Dibebaskan Filipina, Indonesia Bahas Kepulangan Janda Kombatan ISIS

Pakar: walaupun almarhum suaminya adalah pimpinan teror Marawi, Minhati Madrais tak berbahaya tapi harus dipantau.
Tia Asmara
2020.07.17
Jakarta
200717-PH-Minhati-620.jpg Minhati Madrais, janda dari pemimpin militan Filipina pro - ISIS, Omarkhayam Maute yang terbunuh dalam pertempuran di Marawi pada Oktober 2017, diperiksa kesehatannya di sebuah rumah sakit setelah ditangkap di Kota Iligan, Filipina, 5 November 2017.
Richel V. Umel/BenarNews

Pemerintah Indonesia tengah membahas kemungkinan pulangnya janda dari pemimpin kelompok militan pro-ISIS yang tewas setelah mengepung kota Marawi di Filipina selatan tahun 2017, setelah dibebaskan pengadilan Filipina pada bulan lalu, kata pejabat Kementerian Luar Negeri, Jumat (17/7).

Minhati Madrais (39), istri dari mendiang Omarkhayyam Maute, ditangkap kepolisian Filipina pada 5 November 2017 di rumahnya di Filipina selatan, di mana polisi diberitakan menemukan bahan pembuatan bom serta paspor Indonesia yang kadaluarsa.

“Saat ini Kementerian Luar Negeri serta kementerian dan lembaga terkait di bawah Kemenko Polhukam sedang membahas kebijakan terkait dengan pembebasan tersebut termasuk KBRI kita di Manila dan KJRI di Davao terus melakukan komunikasi dengan otoritas setempat,” ujar Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri, Joedha Nugraha, dalam jumpa pers mingguan.

Joedha menambahkan, Minhati didakwa melanggar ketentuan tentang kepemilikan senjata dan bahan peledak dan pengadilannya dimulai 20 Maret 2018.

Joedha menjelaskan, pengadilan Filipina membebaskan Minhati karena kurangnya alat bukti yang membuktikan dirinya terlibat kegiatan terorisme kelompok Maute.

“Pada tanggal 26 Juni 2020, hakim memutuskan untuk membebaskan Minhati Madrais karena kurangnya alat bukti. Bukti dianggap tidak cukup untuk membuktikan Madrais bersalah,” ujarnya.

“Surat penangkapan juga dibatalkan hakim karena identitas yang tidak sesuai,” tambahnya.

Minhati, merupakan anak dari Madrais Hajar, pemilik yayasan Islam Darul Amal, di Babelan, Bekasi.

Perempuan yang berprofesi sebagai guru tersebut bertemu Maute saat mereka kuliah di Mesir. Setelah menyelesaikan studinya di universitas, mereka kembali ke Indonesia, namun akhirnya pindah ke Marawi.

Minhati dan Maute memiliki enam orang anak - empat perempuan dan dua laki-laki - yang kemudian hak asuhnya diambil alih pekerja sosial di Filipina pasca penangkapannya. Saat ditangkap salah satu anaknya masih berusia sembilan bulan.

Dalam surat putusan pengadilan, salah satu bukti yang tidak menguatkan antara lain karena saat terjadi penggeledahan barang bukti di kamar tidur, Minhati tidak boleh menyaksikan dan dijaga ketat di sudut ruang tamu.

Pertempuran Marawi pecah pada 23 Mei 2017 ketika polisi dan militer bergerak untuk menangkap Isnilon Hapilon, pemimpin ISIS Asia Tenggara yang juga merupakan orang yang paling dicari FBI.

Namun mereka disambut oleh kekuatan besar petempur militan, termasuk dari kelompok Abu Sayyaf yang dipimpin Hisnilon Hapilon dan beberapa pejuang dari Timur Tengah dan Asia Tenggara.

Mereka juga didukung oleh kelompok militan lokal yang dipimpin oleh Omarkhayyam dan saudaranya, Abdullah Maute.

Hapilon dan Omarkhayam tewas di tangan pasukan pemerintah pada 16 Oktober 2017, sementara Abdullah Maute, terbunuh sebelumnya.

Pertempuran tersebut, yang memicu kekhawatiran bahwa ISIS mungkin mendapatkan tempat pijakan di Asia Tenggara, menewaskan hampir 1.000 gerilyawan, 165 tentara dan polisi serta 47 warga sipil.

