Gadis Yang Mengaku Dicabuli di Pontianak Surati Jokowi

Severianus Endi
2016.06.16
Pontianak
160616_ID_ABUSE_1000.jpg Direktur Yayasan Nanda Dian Nusantara, Devi Tiomana, memberikan keterangan kepada wartawan di Pontianak, Kalimantan Barat, 31 Mei 2016.
Severianus Endi/BeritaBenar

Seorang gadis berinisial V (16) di Pontianak, Kalimantan Barat, yang mengaku korban pelecehan seksual oleh dosen berinisial DP, menulis surat terbuka pada Presiden Joko “Jokowi” Widodo untuk menuntut keadilan.

Surat tertanggal 12 Juni 2016 itu kemudian menjadi viral di media sosial. Simpati publik tanah air terus mengalir setelah surat itu dibagikan melalui media sosial seperti Facebook, Twitter dan WhatApp.

“Bagi saya hanya dengan menulis surat inilah saya berharap mendapat keadilan untuk diri saya dan keluarga saya setelah harga diri, martabat dan kehormatan saya sebagai perempuan dan anak Indonesia dilecehkan, dihancurkan dan diinjak-injak oleh seorang Aparatur Sipil Negara yang bekerja sebagai pendidik di sebuah Perguruan Tinggi di Kalimantan Barat,” begitu paragraf pertama surat itu.

Tapi tim kuasa hukum DP, Zalmi Yulis, membantah tuduhan V. Dia juga menyayangkan pemberitaan media massa yang dinilainya mencoreng nama baik kliennya dengan cara menggiring opini publik. Ia meminta media menjunjung asas praduga tak bersalah sebelum kasus ini naik ke pengadilan.

Direktur Yayasan Nanda Dian Nusantara (YNDN), Devi Tiomana, yang mendampingi korban ketika dikonfirmasi BeritaBenar, Kamis, 16 Juni 2016, membenarkan surat itu ditulis V. Devi mengatakan, dia masih menyimpan gulungan kertas berisi corat-coret yang dibuat V.

Hingga kini belum ada tanggapan resmi dari Jokowi. Tetapi, Jokowi selama ini sangat menaruh perhatian dalam kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang marak terjadi di Indonesia.

Beberapa waktu lalu, Jokowi mengeluarkan peraturan yang berisi hukuman berat bagi pelaku kejahatan seksual. Selain hukuman mati, terdapat juga kebiri meski sebagian kalangan menentang bentuk hukuman tersebut.

Dalam suratnya, V bercerita tentang perjalanan hidup bersama ayahnya setelah ibunya meninggal dunia. Dia juga mengaku diintimidasi usai melaporkan kasus pencabulan yang dialaminya kepada polisi.

"Betul dia sendiri yang menulis. Sebelum muncul ke publik, sudah semingguan menulis. Surat itu manifestasi rasa kecewa V, dan ia sadar sejak awal tak mungkin bisa melawan ‘orang besar’ dalam kasus ini. Itu sebab dia sempat ingin bunuh diri," tutur Devi.

Intervensi terlapor

Devi juga mengatakan ada sejumlah indikasi intervensi oleh terlapor atas kasus yang kini menjadi perhatian publik Indonesia, seperti dugaan intimidasi terhadap pihak sekolah dan para saksi.

YNDN, tambahnya, kini tak sebatas melindungi V, tapi juga mendampingi pihak sekolah untuk melaporkan dugaan intervensi ini ke polisi. Devi menuturkan, intervensi dilakukan kuasa hukum sampai ke sekolah saat jam belajar.

"Kami punya rekaman CCTV saat oknum yang melakukan intimidasi datang ke sekolah. Pada saatnya rekaman itu akan kami buka. Kuatnya intervensi dirasakan setelah dua minggu laporan, tapi perkembangannya belum jelas," kata Devi.

Saat praktik magang

Kasus ini berawal ketika V dan lima rekannya, praktik magang di lembaga pendidikan milik DP, dosen pada Universitas Tanjungpura yang bertitel doktor. Di hari kesepuluh magang, 20 Mei 2016, V mengaku telah menjadi korban pelecehan seksual dengan cara dihipnotis karena DP punya keahlian hipnoterapi.

Namun Zalmi menjelaskan, hipnoterapi kliennya bukan bertujuan memperdaya orang, tapi semata-mata untuk tujuan ilmu pengetahuan. Apalagi ruang melakukan hipnoterapi tidak tertutup, melainkan menggunakan kaca tembus pandang, sehingga orang bisa melihat dari luar, katanya.

“Kondisi klien kami kurang sehat karena mengalami gangguan mata. Ini menyebabkan jarak pandangnya sangat terbatas. Jadi, tidak ada buka baju dan raba-raba," kata Zalmi.

Pada 27 Mei, V didampingi sejumlah rekan dan staf lembaga pendidikan tempat mereka magang, mengadu ke YNDN –  lembaga yang selama ini mendampingi korban kekerasan. Setelah melalui penanganan psikologis, yayasan mendampingi V melaporkan ke Markas Kepolisian Resort Kota Pontianak pada 30 Mei lalu.

Kepala Kepolisian Resort Kota Pontianak, AKBP Iwan Imam Susilo, ketika dikonfirmasi BeritaBenar, mengatakan bahwa pihaknya masih tetap menangani laporan itu dan telah memeriksa sembilan saksi, termasuk DP yang statusnya sebagai saksi terlapor.

"Saya perintahkan jajaran penyidik di Satuan Reserse dan Kriminal bekerja profesional untuk terus mengumpulkan alat bukti. Tidak benar anggapan kasus ini jalan di tempat. Kami harus berhati-hati dalam menangani kasus seperti ini," kata Iwan.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.