Pemerintah Tolak 61 Izin Perkebunan Sawit
2016.05.27
Jakarta

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menolak 61 permohonan izin baru yang diajukan perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit sebagai upaya untuk mengurangi kerusakan lingkungan.
“Pemerintah tidak dalam kapasitas men-stop perusahaan sawit. Tapi jangan sampai kita extend ke sawit tapi lingkungan jadi rusak. Kita jaga alam jangan sampai semakin rusak,” ujar Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, San Afri Awang, di Jakarta, Rabu, 25 Mei 2016.
Dia menambahkan hasil dari kebijakan penolakan izin baru itu, hutan terselamatkan hampir mencapai sejuta hektar. Tetapi, San Afri tidak bersedia menyebutkan nama-nama perusahaan dan lokasi pembukaan lahan perkebunan sawit yang ditolak itu.
Menurut dia, pemerintah sedang berupaya meningkatkan produksi hasil perkebunan sawit dengan cara intensifikasi. Lahan sawit yang ada saat ini dirasakan sudah cukup untuk meningkan produksi.
Pertengahan April lalu, Presiden Joko “Jokowi’ Widodo menyatakan pemerintah sedang menyiapkan aturan moratorium (penundaan sementara) izin konsesi sawit karena lahan yang ada sudah cukup dan dapat ditingkatkan produksinya.
Sebelum rencana moratorium itu, perkebunan di Sumatera dan Kalimantan semakin meluas untuk memenuhi permintaan minyak sawit dunia. Pembukaan lahan itu pula dituding sebagai biang bencana kebakaran hutan sangat parah tahun lalu yang menyebabkan puluhan orang mengalami sakit.
Menurut data Ditjen Perkebunan, tahun 2014 luas areal sawit di Indonesia mencapai 10,9 juta hektar dengan rincian milik swasta seluas 5,66 juta hektar (51,62 persen), milik rakyat 4,55 juta hektar (41,55 persen) dan milik negara seluas 0,75 juta hektar (6,83 persen).
Saat ini, ujar San Afri, produksi sawit di tingkat perkebunan rakyat hanya 2,5 ton – 3 ton sementara di tingkat perusahaan produksinya mencapai 4 -4,5 ton.
“Kalau melihat negara-negara lain kok bisa produksi sawitnya bisa mencapai 7 ton. Nah, sebenarnya dari 4 ton ke 7 ton itu yang mau dikerjakan oleh pemerintah dan asosiasi-asosiasi sawit,” kata San Afri.
Kesejahteraan petani
San Afri juga menyoroti bahwa berdasarkan penelitian, kehidupan 4,3 juta petani sawit jauh dari sejahtera karena mayoritas kebun sawit dikuasai korporasi swasta asing.
“Mestinya petani sawit mampu atau dapat menikmati uang-uang sawit. Yang harus kita benahi adalah benarkah uang-uang dari sawit beredar di Indonesia?” ujarnya.
“Kita ingin kebun sawit besar dan luas tapi uangnya juga harus beredar di Indonesia, itu yang penting. Kalau uangnya beredar di negara lain, bagaimana?” tambah San Afri.
Dana sawit yang ada, lanjutnya, bisa digunakan petani untuk mengintensifikasi lahan agar produksinya melimpah.
“Misalnya untuk rehabilitasi kebun-kebunnya, bibit yang kurang produktif diganti dengan bibit lebih baik, penelitian-penelitian untuk mencari bibit unggul yang belum kita temukan, ayo dikeluarkan dananya untuk itu,” ujarnya.
Moratorium masih dibahas
Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong mengatakan bahwa pemerintah sedang menggodok peraturan penundaan sementara (moratorium) izin pembukaan lahan sawit. Moratorium itu untuk meningkatkan produksi tanpa membuka lahan baru.
"Salah satu tujuannya adalah soal produktivitas, yang dimaksud oleh Pak Presiden melontarkan moratorium itu. Ini supaya kita tidak lagi melakukan perluasan atau ekstensifikasi lahan baru," ujar Thomas seperti dikutip dari Kompas.com.
Menurut Thomas, aturan moratorium izin konsesi lahan sawit masih dibahas di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Saat ini sedang dipertimbangkan dan dipelajari apa saja pokok-pokok harus dimasukkan dalam moratorium tersebut.
Ketua Bidang Tata Ruang dan Agraria Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Edy Martono, mengatakan penghentian izin di tengah jalan seperti ini akan mengganggu investasi.
“Artinya investor bisa melihat bukan hanya sawit, (tapi) bahwa investasi di Indonesia bisa tiba-tiba dihentikan di tengah jalan. Padahal mereka berproses sudah lama sebelum aturan tersebut ada,” katanya.
Tanggapan Walhi
Manager Kampanye Hutan dan Perkebunan Skala Besar Walhi, Zenzi Suhadi, ketika diminta tanggapannya mengatakan, pemerintah mesti mewaspadai beberapa modus korporasi dalam menyiasati kebijakan di tingkat nasional, dengan menunggangi perubahan tata ruang daerah.
“Menolak permohonan izin baru perkebunan sawit memang keharusan saat ini, tapi kementerian mesti menghentikan review kawasan hutan untuk tata ruang,” katanya.
Menurut Zenzi, tidak sedikit perusahaan perkebunan sawit telah membuka kawasan hutan melalui lobi ke pemerintah daerah sebelum mendapat perizinan, bersamaan dengan adanya peraturan penghentian penerbitan izin lahan sawit.
“Mestinya dibarengi penegakan hukum atas perusahaan dalam kawasan hutan,” ujarnya.
Berdasarkan UU 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, tambahnya, jelas memberikan sanksi pidana terhadap pihak yang masuk, menduduki dan merusak kawasan hutan tanpa izin.