Petakan Lokasi Persembunyian 4 Buron, Aparat Perpanjang Operasi Pemburuan MIT

Pakar sebut pemerintah telah gagal capai target menumpas militan Mujahidin Indonesian Timur.
Keisyah Aprilia
2022.01.03
Palu
Petakan Lokasi Persembunyian 4 Buron, Aparat Perpanjang Operasi Pemburuan MIT Biodata dan foto empat buronan militan bersenjata Mujahidin Indonesia Timur (MIT) diperlihatkan kepada sejumlah jurnalis saat rilis kasus terorisme di kantor Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah di Palu, 31 Desember 2021.
Keisyah Aprilia/BenarNews

Kepolisian di Sulawesi Tengah pada Senin (3/1) mengatakan telah memetakan keberadaan empat anggota kelompok militan bersenjata Mujahidin Indonesia Timur (MIT) dan kembali memperpanjang masa operasi pemburuan para buron terorisme yang tersisa itu hingga tiga bulan ke depan.  

Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Operasi Madago Raya Kombes Pol. Didik Supranato mengatakan keempat orang yang masuk dalam daftar pencarian orang tersebut saat ini bersembunyi di pegunungan perbatasan Kabupaten Poso dan Parigi Moutong.

“Karena ada informasi itu, pengetatan dilakukan di perbatasan tersebut. Kita berharap mereka bisa tertangkap,” kata Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Operasi Madago Raya Kombes Pol. Didik Supranato kepada BenarNews, Senin.

Didik mengatakan, keberadaan para buron diketahui dari pengakuan warga sekitar yang pernah melihat mereka memasuki perkebunan untuk mengambil bahan makanan milik petani. Wilayah itu juga menjadi akses utama bagi keempatnya dalam mendapatkan pasokan logistik dan bahan peledak dari simpatisan MIT.

Kepolisian meyakini kelompok militan yang terafiliasi Jemaah Islamiyah (JI) itu kini hanya tersisa empat anggotanya, setelah pada September 2021, Operasi Madago Raya yang melibatkan lebih dari 1.300 personel gabungan kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) itu berhasil menembak mati pimpinan mereka Ali Kalora dan seorang anak buahnya.

Keempat buron tersebut adalah Ahmad Gazali alias Ahmad Panjang, Askar alias Jaid alias Pak Guru, Nae alias Galuh alias Muklas, dan Suhardin alias Hasan Pranata.

Didik mengatakan, dengan perpanjangan Operasi Madago Raya, maka jumlah personel akan diperbanyak pada pos-pos penyekatan di titik perbatasan tersebut.

Operasi Madago Raya diluncurkan pada 1 Januari tahun lalu untuk melanjutkan Operasi Tinombala yang dimulai 2016 dengan tujuan memberangus kelompok yang anggotanya diyakini sudah berbaiat kepada kelompok ekstrim Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

Sulitnya medan persembunyian kelompok MIT yang berada di pegunungan dengan lokasi curam menyulitkan operasi pemburuan MIT yang telah berkali-kali mengalami perpanjangan sejak pertama kali diluncurkan pada 2015 dengan nama Operasi Camar.

Penanggung Jawab Komando Operasi Madago Raya, Irjen. Pol. Rudy Sufahriadi mengatakan, operasi pencarian yang seharusnya berakhir pada Desember 2021 itu, akan kembali diperpanjang mulai 3 Januari 2022 hingga 3 Maret 2022, dengan alasan demi memastikan keamanan masyarakat di Poso dan sekitarnya.

Menurut Rudy, tidak ada perubahan dalam pola operasi. Namun, prajurit Polri dan TNI yang tergabung dalam satgas jumlahnya berkurang dari sebelumnya 1.376 personel menjadi 400 personel. Selain itu, satgas juga akan melakukan pendekatan persuasif kepada sejumlah warga diduga masih menjadi simpatisan dan membantu memenuhi kebutuhan kelompok MIT Poso.

“Meski dilakukan pendekatan persuasif, satgas di lapangan juga tetap melakukan perburuan di hutan pegunungan yang telah dipetakan sebagai tempat empat DPO MIT bersembunyi,” kata Rudy kepada BenarNews.

Selain menembak mati Ali Kalora dan seorang anak buahnya, sepanjang 2021, Operasi Madago Raya juga telah menewaskan tiga lainnya dan menangkap hidup-hidup 11 anggota. Proses hukum untuk sebelas anggota masih berlangsung hingga saat ini.

