Dikepung Satgas Tinombala, 2 Pengikut Baru MIT Menyerahkan Diri
2020.03.20
Palu

Dua anggota Mujahidin Indonesia Timur (MIT), kelompok militan terafiliasi Negara Islam (ISIS), menyerahkan diri kepada pasukan keamanan di Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng) setelah dikepung petugas, kata Kapolda setempat Irjen Syafril Nursal, Jumat (3/20/2020).
Syafril mengatakan dua orang yang menyerahkan diri itu bernama Muh. Firmansyah alias Thoriq alias Iman (28) dan Syarifuddin Thalib alias Udin alias Usman (26), yang merupakan warga Poso.
Sebelum menyerahkan diri, Firmansyah dan Syarifuddin dikepung oleh anggota Satgas Operasi Tinombala yang terdiri dari personel Polri dan TNI di Desa Pinedapa, Kecamatan Poso Pesisir pada 16 Maret lalu.
“Pasukan kita memang sudah mengepung di mana DPO (buronan yang terdapat dalam Daftar Pencarian Orang) kita berada. Sejak dari tanggal 16 sampai tanggal 17 mereka akhirnya menyerahkan diri,” kata Syafril kepada wartawan.
“Karena memang yang bersangkutan merasa tidak kuat karena kita kepung, makanya mereka menyerahkan diri,” terangnya.
Menurutnya, Firmansyah dan Syarifuddin merupakan pengikut yang baru bergabung bersama kelompok yang dipimpin Ali Kalora, yang kini mengepalai kelompok militan bersenjata itu.
Firmasyah bergabung pada Februari lalu, sedangkan Syarifuddin bergabung pada Desember lalu.
Di dalam MIT, Firmansyah menjadi penghubung bagi orang-orang yang ingin bergabung di hutan Poso, sedangkan Syarifuddin menjadi orang yang mencari dukungan logistik, kata Kapolda.
Buronan menjadi 16 orang
Kapolda menjelaskan, setelah dua orang menyerahkan diri, maka jumlah anggota MIT yang masuk DPO di Poso saat ini menjadi 16 orang.
Ia mengimbau kepada mereka yang masih ada di hutan dan pegunungan untuk segera turun menyerahkan diri, sehingga operasi bisa diselesaikan dengan baik.
“Jika tidak, kita akan terus menjalankan operasi sampai semuanya tertangkap,” imbuh Kapolda.
Kabid Humas Polda Sulteng, Kombes Pol. Didik Supranoto, menyebutkan bahwa jumlah anggota MIT di Poso yang tadinya 10 orang, kini menjadi 18 orang dengan adanya rekrutan baru.
“Setelah ditangkap dua orang, sekarang tinggal 16 DPO,” tegasnya.
Operasi Tinombala telah memasuki tahun ke-5 sebagai perpanjangan dari operasi Camar Maleo pada tahun 2015. Kedua operasi itu bertujuan untuk membekuk semua anggota MIT yang pada awal terbentuknya sempat beranggotakan hingga sekitar 40-an orang.
Dari sidang peradilan atas sejumlah anggotanya yang telah dibekuk, MIT terbukti berada di belakang sejumlah pembunuhan di Poso termasuk dengan cara pemenggalan kepala korban baik itu warga sipil atau anggota kepolisian. Tokoh utamanya, Santoso tewas terbunuh pada pertengahan 2016 namun tidak menghentikan gerakan kelompok yang sempat beranggotakan sejumlah warga asing dari Uighur, Cina.
Pengamat Terorisme IAIN Palu, Muhammad Lukman S Tahir, menilai bahwa operasi Tinombala yang digelar di Poso terkesan tidak efektif.
Pasalnya, menurut dia, DPO yang tadinya hanya berjumlah 10 orang, kini terus bertambah hingga berjumlah 16 orang.
“Kalau seperti itu berarti jalan masuk pengikut baru untuk bergabung dengan Ali Kalora terbuka. Itu tandanya tidak ada satgas yang menjaga pintu-pintu masuk ke hutan dan pegunungan,”
Lukman menambahkan, meski dua pengikut baru berhasil ditangkap karena menyerahkan diri, namun itu bukan sebuah prestasi dari adanya operasi perburuan di Poso.
“Karena Satgas kan kecolongan. Kenapa bisa delapan orang pengikut baru kemudian tinggal enam orang itu bisa masuk ke hutan pegunungan,”
“Itu tandanya Satgas di sana tidak bekerja dengan maksimal. Makanya saya usulkan operasi itu dihentikan saja dan terapkan pola baru,” pungkas Lukman.