Menggagas Dialog Rakyat Papua dan Pemerintah

Victor Mambor
2016.02.02
Jayapura
160201_ID-Papua_1000 Sekretaris Jenderal ULMWP, Octovianus Mote (kiri) didampingi Juru Bicara ULMWP, Benny Wenda saat hadir sebagai pengamat pada pertemuan Melanesia Spearhead Groups di Kota Honiara, Kepulauan Solomon, 18-26 Juni 2015.
Photo: Benar

Berbagai kalangan terus mendorong perlunya penyelesaian konflik di Papua secara damai melalui dialog karena keprihatinan mereka akan kondisi Bumi Cendrawasih yang masih dirundung kekerasan.

“Kita semua bermimpi Papua harus menjadi tanah yang damai. Karena itulah kami dari Jaringan Damai Papua (JDP) melakukan serangkaian pertemuan untuk menyerap aspirasi rakyat secara vertikal dan horizontal di seluruh tanah Papua,” ungkap Pater Neles Tebay saat diwawancara BeritaBenar, Minggu 31 Januari.

Dia meyakini konflik dan kekerasan yang terjadi di Papua hanya bisa diselesaikan oleh orang Papua sendiri.

“Orang lain tidak akan datang menyelesaikan konflik di tanah Papua. Makanya, kita sendiri yang harus berinisiatif untuk selesaikan,” tegasnya.

Gagas dialog Jakarta – Papua

Sejak tahun 2009, bersama almarhum Muridan Widjojo, seorang peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Neles telah menggagas “dialog Jakarta – Papua”. Konsepnya sederhana saja. Dialog diibaratkannya seperti membuka kebun. Sebelum membuka kebun, lahan harus dibersihkan dulu. Apa yang kemudian ditanam dalam kebun itu, menjadi pilihan pembuka lahan.

“Semakin banyak orang bicara tentang dialog, entah menolak atau mendukung, itu lebih baik. Karena kita mencari alternatif, bagaimana Papua harus menjadi tanah yang damai dulu. Setelah itu, baru berpikir merdeka atau masih tetap dengan Indonesia,” jelas Neles.

Namun konsep yang digagas JDP tidak serta merta diterima Pemerintah Indonesia. Jakarta tak hanya mempersoalkan siapa yang mewakili rakyat Papua untuk berdialog dengan pemerintah, tapi juga belum sepakat dengan konsep dialog yang diusulkan JDP dan LIPI.

Padahal Presiden Joko Widodo, yang telah tiga kali mengunjungi Papua setelah terpilih menjadi presiden, sebelumnya mengatakan akan membuka pintu dialog dengan siapa saja untuk menyelesaikan konflik di provinsi paling timur Indonesia itu.

"Dari awal sudah saya sampaikan, bukan hanya dialog, ruang-ruang yang berkaitan dengan pembangunan Papua, dialog dengan siapapun enggak ada masalah," tutur Jokowi saat berkunjung ke Wamena, akhir tahun lalu.

Tetapi dalam lawatan Mei 2015, Presiden Jokowi menyatakan bahwa kunjungannya ke Papua sudah merupakan bentuk dialog itu sendiri.

“Di Papua sudah tidak ada masalah. Dialog untuk apa? Saya sudah sering ke sini. Sudah berbicara dengan ketua adat, dengan pimpinan agama, bupati, walikota, semua sudah berbicara. Itu artinya apa? Dialog kan?” ujarnya.

Belum punya strategi besar

Adriana Elisabeth, Koordinator Tim Kajian Papua LIPI berpendapat lain. Menurutnya walaupun kunjungan presiden beberapa kali membawa harapan baru bagi Bumi Cendrawasih, namun dialog yang dimaksud adalah yang melibatkan semua pihak, termasuk pihak-pihak yang ingin merdeka.

Dialog dengan strategi baru ini menurutnya menjadi mungkin dilakukan. Dialog dalam pandangan LIPI dan JDP, tambahnya, dapat menjadi forum untuk bertemu dan membahas berbagai persoalan di Papua secara bersama dengan membentuk  pemahaman  bersama dan membangun kepercayaan menuju rekonsiliasi. Namun dia menambahkan bahwa konsep dialog baru ini, kalaupun dilakukan, masih memerlukan sebuah strategi besar.

“Konsep dialog (Jakarta-Papua) belum punya grand strategy simultan, komprehensif dan sinergis. Tanpa strategi besar, maka kebijakan pembangunan ekonomi dan perbaikan situasi politik dan keamanan akan tetap berjalan sendiri-sendiri,” kata Adriana.

Regionalisasi isu Papua di Pasifik

Gagasan dialog belakangan menjadi perhatian kelompok negara-negara Melanesia yang tergabung dalam Melanesia Spearhead Groups (MSG). Ketua MSG, Manasye Sogavare telah menawarkan diri untuk menjadi sponsor dialog antara United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dan Pemerintah Indonesia.

ULMWP adalah anggota dengan status pengamat di MSG. Sedangkan Indonesia merupakan associate member di MSG.

“Kami punya ide menempatkan ULMWP dan Indonesia untuk bersama memulai. Kami ingin mensponsori itu. Kami akan memungkinkan Anda untuk memilih agenda pembicaraan dalam dialog dan tatap muka,” kata Manasye, yang juga Perdana Menteri Kepulauan Solomon melalui siaran pers, pekan lalu.

“Kita akan mencari beberapa moderator untuk memandu dialog ini. Apa pun yang datang dari dialog itu, akan membantu kita mengukur pemikiran Pemerintah Indonesia mengenai isu-isu yang menjadi keprihatinan kita,“ tambahnya.

Sekretaris Jenderal ULMWP, Oktovianus Mote menyambut baik tawaran MSG itu.

“Tidak ada yang ingin menyentuh isu ini. Terima kasih untuk Ketua MSG yang berdiri dengan komitmen dan kebijaksanaannya. Indonesia dan ULMWP berada dalam 'rumah' yang sama, MSG. Disitulah masalah kita harus diselesaikan,” kata Mote kepada BeritaBenar.

Menanggapi tawaran MSG, Deputi I Menkopolhukam Mayjen TNI Yoedhi Swastono mengatakan ULMWP dalam Komunike MSG Juni lalu mewakili komunitas Melanesia Indonesia di luar negeri.  Sedangkan, di Indonesia diwakili komunitas Melanesia dari lima provinsi yaitu Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.

MSG, menurut dia, adalah forum kebudayaan negara-negara Melanesia. “Berbicara Melanesia di Indonesia tentu tak bisa hanya Papua saja,” kata Yoedhi yang terkesan enggan mengomentari masalah dialog.

Namun Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Tantowi Yahya membantah pernyataan Deputi I Menkopolhukam yang menyatakan bahwa MSG adalah forum kebudayaan.

“Perlu saya koreksi, menurut hemat kami, MSG adalah forum politik di Melanesia, bukan forum kebudayaan. Disinilah negara-negara Melanesia menyuarakan aspirasi mereka, termasuk membawa isu Papua sebagai agenda. Bukan hanya di MSG, tapi juga Pacific Islands Forum dan Pacific Islands Development Forum,” tegas Tantowi.

Dia khawatir, perkembangan politik di Pasifik bisa mengurangi komitmen dua negara penting kawasan Melanesia – Fiji dan Papua Nugini – yang secara tradisional adalah pendukung kedaulatan Indonesia atas Papua.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.