5 Terduga Penyerang Polisi di Bima Dibekuk

Operasi pengejaran yang terus dilakukan tim Densus 88 membuat sisa-sisa anggota kelompok militan semakin terdesak.
Rina Chadijah
2017.11.01
Jakarta
171101_ID_Bim_terror_1000.jpg Polisi bersiaga di lokasi sebuah pesantren di Bima, Nusa Tenggara Barat, setelah terjadi ledakan bom beberapa hari sebelumnya di pesantren yang diyakini beraliran radikal tersebut, 13 Juli 2011.
AFP

Pasukan Detasemen Khusus (Densus) 88 antiteror Polri menangkap lima terduga teroris dalam operasi pengejaran di kawasan Ambalawi, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), Rabu dinihari, 1 November 2017.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen. Pol. Rikwanto di Jakarta menyatakan kelimanya ditangkap tidak jauh dari lokasi baku tembak yang menewaskan dua terduga teroris, dua hari sebelumnya.

“Tak ada perlawanan berarti dari mereka saat ditangkap petugas. Saat ini mereka masih diperiksa lebih lanjut di Mapolda NTB untuk diteliti keterlibatannya dengan kasus yang ada,” katanya kepada BeritaBenar.

Rikwanto menyatakan bahwa mereka yang ditangkap diyakini terlibat aksi penembakan Bripka Zaenal - seorang anggota Polres Bima dan Bripka Gafur - anggota Polsek Langgudu, pada 11 September 2017.

Menurut Rikwanto, kelima orang itu adalah Iqbal Tanjung (28), Abdul Hamid alias Dami (60), Jasman Ahmad (28), Yaser bin Thamrin (29), dan  Akram (30).

Iqbal ialah pelaku yang menembak Zaenal. Sementara Dami berperan dalam pemberian bantuan logistik kepada para pelaku selama masa pelarian. Keduanya merupakan anak dan ayah.

"Iqbal selama bersembunyi mendapatkan bantuan logistik dari Jasman dan Yoga berupa mie instan dan biskuit. Kemudian disalurkan lewat orang tuanya Dami, untuk diantarkan ke tempat persembunyian," papar Rikwanto.

Dia melanjutkan, Jasman yang merupakan anggota Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) Bima pimpinan Iman Munandar berperan sebagai koordinator penyedia logistik untuk diberi kepada para pelaku yang bersembunyi dari kejaran polisi.

Sementara Yaser dan Arkam diketahui mengikuti kegiatan pelatihan fisik yang dilakukan para anggota kelompok JAT Bima.

JAT adalah kelompok militan yang dibentuk oleh Abu Bakar Baasyir pada tahun 2008, ulama yang diklaim sebagai pimpinan spiritual Jamaah Islamiyah, kelompok yang  berada di belakang serangan Bom Bali tahun 2002. Baasyir saat ini mendekam di penjara atas dakwaan keterlibatan dalam pelatihan militer di Aceh tahun 2010.

Dua tewas

Sebelumnya, Mabes Polri juga telah merilis nama dua terduga teroris yang tewas dalam kontak tembak di pegunungan Mawu Rite, perbatasan Kota Bima dengan Kecamatan Ambalawi, NTB, Senin lalu. Mereka adalah Muhammad Amirullah alias One Dance dan Rahmad Fadhlizdi Jalal alias Yaman.

Sebelum diserahkan kepada keluarga mereka, Selasa, jenazah keduanya sempat diotopsi di Rumah Sakit Bhayangkara Mataram.

Kadiv Humas Polri Irjen. Pol.Setyo Wasisto mengatakan, kedua terduga teroris itu memiliki senjata api rakitan yang bisa menampung segala jenis peluru.

Peluru kaliber 556 untuk senapan laras panjang juga bisa dipakai. Tak hanya itu, senjata rakitan itu bisa memakai peluru kaliber 38 untuk revolver dan ukuran 9 mili untuk pistol.

"Pasti mereka modifikasi sendiri," kata Setyo kepada wartawan di Mabes Polri, Selasa.

Rikwanto menambahkan, Amir bertindak sebagai eksekutor dalam penyerangan Gafur, di depan SMPN 8 Kota Bima setelah mengantar anaknya ke sekolah. Saat melaksanakan aksinya, Amir diboncengi Munandar dengan motor.

"Dari keterangan mereka, Munandar alias Nandar masih memegang sepucuk senjata api rakitan dengan amunisi 3 butir kaliber 5,56 mm," ujar Rikwanto.

Para pelaku penyerangan polisi diyakini juga bergabung dengan kelompok Mujahiddin Indonesia Timur (MIT) di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, pimpinan Santoso alias Abu Wardah yang telah tewas dalam baku tembak dengan pasukan TNI pada 18 Juli 2016.

Mereka, jelas Rikwanto, sering keluar dan masuk Bima, begitu juga sebaliknya ke Poso sebelum operasi pemberantasan MIT digencarkan sejak tiga tahun lalu.

Bahkan, anggota kelompok teroris di Bima itu menerima instruksi langsung dari Santoso semasa hidup untuk melancarkan aksi teror.

"Mereka bergerak di Bima dan mereka dapat perintah untuk melakukan aksi di Bima," katanya.

Terus berkurang

Gencarnya operasi pemburuan jaringan teroris  belakangan membuat gerak kelompok, terutama MIT – yang telah berbaiat kepada Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) makin terbatas.

“Kelompok Bima adalah bagian MIT. Prediksi saya sekitar 16 orang lagi mereka tersisa di Bima,” kata pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh Lhokseumawe di Aceh, Al Chaidar saat dihubungi BeritaBenar.

Menurutnya, Munandar bisa disebut sebagai orang kepercayaan Santoso di Bima yang mampu merekrut kader baru.

“Dia tercatat pernah ikut masuk ke Marawi,” katanya.

Sementara peneliti Terorisme dari Yayasan Prasasti Perdamaian, Taufik Andrie, yakin polisi telah mengetahui keberadaan sisa pengikut Santoso dan anggota MIT di Bima.

“Kita mengapresiasi upaya pemburuan yang dilakukan polisi,” ujarnya saat dihubungi.

Menurutnya dengan semakin gencarnya operasi polisi, kelompok teror terus terdesak ruang geraknya. Hal itu juga terlihat di Jawa usai pengejaran intensif yang dilancarkan Polri usai aksi bom bunuh diri di terminal Kampung Melayu, Jakarta, 24 Mei 2017.

“Yang perlu diwaspadai mereka berpencar dan menjadi sel-sel kecil yang berbahaya dan terus merekrut anggota baru. Operasi memang harus terus dilakukan,” ujar Taufik.

Sebelumnya, Selasa pekan lalu, Densus 88 juga menangkap sembilan terduga teroris dalam operasi penggerebekan serentak yang dilancarkan di empat provinsi.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.