atas komitmen politik dalam mempertahankan sentralitas ASEAN di kawasan dan bagaimana ASEAN berperan dalam mengondisikan perdamaian,” ujar dia.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.