Kapolri: Operasi Tinombala di Poso Diperpanjang Lagi

Anggota DPR meminta Polri menghentikan Operasi Tinombala karena sudah dua tahun, tapi belum berhasil menumpas seluruh anggota MIT.
Putra Andespu
2018.03.14
Jakarta
180314-ID-tito-1000 Personel TNI yang tergabung dalam Satuan Tugas Operasi Tinombala bersiap melakukan patroli di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, akhir tahun 2016.
Keisyah Aprilia /Berita Benar

Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan, kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang bersembunyi di hutan Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, tersisa kurang 10 orang, sehingga Operasi Tinombala diperpanjang lagi.

Ini adalah perpanjangan untuk kesepuluh kalinya sejak operasi untuk memburu militan MIT dilancarkan awal 2016.

"Operasi penanganan terorisme masih kita lakukan di Poso, Operasi Tinombala,” jelas  Tito dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR di Gedung Parlemen RI, Jakarta, Rabu, 14 Maret 2018.

“Masih ada kurang dari 10 orang lagi yang masih beraksi di sana.”

Karena jumlah target buruan kurang 10 orang, tambahnya, personel aparat keamanan yang dilibatkan dalam operasi tersebut akan dikurangi dari jumlah sebelumnya.

“Anggotanya kita kurangi sesuai jumlah sasaran yang ada,” ujar Tito, tanpa menjelaskan secara detil jumlah personel yang dilibatkan dalam lanjutan operasi tersebut.

Operasi Tinombala untuk memburu sekitar 41 militan MIT di Poso dimulai, 10 Januari 2016, setelah operasi bersandi Camar Maleo yang dilakukan setahun sebelumnya gagal menangkap Santoso alias Abu Wardah, pimpinan kelompok tersebut.

Sejak dimulai dua tahun silam, operasi tersebut berulang kali diperpanjang dan sudah menewaskan belasan orang, termasuk warga Uighur yang bergabung menjadi pengikut Santoso dan puluhan lainnya ditangkap.

Operasi Tinombala yang melibatkan satuan-satuan elit TNI dan Polri sebagai pengendali sayogianya berakhir Maret 2018.

Meski telah menyatakan operasi dilanjutkan, namun Kapolri tak menyebutkan batas waktunya sampai kapan.

Polri mengklaim kekuatan MIT yang telah berbaiat ke Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) terus melemah setelah kematian Santoso, pada Juli 2016.

Polda Sulawesi Tengah menyebutkan beberapa teroris di Poso yang tersisa dan masuk daftar buruan adalah Ali Kalora yang disebut-sebut sebagai pimpinan kelompok MIT, M Faisal alias Kobar, Qatar alias Farel, Nae alias Galuh, Basir alias Romzi, Abu Alim dan Kholid.

Polisi menduga mereka menguasai senjata organik, senjata rakitan dan bahan peledak serta bersembunyi di hutan lebat sehingga sulit ditangkap.

Hentikan saja

Anggota Komisi III DPR, Muhammad Syafii mengatakan, seharusnya Polri menghentikan Operasi Tinombala karena sudah dua tahun berlangsung, melibatkan ribuan personel dan menghabiskan banyak biaya.

“Menurut saya operasi itu harus segera dituntaskan supaya tidak banyak kali menyedot biaya. Negara ini sedang butuh dana, sangat sayang hanya digunakan untuk mengepung 10 orang di hutan lagi,” ujar politikus Partai Gerindra itu.

“Bagusnya (biaya itu) digunakan untuk membangun membantu kesehatan pendidikan.”

Syafii tak mengerti kenapa Polri begitu ngotot melanjutkan Operasi Tinombala yang menurutnya “hanya ajang mempertontonkan kelemahan” karena sudah dua tahun belum mampu menumpaskan seluruh anggota MIT.

Dia mengusulkan agar memakai cara yang dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dengan meminta bantuan para mantan narapidana terorisme untuk membujuk para militan MIT menyerah.

“Proses seperti ini saya kira bisa berhasil dan biaya tidak sebesar Operasi Tinombala yang menguras banyak dana itu,” ujar Syaffi kepada BeritaBenar.

Anggota DPR lain, Ahmad HM Ali mengatakan, pola Operasi Tinombala memberikan dampak buruk kepada masyarakat.

"Sampai sekarang masih ada warga yang takut karena operasi keamanan," katanya saat dihubungi.

"Kalau polanya monoton dan tanpa hasil, mending dihentikan saja dan pemerintah harus melakukan pemulihan pasca konflik serta program-program sosial di Poso."

Akibat operasi tersebut, menurut dia, terkesan Poso sebagai daerah yang tidak aman, sehingga investor yang ingin menanam modalnya di kabupaten itu masih ragu dengan keamanan.

"Ini tandanya Poso masih dianggap rawan, oleh karena stigma itu harus dihilangkan," sebut Ahmad.

Tapi, peneliti terorisme Universitas Indonesia, Ridlwan Habib tak sepakat jika Operasi Tinombala dihentikan.

“Saya kira (Operasi) Tinombala harus dilanjutkan agar penindakan efektif,” katanya kepada BeritaBenar.

Ridlwan menilai penanganan kelompok MIT yang tersisa di Poso tidak bisa dilakukan dengan pendekatan halus.

“Mereka bergerilya dalam hutan dan tidak memungkinkan diakses,” katanya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.