Kegalauan Warga Perbatasan Lumbis Ogong

Gunawan
2016.08.18
Balikpapan
160818_ID_Lumbis_1000.jpg Anggota DPR RI, Hetifah Sjaifudian (dua dari kanan), ketika meninjau Desa Sumantipal di Kecamatan Lumbis Ogong, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, belum lama ini.
Dok. Lumbis

Suara berat Busiau (32) mendadak tinggi. Kepala Desa Sumantipal, Kecamatan Lumbis Ogong, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, itu seolah tak mampu menahan kesal.

Meski puluhan tahun menjadi “pagar hidup perbatasan”, tak lantas melunturkan rasa nasionalismenya. Nasib yang terabaikan oleh negara memaksanya untuk bersuara keras.

“Hingga kini desa kami belum merasakan pembangunan. Punya negara tapi seperti tidak ada. Begitupun, kami tetap angkat muka sebagai orang Indonesia di hadapan Malaysia,” ujarnya saat diwawancara BeritaBenar, Senin, 15 Agustus 2016.

Ribuan warga Lumbis Ogong hidup berladang di area yang berbatasan langsung dengan Malaysia. Status kawasan 154 ribu hektare di Lumbis Ogong itu dinyatakan outstanding boundary problem (OBP) antara Pemerintah Indonesia dan Malaysia.

“Tujuh dari 21 desa yang masuk kawasan OBP ini berada di sekitar Lumbis Ogong,” ujar Busiau.

Lumbis Ogong berjarak dua hari perjalanan ke pusat pemerintahan Nunukan melintasi hutan dan harus naik perahu. Segala urusan pemerintahan harus diselesaikan di kota yang terpusat di Pulau Nunukan.

Dengan kondisi demikian, tidak mengherankan warga Lumbis Ogong memilih jalur “pintu belakang” Malaysia untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ke perbatasan, hanya 15 menit jalan kaki, dimana 1 jam setelahnya mendapati jalan tol yang menghubung Pensiangan hingga Keningau Sabah, Malaysia.

“Coba bandingkan, ke Nunukan butuh uang Rp 5 juta sedangkan biaya menuju Keningau hanya 25 ringgit atau Rp300 ribu saja,” paparnya.

Kebutuhan hidup dari Malaysia

Busiau mengakui hampir semua kebutuhan warga Lumbis Ogong asalnya dari Malaysia, semisal sembako, alat rumah tangga, BBM hingga layanan kesehatan. Malah negeri jiran itu menggratiskan biaya pengobatan bagi setiap orang yang mengantongi Identity Card (IC) Malaysia.

“Saudara kami banyak yang tinggal di Sabah. Mereka memberikan penjaminan sehingga banyak dari kami memiliki IC Malaysia,” ujarnya.

Berbekal IC Malaysia, tutur Busiau, warga Lumbis Ogong bebas melintasi perbatasan dan berobat di negeri jiran. Seperti dialami Musa Basiunan, yang pernah mengidap penyakit kronis sehingga mengharuskan penanganan intensif.

“Musa mendaftarkan diri ke Badan Sabajikan atau instansi sosial di Malaysia berbekal IC. Mereka menggratiskan biaya pengobatan di Hospital Besar Keningau yang mencapai 28 ribu ringgit atau Rp 60 juta. Dia hanya bayar pendaftaran 3 ringgit atau Rp5.000,” papar Busiau.

Menurutnya, warga Lumbis Ogong menuntut pemekaran Kabupaten Bumi Daya, lepas dari Nunukan. Pemerintahan baru ini diharapkan mampu memakmurkan 56 ribu jiwa warga Lumbis Ogong agar tak tergoda menjadi bagian Malaysia.

“Sekarang statusnya OBP sehingga masih terserah kami, dan kami memiliki dua identitas kewarganegaraan. Jangan sampai nanti warga pilih bergabung ke Malaysia,” ujarnya.

Perahu panjang seperti ini menjadi alat transporasi yang menghubungkan Lumbis Ogong dan pusat Kabupaten Nunukan di Kalimantan Utara. (Gunawan/BeritaBenar)

Status quo

Kepala Bidang Humas Nunukan, Ilham Zain, mengatakan polemik perbatasan di Lumbis Ogong berawal pada masa penjajahan. Beda penafsiran tapal batas kembali mencuat di masa pemerintahan Soekarno tahun 1967 hingga sekarang.

“Zaman Belanda dan Inggris sudah ada beda penafsiran perbatasan di Lumbis Ogong. Ini mencuat kembali saat pengukuran tapal batas Indonesia dan Malaysia tahun 1967 dan berlarut larut sampai sekarang. Bisa disebut berstatus quo,” ungkapnya.

Panglima Kodam Mulawarman, Mayjen. Johny L. Tobing mengakui status quo tapal batas di wilayah Sei Sumantipal dan Sei Sinapad antara Indonesia dan Malaysia. Kedua negara masih berbeda pandangan soal penetapan tapal batas tersebut.

Johny mengatakan perwakilan dua negara masih melakukan pembicaraan bersama soal penetapan tapal batas. Menurutnya, pasukan pengaman perbatasan TNI bersiaga di luar tapal batas yang belum ada kesepakatan.

“Kami berjaga di luar tapal batas wilayah. Begitu pula pasukan Malaysia bersiaga di luar tapal batas mereka,” ujarnya saat dikonfirmasi BeritaBenar.

Johny memastikan seluruh warga Lumbis Ogong memiliki kedekatan emosional kepada Indonesia. Hal Itu terbukti mereka ikut memperingati perayaan kemerdekaan Indonesia setiap tanggal 17 Agustus.

“Mereka memperingati kemerdekaan Indonesia sebulan penuh, bendera Merah Putih berkibar dimana-mana. Meriah sekali kondisinya,” katanya.

Tak ada pembangunan

Ilham menyebutkan masalah semakin runyam tatkala pembangunan pemerintah daerah terkonsentrasi di Pulau Nunukan dan Sebatik.

“Anggaran Pemda memang terbatas sehingga belum menjangkau wilayah perbatasan. Tapi kami berusaha membangun sarana air bersih, perumahan, dan jalan,” jelasnya.

Karena keterbatasan itu, ujarnya, warga Lumbis Ogong tergantung suplai dari Malaysia. Kesamaan rumpun antara dua warga perbatasan membuat interaksi berjalan lancar.

“Biarpun beda negara, mereka masih ada hubungan. Orang Murud dan Iban (Malaysia) serumpun dengan suku Agabag. Mereka saling berkunjung satu dengan lain, termasuk dalam berniaga,” ujarnya.

Namun, Ilham memastikan kecintaan warga perbatasan kepada Indonesia tetap terjaga. Upaya pemekaran daerah otonomi baru lepas dari Nunukan mendapat dukungan warga.

“Ketertinggalan pembangunan bisa dikejar dengan daerah pemekaran baru,” tuturnya.

Anggota Komisi II DPR RI, Hetifah Sjaifudian yang belum lama ini meninjau perbatasan Lumbis Ogong, mengaku banyak mendapat masukan dari masyarakat setempat.

“Saya sengaja meninjau lokasi ini untuk mengetahui permasalahan mereka sebenarnya seperti apa. Ini menjadi bahan pembahasan antara DPR RI dengan kementerian terkait,” paparnya.

Busiau dan ribuan warga Lumbis Ogong berharap dapat merasakan pembangunan untuk menjadi bagian Indonesia yang sesungguhnya. Dengan begitu, kegalauan menjaga rasa nasionalisme segera terobati.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.