Kembali gagal

Peneliti Terorisme dari Institute Agama Islam Negeri Palu, Lukman S. Thahir mengatakan Operasi Madago Raya telah gagal untuk memenuhi target menumpas MIT sepanjang tahun 2021, meski berhasil melumpuhkan pimpinan mereka.

“Tahun ini harus menjadi pembuktian bahwa empat DPO itu bisa ditumpaskan. Pun jumlah satgas berkurang itu bukan alasan, Polri dan TNI harus benar-benar serius menyelesaikan persoalan di Poso,” kata Lukman, saat dihubungi BenarNews.

Lukman meminta satgas memastikan dengan benar keberadaan empat buron MIT yang tersisa. “Kalau pemetaannya pasti, saya yakin empat DPO itu bisa tertangkap. Kalau tidak, operasi akan terus berulang dan tidak berujung,” katanya.

Sementara itu, pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh di Aceh, Al Chaidar, mengatakan aparat keamanan berhadapan dengan “teroris teritorial” yang menguasai wilayah hutan dan pegunungan Poso dengan sangat ulung sehingga sulit untuk memburu mereka.

“Mereka menguasai medan tempur. Ketika terdeteksi di suatu tempat mereka dengan mudah berpindah,” kata Al Chaidar kepada BenarNews.

Ia menilai, prajurit TNI harus lebih banyak dilibatkan dalam Operasi Madago Raya. “Karena TNI lebih menguasai teritorial. Nah, mereka harus dilibatkan penuh sehingga bisa mengimbangi keahlian MIT,” katanya.

370 teroris ditangkap

Sementara itu, Kepolisian Indonesia (Polri) pada akhir pekan lalu menyatakan telah menangkap 370 terduga teroris sepanjang 2021. Mereka yang ditangkap mayoritas anggota Jemaah Islamiyah (JI) --kelompok berafiliasi dengan Alqaeda, yang terlarang sejak 2008.

Sisanya, disebut polisi, merupakan anggota Jemaah Ansharut Daulah (JAD), organisasi yang menjadi dalang dalam serangkaian teror di Tanah Air sejak 2015. JAD yang terafiliasi ISIS yang juga telah dinyatakan terlarang pada 2018.

Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tidak memerinci jumlah pasti anggota JI atau JAD yang telah diringkus. Ia hanya mengatakan bahwa secara keseluruhan terduga teroris yang ditangkap pada 2021 bertambah hampir 50 persen dibanding tahun sebelumnya.

"Kepolisian menggunakan preventive strike atau penangkapan jika telah cukup bukti. Sehingga tidak muncul korban jiwa," kata Listyo dalam keterangan kepada wartawan.

Meski terduga teroris yang ditambah bertambah signifikan, lanjut Kapolri Listyo, tindak pidana terorisme sepanjang 2021 justru tercatat menurun dibanding tahun sebelumnya. Jika sepanjang 2020 terjadi 13 aksi terorisme, pada 2021 hanya terjadi enam kasus terorisme.

Kabag Bantuan Operasi Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror, Komisaris Besar Aswin Siregar mengatakan pandemi COVID-19 yang melanda Indonesia sejak awal 2020, telah mengubah pola rekrutmen kelompok teror di Indonesia dengan kian memanfaatkan teknologi informasi dalam menyebarkan paham lewat internet dan media sosial.

"Semua kelompok saat ini memanfaatkan IT, khususnya multimedia dan media sosial dalam penyebaran paham, komunikasi dan berbagai aktivitas jaringan terorisme lain," kata Aswin.

Peneliti dari Pusat Kajian Radikalisme dan Deradikalisasi (PAKAR) Muhammad Adhe Bhakti mengatakan, kepolisian memang mulai menyadari bahaya JI sehingga mengintensifkan penangkapan terhadap kelompok yang menjadi dalang rangkaian aksi teror di Indonesia di awal 2000-an tersebut.

Meski belum melakukan aksi teror, JI disebut terus memperkuat kekuatan. Mereka juga secara rutin mengirim anggota untuk berlatih militer ke Suriah jika sewaktu-waktu dibutuhkan untuk melancarkan teror.

"Tapi saat ini, JI berkamuflase agar tidak ketahuan oleh aparat," kata Adhe kepada BenarNews.

Arie Firdaus di Jakarta turut berkontribusi dalam laporan ini.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.