Museum Mpu Tantular yang Ramah Tunanetra

Museum ini dirintis oleh seorang jurnalis berkebangsaan Jerman pada tahun 1937.
Yovinus Guntur
2018.01.19
Sidoarjo
18-119_ID_Tantular_1000.jpg Sadari menjelaskan fasilitas yang ada dalam Gedung Pameran Tunanetra di Museum Mpu Tantular, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, 19 Januari 2018.
Yovinus Guntur/BeritaBenar

Suasana Gedung Pameran Tunanetra di Museum Mpu Tantular, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Rabu, 19 Januari 2018, tampak sepi.

Gedung tersebut adalah salah satu fasilitas bagi para pengunjung museum berkebutuhan khusus, terutama tunanetra.

Keberadaan gedung ini, membuat museum Mpu Tantular menjadi satu-satunya museum di Indonesia yang menyediakan layanan dan fasilitas bagi penyandang tunanetra.

“Ini adalah upaya kreativitas inovasi dan baru pertama di Indonesia. Bahkan ada seorang wisatawan Amerika yang bilang layanan seperti ini belum ada di negaranya,” ujar Kepala Teknis Preparasi dan Edukasi, UPT Museum Mpu Tantular, Sadari, kepada BeritaBenar.

Menurutnya, semua fasilitas di gedung tunanetra dibuat sedemikian rupa bagi kenyamanan dan keamanan penyandang tunanetra. Mulai dari jalan menuju gedung hingga koleksi.

Koleksi yang disajikan juga harus dipastikan aman, karena dibuat secara terbuka dan tidak dilindungi kaca. Untuk menyiasati hal ini, biasanya pihak pengelola menyajikan replika yang dibentuk sesuai aslinya.

Di gedung tunanetra ada sekitar 25 koleksi yang dipamerkan. Koleksi itu sama umumnya, yakni mulai dari benda cagar budaya, arkeologi dan teknologi.

Yang membedakan, di gedung ini dipamerkan tentang sejarah huruf braille dan penciptanya, Louis Braille.

Jika di gedung lain, penjelasan tentang koleksi disajikan dalam bentuk tulisan, di gedung ini, semuanya dideskripsikan dalam huruf braille.

“Jadi mulai dari depan pintu masuk, sudah ada keterangan bertuliskan huruf braille,” jelas Sadari.

Menurut catatan Persatuan Tunanetra Indonesia, seperti dikutip di harianjogja.com, pada tahun 2016 terdapat sekitar 3,75 juta warga tunanetra atau 1,5 persen dari sekitar 250 juta masyarakat Indonesia.

Papan petunjuk dalam huruf braille dipajang di depan pintu masuk Gedung Pameran Tunanetra. (Yovinus Guntur/BeritaBenar)
Papan petunjuk dalam huruf braille dipajang di depan pintu masuk Gedung Pameran Tunanetra. (Yovinus Guntur/BeritaBenar)

Ragam tanggapan

Aktivis Lembaga Pemberdayaan Tunanetra (LPT) Surabaya, Tutus Setiawan memberikan apresiasi terhadap layanan bagi tunanetra di museum Mpu Tantular.

Ia mengatakan, layanan ini adalah terobosan baru bagi penyandang disabilitas terutama di bidang edukasi.

Disisi lain, Tutus juga memberikan masukan kepada pihak pengelola museum, salah satunya adalah adanya layanan berbentuk audio.

“Kalau bisa ada layanan berbentuk audio berupa suara yang menerangkan tentang koleksi,” katanya.

Audio ini dinilai penting, karena tidak semua penyandang tunanetra bisa membaca dan memahami huruf braille, yang normalnya sudah bisa dipelajari dan dipahami dalam kurun waktu sebulan.

Selain itu, kemudahan layanan di museum Mpu Tantular, diharapkan tidak hanya bagi penyandang tunanetra saja, melainkan juga bagi seluruh penyandang disabilitas lain.

“Saya berharap agar pihak pengelola memberikan layanan bagi penyandang disabilitas lain, jadi tidak hanya khusus untuk tunanetra saja,” ujar Tutus.

Agus Kurniawan, pengunjung asal Surabaya, juga menyarankan pada pihak pengelola untuk menempatkan petugas khusus di gedung pameran tunanetra.

Keberadaan petugas ini, diharapkan bisa membantu pengunjung disabilitas, baik dalam akses dan hal lain.

Wakil Gubernur Jawa Timur, Syaifullah Yusuf, berjanji akan terus memperhatikan sarana dan prasarana di Museum Mpu Tantular.

Sebagai museum milik pemerintah provinsi, sudah sewajarnya pihaknya ikut bertanggung jawab.

“Kita menyiapkan anggaran bagi Museum Mpu Tantular, tentunya dengan menyesuaikan kebutuhan yang ada,” katanya.

Sejarah museum

Museum Mpu Tantular awalnya didirikan oleh Von Faber, seorang jurnalis berkebangsaan Jerman yang gemar mengoleksi benda-benda bersejarah dengan nama Stedelijk Historisch Museum Soerabaja. Museum ini diresmikan pada 25 Juli 1937.

Setelah Von Faber meninggal dunia tahun 1955, koleksi museum menjadi rusak dan hilang, hingga akhirnya diambil alih oleh Yayasan Pendidikan Umum, dan dibuka untuk umum sejak 23 Mei 1972.

Dua tahun kemudian, atau tepatnya 23 Februai 1974, museum ini resmi menjadi museum negeri yang bernama Mpu Tantular.

Museum ini sempat berpindah tempat sebanyak tiga kali, yakni di Jalan Pemuda Surabaya, Jalan Taman Mayangkara Surabaya dan Jalan Raya Buduran Sidoarjo.

Tahun 2006, atau dua tahun setelah pindah ke Sidoarjo, pengelola menambahkan Gedung Pameran Tunanetra.

Museum Mpu Tantular memiliki kurang lebih 15 ribu koleksi, namun hanya 600 koleksi saja yang dipamerkan.

Koleksi tersebut berasal dari jaman prasejarah, termasuk juga jaman Hindu, Buddha, Islam, Kolonial hingga modern.

Barang-barang yang ada di museum berasal dari peninggalan Von Faber, hibah dari masyarakat, hingga membeli dari masyarakat.

Pengunjung

Jumlah kunjungan ke museum Mpu Tantular, sampai saat ini masih didominasi pelajar SD dan SMP serta masyarakat umum.

Total tahun 2017 ada 55.644 pengunjung. Jumlah ini mengalami kenaikan dibanding tahun 2016, sebesar 50.962 pengunjung.

“Dari jumlah itu, tercatat 103 turis asing tahun 2017 atau naik dari tahun sebelumnya, yakni 73 turis asing,” ujar Sadari.

Untuk meningkatkan jumlah pengunjung, tambahnya, pengelola terus melakukan beragam cara, seperti menggelar event pada bulan-bulan tertentu dengan mengundang komunitas dan sekolah.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.