Satu Lagi Anggota MIT Tewas Ditembak
2016.11.10
Palu

Pasukan TNI/Polri yang tergabung dalam Satuan Tugas (Satgas) Operasi Tinombala 2016 kembali menembak mati seorang lelaki anggota Mujahidin Indonesia Timur (MIT), sementara pejabat dan warga Poso menyatakan daerahnya aman dan kondusif.
Kabid Humas Polda Sulteng, AKBP Hari Suprapto, ketika dikonfirmasi BeritaBenar di Palu, menyatakan, korban yang belum diketahui identitasnya itu tewas dalam kontak senjata di sekitar sungai Dusun II Aerteh, Kecamatan Sausu, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah (Sulteng), Kamis, 10 November 2016.
"Yang pasti satu anggota MIT tewas, enam lagi melarikan diri. Identitasnya masih kami dalami," katanya.
Menurutnya, kontak tembak sekitar 30 menit itu berawal dari patroli rutin tim Satgas di wilayah tersebut. Mereka melihat sekelompok orang tidak kenal dan mencurigakan.
Ketika pengecekan dengan teriakan sandi, dibalas tembakan sehingga baku tembak tak dapat dihindari yang mengakibatkan seorang anggota kelompok bersenjata tewas.
Di lokasi, tim Satgas mengamankan belasan butir amunisi aktif, belasan selonsong, satu magazen, dan satu bom rakitan jenis lontong.
Sesuai rencana, setelah evakuasi jenazah anggota MIT tersebut langsung dibawa ke Palu untuk proses identifikasi di Rumah Sakit Bhayangkara.
Dengan tewasnya anggota MIT, anggota kelompok yang disebutkan mendukung Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) hanya tersisa sembilan orang lagi. Mereka kini terus diburu di wilayah Parigi Moutong dan Kabupaten Poso.
"Pengembangan operasi ke Parigi Moutong tak terlepas dari laporan intelejen. Ternyata benar dan kami menangkap satu lagi anggota MIT meski dengan kondisi tak bernyawa," ujar Kapolda Sulteng, Brigjen Rudy Sufahriadi.
‘Poso kondusif’
Setelah pimpinan MIT, Santoso alias Abu Wardah, tewas dalam baku tembak di kawasan pegunungan Tambarana, Poso, 18 Juli lalu, dan penggantinya ditangkap serta beberapa orang menyerahkan diri, kekuatan MIT semakin melemah.
Sejak Operasi Tinombala 2016 dimulai 10 Januari lalu, belasan anggota MIT, termasuk enam orang etnis Uighur, tewas dan sejumlah lainnya ditangkap. Sebelumnya, ketika Operasi Camar digelar tahun 2015, tujuh anggota MIT tewas dan 31 orang ditangkap.
Wakil Bupati Poso, Samsuri, ketika diwawancara BeritaBenar beberapa waktu lalu, menyatakan meski belum semua anggota MIT ditangkap, tapi suasana kabupaten itu sudah aman dan kondusif.
"Sekarang semua hidup normal, Islam dan Kristen hidup berdampingan dan saling bahu-membahu membangun Poso," katanya.
"Secara keseluruhan, Poso aman dan damai. Masyarakat sangat terbuka bagi siapa saja yang berkunjung," tambahnya.
Aktivitas warga terlihat berjalan seperti biasa sehingga kedamaian sangat terasa. Semua orang bebas berekspresi seperti masyarakat di daerah lain. Sopan santun dan etika juga terjaga.
"Tidak ada lagi kata tidak menghargai di Poso. Semua orang tidak memandang agama, suku, dan statusnya. Di Poso, semua orang dipandang sama dan semua patut dihargai,” tegas Samsuri.
Terus membangun
Warga Poso tidak memungkiri pandangan sebagian masyarakat dari luar terhadap daerah mereka, dimana terkesan menyeramkan, tidak aman, dan tak ada kedamaian.
"Itu sangat diakui, karena saya pernah alami saat ditanya beberapa orang di luar Sulawesi. Saya jelaskan pada mereka kalau kondisi Poso tak seperti mereka anggap meski pernah menjadi daerah konflik," ujar seorang tokoh muda Poso, Rafiq.
Mereka bisa datang langsung ke Poso dan melihat perkembangan yang terjadi. Memang masih ada beberapa puing-puing rumah yang hangus terbakar akibat konflik komunal, tetapi patut diperhatikan kemajuan infrastruktur yang dibangun.
Akses jalan dan lainnya mulai tertata dengan baik dan pembangunan pusat perbelanjaan sudah bergeliat di Poso. Misalnya, mall di Kecamatan Poso Kota, menandakan investor tidak takut masuk bekas daerah konflik itu.
"Mereka menanamkan modal karena Poso aman dan tidak ada lagi pertikaian. Mereka juga menganggap Poso sebagai tempat yang sangat strategis untuk pusat perbelanjaan," urai Rafiq.
Selain mall, di Poso juga sudah banyak ditemukan hotel meski belum berbintang. Bagi pemerintah dan masyarakat setempat, adanya hotel sudah membuat Poso sedikit lebih maju dibandingkan sebelumnya.
"Pembangunan infrastruktur dan lainnya tak lain untuk mewujudkan Poso ke wajah baru pascakonflik. Itu sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” imbuh Rafiq.