Operasi Tinombala Diminta Dihentikan

Kapolda Sulawesi Tengah belum mengajukan perpanjangan operasi, namun bertekad terus memburu anggota kelompok militan MIT.
Keisyah Aprilia
2017.12.05
Palu
171295_ID_Tinombala_1000.jpg Satgas Operasi Tinombala memeriksa sejumlah kendaraan yang memasuki Kabupaten Poso, di perbatasa Poso dan Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, 30 September 2017.
Keisyah Aprilia/BeritaBenar

Operasi Tinombala untuk memburu kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang akan berakhir pada 30 Desember 2017, dipertanyakan keefektifannya dan disarankan untuk tidak diperpanjang, walaupun tujuh terduga angota militan masih bebas dan diyakini bersembunyi di Poso.

“Jangan dibiarkan begitu saja tanpa hasil. Ingat uang negara sudah banyak digelontorkan hanya untuk operasi yang terus diperpanjang dan belum bisa menyelesaikan persoalan di Poso,” kata Direktur Lembaga Pengembangan Studi Hukum dan Advokasi Hak Asasi Manusia (LPS-HAM) Sulawesi Tengah (Sulteng), Mohammad Affandi, kepada BeritaBenar, Selasa 5 Desember 2017.

Operasi Tinombala yang berlangsung sejak 10 Januari lalu, telah diperpanjang sebanyak sembilan kali. Terakhir operasi ini diperpanjang pada September lalu, dengan melibatkan 540 orang personel TNI-Polri.

Sejak operasi ini dimulai, belasan anggota MIT termasuk enam orang etnis Uighur, tewas dan sejumlah lainnya ditangkap.

Sebelumnya, ketika Operasi Camar digelar tahun 2015, tujuh anggota MIT tewas dan 31 orang ditangkap.

Polisi mengklaim kekuatan MIT yang telah berbaiat kepada kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) makin melemah semenjak Santoso alias Abu Wardah, tewas dalam baku tembak di kawasan pegunungan Tambarana, Poso, 18 Juli 2016 lalu.

Sebelumnya Santoso berada dalam daftar orang yang paling dicari polisi (DPO), setelah ia dan anggotanya membunuh beberapa penduduk sipil dan polisi serta melakukan aksi teror ke sejumlah kantor polisi.

Dengan kekuatan personel yang begitu besar untuk mencari hanya tujuh orang, Affandi menilai operasi ini gagal dan tidak benar-benar serius dilakukan. “Pasti kita akan bertanya-tanya, ada apa ini. Operasi itu benar-benar dilakukan atau tidak?” ujarnya.

Peneliti konflik Poso dari Universitas Tadulako Palu, Muhammad Marzuki, mengatakan operasi pemburuan teroris itu telah memberikan kesan negatif terhadap keamanan di Sulteng. Operasi besar-besaran itu juga berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi masyarakat.

"Kalau bisa dipikirkan kembali pemberian nama itu karena bersifat sektarian. Ini kan pertanda kalau Poso di mata luar sebagai sarang terorisme," sebutnya kepada Berita Benar.

Perlu perubahan pola

Anggota Komisi VII DPR, Ahmad HM Ali, mengatakan sudah seharusnya operasi dengan pola perburuan dihentikan. Menurutnya, pola operasi seperti itu hanya memberikan dampak buruk kepada masyarakat. "Sampai sekarang masih ada kok warga yang takut karena adanya operasi," sebutnya saat dihubungi.

"Kalau polanya monoton dan tanpa hasil, mending dihentikan saja dan pemerintah akan lakukan pemulihan pasca konflik serta program-program sosial di Poso," jelasnya.

Saat ini Poso dinilai jauh lebih aman dan kondusif. Namun kata dia, akibat operasi tersebut, sejumlah investor yang ingin berinvestasi di daerah itu masih ragu dengan keamanan di daerah tersebut.

"Ini tandanya Poso masih dianggap rawan, nah oleh karena itu stigma itu harus dihilangkan," tutup Ahmad.

Medan menjadi kendala

Operasi Tinombala diperpanjang hingga sembilan kali menurut Asisten Operasi Kapolri, Irjen. Pol. Muhammad Iriawan karena medan pemburuan terlalu sulit. Hutan Poso yang lebat dan curam serta cuaca yang sering berubah, membuat Satgas sulit menembus titik yang telah dipetakan. Terlebih kelompok tersebut sudah menghafal medan.

“Hutan Poso ini sangat lebat. Tidak mudah untuk melaluinya. Tapi itu bukan alasan, Satgas terus berusaha sehingga Poso benar-benar bersih dari aksi-aksi terorisme,” katanya.

Sementara Kapolda Sulawesi Tengah, Irjen. Rudy Sufahriadi optimistis Poso akan aman dari aksi-aksi terorisme. Pun memang masih akan meneruskan operasi pengejaran di Poso.

Masyarakat ia minta untuk tetap menjalankan aktivitas seperti biasa, karena Satgas menjamin keamanan. “Tidak perlu ada yang ditakuti. Masyarakat tetap beraktivitas seperti biasa saja. Kami yakin cepat atau pun lambat kelompok itu akan menyerah juga,” tegasnya.

Rudy menambahkan, setelah operasi ini berakhir 30 Desember, pihaknya belum akan mengusulkan perpanjangan waktu operasi. Namun Polda Sulawesi tetap melakukan pemburuan hingga Ali Kalora Cs benar-benar tertangkap.

Ketujuh sisa kelompok Santoso yang masih dalam pengejaran, adalah Ali Muhammad alias Ali Kalora alias Ali Ambon dan Muhammad Faisal alias Namnung alias Kobar asal Poso. Selain itu juga terdapat lima orang lainnya asal Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB),.yaitu Qatar alias Farel, Nae alias Galuh, Basir alias Romzi, Abu Alim, dan Kholid. Mereka diyakini masih berada di Poso.

“Operasi harus terus berjalan. Bagaimana Poso mau aman secara keseluruan kalau masih ada DPO itu. Harus dituntaskan semua,” kata Rudy.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.