Lamban tangani Myanmar, PM Malaysia kecam ASEAN: “Tak mencampuri bukan berarti tak peduli”
2023.03.02
Kuala Lumpur dan Washington

Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, Kamis (2/3) mengecam ASEAN yang dinilainya lamban dalam menangani isu Myanmar, dengan mengatakan prinsip tidak ikut campur masalah internal negara anggotanya bukan berarti menjadi tidak peduli.
Pengambilan keputusan berdasarkan konsensus tidak boleh membungkamkan anggotanya dari kritisi terhadap pelanggaran prinsip-prinsip inti perhimpunan itu dalam menghormati nilai-nilai demokrasi, hak asasi manusia dan kebebasan fundamental, katanya saat memberi kuliah di Universitas Filipina di Metro Manila.
Anwar, yang sedang melakukan lawatan resmi ke Filipina, berbicara dengan Presiden Ferdinand Marcos Jr sehari sebelumnya tentang Myanmar, menyarankan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) itu untuk mengeksplorasi pendekatan baru dalam menyelesaikan krisis pasca kudeta di sana.
Militer Myanmar, yang menggulingkan pemerintah terpilih pada 1 Februari 2021, mengingkari Konsensus Lima Poin – lima hal yang harus dilakukan untuk memulihkan perdamaian dan demokrasi – yang “disetujui” oleh semua perwakilan ASEAN – termasuk Junta- pada April tahun itu.
Tapi selain melarang kehadiran perwakilan junta dalam KTT ASEAN dan pertemuan tingkat menteri, blok regional itu tidak berbuat banyak dalam menghukum militer Myanmar karena mengingkari kesepakatan itu.
Analis mengatakan itu karena ada perpecahan di dalam negara-negara anggota ASEAN – Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Singapura menentang junta Myanmar, sementara negara-negara anggota lainnya, terutama Thailand, memilih sikap sebaliknya.
Dalam skenario seperti itu, kata para kritikus, pengambilan keputusan melalui konsensus telah sangat melumpuhkan ASEAN, namun, kata Anwar, konsensus tetap menjadi prinsip utama blok tersebut.
“Walau demikian, ini tidak berarti bahwa ASEAN harus tetap diam atas perkembangan di negara-negara anggota yang mempengaruhi kawasan yang lebih luas, atau khususnya pelanggaran berat terhadap Piagam ASEAN oleh anggotanya sendiri,” katanya.
“Sejujurnya, saya percaya bahwa non-interferensi bukanlah lisensi untuk ketidakpedulian,” kata Anwar dalam kuliahnya setelah menerima gelar doktor kehormatan dari universitas tersebut.
“Keadilan, keutamaan terdepan”
Pada Rabu PM Malaysia mengatakan kepada wartawan di Manila bahwa kerusuhan di Myanmar – di mana lebih dari 3.000 orang telah terbunuh sejak kudeta – berdampak buruk bagi negaranya, “karena jumlah pengungsi yang sangat besar melebihi 200.000 orang sekarang di Malaysia.”
Dia mengatakan masalah Myanmar “tidak dapat dianggap murni internal karena itu mempengaruhi keamanan dan kesejahteraan kawasan.”
Bulan lalu, dalam kunjungan resmi ke Thailand, Anwar melangkah lebih jauh dengan mengatakan, “kita sebaiknya mengabaikan Myanmar untuk sementara waktu,” demikian dikutip dari laporan media. Dia tidak menjelaskan lebih lanjut ketika itu.
Keesokan harinya Anwar kembali merujuk pada pernyataan itu.
“[Ketika] saya menyebutkan di Bangkok baru-baru ini tentang perlunya untuk sementara mengabaikan Myanmar karena pelanggaran hak asasi manusia yang terang-terangan dilakukan, itu merujuk pada konteks yang lebih luas tentang keharusan untuk tetap setia pada salah satu cita-cita utama ASEAN, yang tidak lain adalah memperjuangkan keadilan dan supremasi hukum,” kata Anwar.
Pada Februari, Anwar juga mengatakan kepada mitranya dari Thailand Prayuth Chan-o-cha, yang memiliki hubungan dekat dengan militer Burma, bahwa PM Thailand “dalam posisi yang lebih baik untuk mengungkapkan keprihatinan kami bahwa masalah internal di Myanmar harus diselesaikan secara internal,” demikian laporan media.
Malaysia telah menjadi salah satu anggota ASEAN yang paling vokal mendorong blok regional itu untuk merancang pendekatan baru dan mengambil tindakan tegas terhadap militer Myanmar.
Sebelum pemerintahan Anwar menjabat pada November, Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah menjadi sekutu utama Pemerintah Persatuan Nasional (NUG), yang merupakan pemerintah paralel dari masyarakat sipil Myanmar.
Setelah kudeta Myanmar, Saifuddin menjadi menteri luar negeri ASEAN pertama yang menghubungi NUG, secara terbuka bertemu dengan menteri luar negerinya, dan mendorong blok tersebut untuk terlibat secara aktif dengan perwakilan itu.
Saifuddin juga merupakan menteri luar negeri ASEAN pertama yang mengemukakan gagasan untuk membatalkan konsensus lima poin.
Sebagai ketua ASEAN saat ini, Indonesia tetap memegang teguh Konsensus Lima Poin sebagai rencana kerja yang akan dijalankan.
Banyak yang diharapkan dari Indonesia ketika mengambil alih sebagai ketua bergilir ASEAN pada bulan Januari, terutama dalam menyelesaikan krisis Myanmar.
Indonesia adalah negara terbesar di Asia Tenggara yang merupakan anggota pendiri ASEAN, dan merupakan negara demokrasi terbesar ketiga di dunia serta memiliki pengalaman dalam transisi dari pemerintahan diktator ke demokrasi.
Namun, Jakarta telah menurunkan harapan-harapan tersebut dengan mengatakan tidak akan menggunakan diplomasi megafon, sambil menambahkan bahwa tidak mungkin untuk menyelesaikan krisis Myanmar dalam masa jabatannya sebagai ketua ASEAN.
Sementara itu, Anwar mengutip tokoh pahlawan Filipina, Jose Rizal, untuk menekankan bahwa "Keadilan adalah keutamaan terdepan dari ras yang beradab.
"Ia menundukkan bangsa-bangsa barbar, sedangkan ketidakadilan membangkitkan yang paling lemah."