NasDem umumkan Anies sebagai calon presiden 2024
2022.10.03
Jakarta

Partai Nasional Demokrat (NasDem) pada Senin (3/10) secara resmi memutuskan untuk mengusung Anies Baswedan sebagai calon presiden pada Pemilu 2024, langkah yang menurut analis dapat menguntungkan partai dan Anies karena start yang lebih awal dalam meningkatkan popularitas.
Ketua Umum NasDem Surya Paloh mengatakan, Anies yang akan selesai bertugas sebagai gubernur DKI Jakarta tanggal 16 bulan ini juga merupakan sosok yang dianggap mampu “meneruskan pembangunan Indonesia serta membentuk karakter bangsa.”
“Kenapa Anies? Jawabannya adalah why not the best?” kata Surya Paloh dalam keterangan pers di gedung NasDem di Jakarta.
“Yang ingin dicari NasDem adalah yang terbaik dari yang baik-baik. Inilah kenapa NasDem melihat Anies Baswedan. Kami yakin pikiran-pikiran dan persepektif, baik makro maupun mikro, sejalan dengan yang kami yakini.”
Paloh pun mempersilakan Anies untuk menentukan sendiri calon wakil presiden yang akan mendampinginya pada Pemilu 2024.
"Dengan kerendahan hati, saya menerima dan siap menjawab tantangan itu," ujar Anies dalam kesempatan sama.
"Izinkan saya menuntaskan (tugas) di Jakarta... Sesudah itu, kita langsung bersiap bangun kolaborasi yang solid, membangun apa yang diamanahkan NasDem sebagai tanggung jawab ke negeri ini."
Dengan pencalonan Anies, dua partai kini telah mengumumkan calon presiden mereka untuk Pemilu 2024.
Sebelumnya pada Agustus, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto telah menyatakan kesediannya menjadi calon presiden dari Partai Gerindra.
Merujuk hasil terbaru sejumlah lembaga survei seperti Indikator Politik, Lembaga Survei Jakarta, dan Charta Politika, Anies berada di peringkat ketiga di bawah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Prabowo, dengan rentang elektabilitas 16-20 persen.
Dapat memberi keuntungan
Kepala Pusat Penelitian Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor menyebut, keputusan NasDem memilih Anies sudah tergolong tepat karena dua nama lain yang punya tingkat keterpilihan tinggi yakni Prabowo dan Ganjar sulit untuk diajak bergabung.
"Berangkat dari situasi saat ini, calon yang punya prospek kan hanya tiga. Dua nama lain yakni Prabowo dan Ganjar tidak mungkin, jadi tidak ada yang lain kecuali Anies," ujar Firman kepada BenarNews.
NasDem sebelumnya berencana mengumumkan calon presiden pada 10 November, tapi dipercepat menjadi hari ini. Sebelumnya, NasDem mengantongi tiga nama calon presiden yang akan mereka usung yakni Anies, Ganjar dan Panglima TNI Andika Perkasa.
"Pengumuman lebih cepat ini akan memberi keuntungan karena kerja partai bisa dimulai sejak dini, baik soal koalisi dan strategi pemenangan," kata Firman.
Apalagi, terang Firman, NasDem saat ini masih belum memenuhi syarat untuk mengajukan calon presiden sendiri.
Sesuai regulasi, calon presiden dapat diusung partai atau gabungan partai politik dengan minimal 20 persen kursi di parlemen. Adapun NasDem saat ini memiliki 10,26 persen sehingga membutuhkan koalisi dengan partai lain.
Dua partai yang diperkirakan berpeluang bakal bergabung ke dalam koalisi NasDem adalah duo oposan pemerintah yakni Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera.
Paloh telah menemui tokoh kedua partai ini di Jakarta pada Juni lalu, bahkan dalam keterangan hari ini menyebut keduanya sebagai “teman kita”.
Namun demikian, pengumuman awal ini dianggap Manan juga menyimpan risiko diterpa kampanye negatif bagi Anies, salah satunya isu dugaan korupsi pelaksanaan Formula E di Jakarta. Anies juga telah dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu terkait ihwal ini.
Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin menilai pengumuman pencalonan Anies menunjukkan bahwa NasDem telah melihat bahwa perkara di KPK tidak memiliki pengaruh signifikan.
"Lewat pengumuman yang dilakukan sekarang, NasDem artinya sudah menghitung risiko," kata Ujang.
Setelah diberhentikan dari jabatan Menteri Pendidikan pada masa periode pertama Presiden Joko “Jokowi” Widodo, Anies Baswedan terpilih sebagai gubernur DKI Jakarta pada tahun 2017. Dalam kampanye pilkada gubernur saat itu, Anies menghadapi kecaman karena kedekatannya dengan kelompok-kelompok Islam garis keras.
Demonstrasi massal yang diadakan oleh kelompok-kelompok garis keras tersebut ikut mendorong kejatuhan saingan politik Anies dan gubernur Jakarta saat itu, Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama, seorang politikus etnis Tionghoa beragama Kristen yang kemudian dipenjara dengan tuduhan penistaan agama Islam, sebuah kasus yang dinilai penuh kepentingan politik, sentimen agama dan antar-golongan.