Pemulangannya akan diurus oleh KBRI Manila,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri, Kombes Pol Awi Setiono kepada BenarNews.

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) enggan berkomentar mengenai hal ini. Namun kepolisian mengatakan untuk kasus ini Densus tidak dilibatkan.

Tidak membahayakan

Direktur Eksekutif organisasi Society Against Radicalism and Violent Extremism, Darojatul Aliah, mengatakan di Filipina, Minhati tidak terlalu dikenal sebagai kombatan, sehingga dianggap tidak berpotensi membahayakan. Minhati, ujar dia, hanya dikenal sebagai istri Omarkhayam Maute.

Namun sebagai istri kombatan Marawi, ujarnya, harus dilihat lagi apakah ideologinya hanya mengikuti suaminya atau memang sadar ikut terlibat dan terpapar radikalisme.

“Dia harus di-assess apakah dia ikut ke Filipina sebagai istri saja mendampingi suaminya atau hanya sekedar tahu gerakan suaminya tapi dia tidak ikut berpartisipasi dalam tindak teror,” ujarnya kepada Benarnews.

“Sebaiknya assessment dilakukan di Filipina untuk mengetahui level radikalisme yang dia miliki seperti apa, kalau dia pulang seperti apa, sehingga BNPT dan Polisi punya informasi ketika menanganinya,”ujar Darojatul.

Saat ini, kata dia, Minhati masih berada di kota Iligan, 30 km sebelah utara kota Marawi, menunggu proses clearance dari pemerintah Filipina dan Indonesia.

Darojatul mengatakan, dalam kasus Marawi, perempuan memang dilibatkan untuk ikut berperang diantaranya menjadi perawat dan pengatur logistik. Mereka bahkan, ujar dia, ikut mendukung gerakan kampanye untuk berperang melawan pemerintah pasukan Filipina.

“Mereka bertugas bolak balik keluar masuk kota Marawi saat pertempuran terjadi, banyak dari mereka merawat kombatan terluka atau sekedar membawa logistik makanan, namun tidak bagi Minhati yang saat itu justru diungsikan oleh Omar Maute ke luar kota Marawi, untuk sementara tinggal di kota Iligan,” ujar Darojatul.

Darojatul melihat keterkaitan antara kelompok pro-ISIS di Filipina dan pro-ISIS di Indonesia karena ada kasus pendanaan tindak pidana terorisme yang mengalir untuk kelompok pro ISIS di kedua negara.

Seperti diketahui, ujar dia, Omar Maute dikenal sebagai keluarga terpandang, pintar dan sangat kaya di Filipina. Namun ia belum bisa melihat keterkaitan Minhati di dalamnya.

Menurut pengamat terorisme dari Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC), Sidney Jones, Minhati akan segera pulang untuk berkumpul dengan keluarganya.

“Minhati Madrais akan pulang karena semua anaknya terkecuali yang masih balita sudah berada di Indonesia. Mereka sudah dikirim lebih dulu ke sini,”ujar Sidney saat dihubungi BenarNews.

Menurut dia, Minhati tidak memiliki link keterkaitan dengan kelompok teror pro-ISIS di Indonesia karena dia tidak memiliki latar belakang kombatan atau petempur.

“Dia tidak bersifat ancaman apapun karena walaupun suaminya tokoh besar dalam pertempuran Marawi namun dia sendiri berada dalam kota Iligan selama pemberontakan Marawi,”ujar dia

“Dia tidak ada link dengan banyak kelompok teroris seperti yang kita kira,”ujar Sidney.

Tuduhan polisi Filipina terhadapnya tidak kuat sehingga dia bebas.

“Kasusnya lemah karena dia tidak pernah menjadi kombatan sama sekali. Saya lihat pembebasannya bukan merupakan suatu yang membahayakan. Kalau dia kembali ke Indonesia maka dia mungkin akan tinggal di pesantren keluarganya tanpa menggerakkan kelompok teroris dan ekstrimis di Indonesia,”ujar Sidney.

Posisinya, kata dia juga pasti akan dipantau oleh polisi dan BNPT karena masih ada kekhawatiran ada hubungan dengan kelompok pro-ISIS di Filipina selatan.

Assessment akan dilakukan dari KBRI, biar saja dia pulang tanpa diganggu lagi,”tutup Sidney.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.