Jokowi Dianggap Tak Serius Ungkap Pembunuhan Munir

Presiden Joko Widodo telah memerintahkan Jaksa Agung untuk menelusuri keberadaan dokumen Tim Pencari Fakta kasus Munir.
Arie Firdaus
2016.10.13
Jakarta
161013_ID_Munir_1000.jpg Para aktivis mengenakan topeng Munir saat menggelar aksi untuk mengenang 10 tahun kematian Munir Said Thalib di Semarang, Jawa Tengah, 7 September 2014.
AFP

Pemerintahan Joko "Jokowi" Widodo dinilai tak serius mengungkap kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib setelah berdalih dokumen temuan tim pencari fakta (TPF) kasus itu tak tersimpan di Sekretariat Negara.

"Padahal, kan, tinggal minta ke TPF dulu. Mereka pasti punya arsipnya," tegas Wakil Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang mengurusi masalah hukum, Benny K. Harman, kepada BeritaBenar, Kamis, 13 Oktober 2016.

Hal sama disampaikan politikus Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani.

Menurutnya, perdebatan hilangnya dokumen itu seharusnya tak perlu jika pemerintah berfokus pada penyelesaian kasus karena tinggal meminta kembali salinan dokumen kepada anggota TPF.

“Mudah, kan?” katanya, "minta saja salinannya, masalah selesai. Saya yakin mereka punya arsip."

Hilangnya dokumen TPF diutarakan pemerintah melalui Kementerian Sekretaris Negara (Setneg) menyusul keputusan Komisi Informasi Publik (KIP) yang meminta pemerintah untuk membuka temuan TPF Munir pada Senin lalu, 10 Oktober 2016.

KIP menilai dokumen tersebut sebagai informasi penting yang harus diketahui publik. Gugatan ke KIP ini didaftarkan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), lembaga yang didirikan Munir.

Dikutip dari laman setneg.co.id, staf khusus Mensesneg bidang hukum, Alexander Lay, mengatakan mereka tak mengetahui keberadaan dokumen itu sehingga tak mungkin mengumumkan isi dokumen ke publik.

Heran

Mantan Menteri Sekretaris Negara 2004 - 2007, Yusril Ihza Mahendra, mengaku heran dengan kegaduhan yang ditimbulkan akibat hilangnya dokumen TPF Munir.

"Simpel, kirim saja lagi dokumennya ke Jokowi," ujar Yusril.

Ia menuturkan, setelah TPF Munir menyerahkan dokumen kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2005, tak ada instruksi dari SBY untuk memasukkan ke arsip Sekretariat Negara.

Walhasil, terang Yusril, dokumen itu tak pernah tersimpan di arsip Sekretariat Negara.

Perintahkan Jaksa Agung

Juru bicara presiden Johan Budi menyatakan, Jokowi telah memerintahkan Jaksa Agung, HM. Prasetyo untuk menelusuri keberadaan dokumen tersebut.

“Setelah ditelusuri, sejauh mana penyelesaian dari kasus Alm Munir itu sudah dilakukan di era kepemimpinan yang terdahulu, sampai dimana, gitu,” katanya kepada wartawan, Rabu, 12 Oktober 2016.

Ia menambahkan, dengan perintah itu nanti bisa ditelusuri lebih lanjut apakah ada bukti baru yang dapat ditindaklanjuti.

Prasetyo mengatakan bersedia melaksanakan tugas dari Presiden Jokowi untuk mencari dokumen TPF Munir.

"Itu akan kami lakukan karena itu adalah perintah kepala negara," katanya seperti dikutip dari Tempo.co.

"Langkah pertama, saya akan menugaskan anggota di bawah Jamintel (Jaksa Agung Muda Intelijen) untuk menghubungi mantan anggota TPF itu. Semoga mereka memiliki arsipnya," tambahnya.

Siap berikan salinan

Bekas Sekretaris TPF Munir, Usman Hamid, mengatakan siap memberi salinan dokumen penyelidikan kematian Munir kalau pemerintah meminta.

"Saya masih memegang salinannya (dokumen hasil penyelidikan)," ujarnya, "jika mau, pemerintah bisa mengundang."

Meski begitu, Usman berharap pemerintahan Jokowi bisa menemukan dokumen hasil penyelidikan yang diserahkan ke SBY pada 23 Juni 2005, sebagai bukti keseriusan pemerintah mengungkap kematian Munir.

Usman menceritakan, ketika itu, ia dan anggota TPF lain menyerahkan setidaknya lima eksemplar dokumen kepada SBY. Dokumen itu, kata dia, kemudian didistribusikan SBY kepada beberapa pejabat kementerian.

Hanya saja, dia tak merinci pejabat-pejabat dimaksud. "Saya tidak tahu," kata mantan Koordinator KontraS tersebut kepada BeritaBenar.

Tim pencari fakta dibentuk SBY untuk mengusut kematian Munir. Tim yang dipimpin Brigadir Jenderal Marsudi Hanafi beranggotakan 12 orang dari beragam latar belakang.

Selain Usman, tim juga beranggotakan Retno Marsudi yang sekarang menjabat Menteri Luar Negeri dan Abdul Kadir Jaelani yang kini menduduki posisi Konsul Jenderal Republik Indonesia di New York.

“Kalau tak mau repot, undang saja mereka jika pemerintah ingin minta salinan. Mudah, karena mereka sekarang bagian dari pemerintah,” tutur Usman.

Mencari dalang pembunuhan

Munir meninggal dunia dalam perjalanan dari Jakarta menuju Amsterdam, Belanda, menggunakan pesawat Garuda Indonesia bernomor penerbangan GA-974, pada 7 September 2004.

Dia pergi ke Belanda untuk melanjutkan pendidikan di Universitas Utrecht.

Dari hasil otopsi di Belanda, Munir diketahui meninggal dunia akibat racun arsenik.

Pengadilan menyatakan racun itu ditaruh oleh Pollycarpus Budihari Priyanto, seorang pilot senior Garuda Indonesia yang tengah cuti, tapi ditugaskan Direktur Utama Garuda Indonesia sebagai corporate security perjalanan itu.

Pollycarpus divonis 14 tahun penjara akibat keterlibatannya dalam pembunuhan Munir, pada 20 Desember 2005. Namun para aktivis meyakini Pollycarpus bukan dalang pembunuhan itu.

Musababnya, hakim menyebut Pollycarpus pernah menerima beberapa panggilan telepon Badan Intelijen Nasional (BIN) sebelum kejadian.

Walaupun hakim tak merinci identitas agen intelijen dimaksud, laporan media menyebut sejumlah nama termasuk Abdullah Makhmud Hendropriyono, kepala BIN saat itu. Hendropriyono yang kini merupakan salah satu penasihat presiden Jokowi, tidak pernah dituntut atas dugaan keterlibatannya.

Pada 19 Juni 2008, mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Mayor Jenderal Muchdi Purwoprandjono ditangkap setelah dianggap terlibat dalam perencanaan pembunuhan Munir.

Enam bulan kemudian, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membebaskan Muchdi dari segala dakwaan.

Pollycarpus sendiri telah dibebaskan secara bersyarat pada November 2014.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.