Lokomotif proyek kereta cepat Jakarta-Bandung anjlok, 2 tewas
2022.12.19
Jakarta

Dua pekerja asal China tewas dan setidaknya empat luka berat ketika rangkaian lokomotif keluar jalur dalam pengerjaan proyek kereta cepat Jakarta - Bandung (KCJB) di Bandung Barat, Jawa Barat, kata polisi dan perusahaan Senin (19/12).
Kecelakaan terjadi saat pemasangan rel yang melibatkan mesin lokomotif kerja pada Minggu pukul 17.00 WIB di desa Cempaka Mekar, Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, kata PT Kereta Cepat Indonesia - China (KCIC).
“Korban meninggal ada dua, kemudian luka berat ada lima,” kata Kepala Divisi Humas Polri, Dedi Prasetyo, seraya mengatakan semua korban merupakan warga negara China.
Menurut dia, saat ini tim Laboratorium Forensik (Labfor) Polri dan Inafis dari Mabes Polri dan Polda Jawa Barat sudah dikirim ke tempat kejadian perkara (TKP).
“Hari ini Inafis Mabes Polri turun untuk mengecek TKP bersama kementerian, lembaga terkait mencari penyebab dari kecelakaan tersebut,” ujarnya.
KCIC mengatakan bahwa ada enam korban, termasuk dua yang meninggal dan dua luka berat, dan semuanya merupakan teknisi dari kontraktor perusahaan konstruksi Tiongkok Sinohydro berkewarganegaraan China.
Direktur Utama KCIC Dwiyana Slamet Riyadi mengatakan perusahaan akan bekerja sama dengan pihak terkait untuk menangani kejadian ini dan mendukung investigasi yang dilakukan pihak berwenang.
Selain itu, ujarnya, KCIC juga akan melakukan evaluasi menyeluruh atas prosedur pemasangan rel.
“Proses pembangunan di area kerja KCJB saat ini tetap berjalan. Pembangunan stasiun dan pemasangan subsistem perkeretaapian di area KCJB tetap dilakukan sesuai prosedur dan jadwal yang telah ditetapkan. Termasuk pemasangan rel tanpa ballast,” kata Dwiyana.
Dihentikan sementara
Kementerian Perhubungan mengatakan kegiatan pembangunan akan dihentikan selama investigasi.
Direktorat Jenderal Perkeretaapian “akan memastikan bahwa insiden ini akan dijadikan pelajaran penting untuk mencegah berulangnya insiden serupa,” kata Juru Bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati.
Dia memastikan sarana yang mengalami kecelakaan bukan merupakan kereta yang digunakan untuk mengangkut penumpang, tetapi yang hanya digunakan untuk pembangunan jalur rel.
Berdasarkan data Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, proyek KCJB ini melibatkan 12 ribu pekerja, termasuk 2.000 warga negara China.
Menurut pemerintah, warga China dipekerjakan karena keahlian khusus yang tidak dimiliki warga lokal.
Pihak KCIC menolak menjawab ketika ditanya jumlah korban tewas terkait pembangunan proyek kereta cepat sejak konstruksi dimulai.
KCJB - yang merupakan bagian dari Belt and Road Initiative, program pemerintah China senilai US$1 triliun lebih untuk membiayai pembangunan infrastruktur di seluruh dunia - dijadwalkan selesai bulan Juni tahun depan, meleset dari rencana sebelumnya tahun 2019.
Layanan kereta ini diklaim akan mampu melaju dengan kecepatan 350 kilometer per jam dan akan melayani sebanyak 68 perjalanan setiap hari serta berhenti di lima stasiun, dengan waktu tempuh antara 34-45 menit, dibanding 2,5 jam dengan kereta biasa.
Mulanya, proyek kereta cepat tidak akan menggunakan uang negara (APBN). Namun prakteknya berkata lain. Pada Oktober 2021, Presiden Joko “Jokowi” Widodo memutuskan untuk mengizinkan penggunaan APBN untuk membiayai proyek yang dananya membengkak sejumlah $1.5 miliar dolar.
Kepercayaan publik turun
Direktur INDEF Tauhid Ahmad mengatakan dengan kecelakaan ini pemerintah harus melakukan evaluasi.
“Apakah ada faktor risiko jika kereta melaju dengan kecepatan tinggi? Di sisi lain jika diperlambat maka waktu yang ditempuh juga akan berkurang, dan tidak cepat lagi nantinya,” kata dia.
Oleh karena itu, katanya, harus dilakukan banyak uji coba di wilayah rawan agar kecelakaan bisa diantisipasi.
“Kalau baru sekali mungkin orang masih maklumi, namun kalau nanti ada lagi kecelakaan walaupun bukan pada rangkaian penumpang, maka bisa menjadi penyebab orang untuk tidak naik dan melewati perlintasan rel itu,” kata dia.
“Orang yang utama saat naik kendaraan itu ya memastikan aman, kalau kecelakaan berat terjadi lagi maka lebih baik orang naik kereta biasa dibandingkan kereta cepat. Yang penting aman daripada keselamatan terancam, cepat bukan lagi yang utama,” ujarnya.
Sedangkan, tambahnya, kecelakaan ini akan sedikit mempengaruhi keputusan untuk dikabulkannya permintaan konsesi 80 tahun dari KCIC.
“Dari sisi bisnis konsesi 80 tahun makin membuat menderita diserahkan ke pemerintah lama sekali, seperti terkerangkeng skema. Artinya pemerintah aware ada situasi yang semakin tidak layak dengan ditambah kecelakaan,” ujar dia.
“Mending pemerintah mengeluarkan surat hutang sendiri dibanding dengan China yang konsesinya 80 tahun lagi,” tambahnya.
Sebelumnya, PT KCIC meminta agar konsesi pengoperasian diperpanjang menjadi 80 tahun, dari asalnya 50 tahun sesuai kesepakatan dengan pemerintah. Alasannya, demi memaksimalkan pendapatan.
Dwiyana kala itu memperkirakan permintaan tiket menurun akibat rencana pembangunan kota Transit Oriented Development ditunda karena pandemi. Selain itu, ujarnya, perhitungan jumlah penumpang yang tadinya mencapai 60 ribu orang per hari, kini hanya tinggal 31.000 per hari.
DPR, pada 23 November lalu, juga menyetujui pembiayaan untuk menutup pembengkakan dana proyek kereta api cepat Jakarta - Bandung melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) pada PT Kereta Api Indonesia sebesar Rp3,2 triliun.
Saat ini pihak Indonesia dan China masih belum sepakat terkait struktur pendanaan pembengkakan biaya yang menurut pihak Indonesia sebesar sekitar US$1.5 miliar dari proyek ini.
Pemerintah China bersikukuh pembengkakannya tidak lebih dari US$1 miliar, kata KCIC.