Peliknya Konservasi Orangutan Kalimantan
2017.11.23
Balikpapan

Romeo bersandar santai di dangau Pulau Lima dengan pongah di sisi Feni.
Matanya tajam menatap pengunjung, yang dibatasi parit berisi air sedalam 1,5 meter, mengelilingi pulau buatan Borneo Orangutan Survival (BOS) Samboja di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur (Kaltim).
“Parit supaya orangutan tak keluar dari wilayah pulau buatan,” tutur Koordinator Guide BOS Samboja, Imam Muslim, kepada BeritaBenar yang menyambangi tempat itu, Senin, 20 November 2017.
Pejantan alfa berusia 34 tahun itu mendominasi area setengah hektare pulau buatan. Ia menjadi satwa primata yang punya kecerdasan di atas rata-rata.
Romeo rutin mengecek kedalaman parit dengan sebatang ranting yang dipatahkannya.
“Bila merasa air parit tidak terlalu dalam, dia berani untuk menyeberangi,” papar Imam.
Romeo tak sendirian di sini. Ia ditemani dua betina, Isti dan Feni, yang berusia 18 tahun.
Mereka sengaja ditempatkan di pulau buatan setelah “lulus sekolah” peliaran konservasi BOS Samboja. Berbulan-bulan, ketiganya dilatih untuk mampu bertahan hidup di habitat aslinya.
Pengasuh mengenalkan pakan asli yang gampang ditemui di hutan Kalimantan seperti pisang, cempedak, dan nangka. Mereka juga dilatih membuat sarang berupa kumpulan ranting dan daun yang letaknya di atas pohon.
“Rata-rata orangutan di sini peliharaan manusia atau ditemukan di perkebunan sawit dan diserahkan BOS Samboja. Mereka harus dilatih agar bisa dilepasliarkan ke habitatnya,” jelas Imam.
Bukan perkara mudah menjadikan orangutan benar-benar siap kembali menghuni hutan Kalimantan. Secara bertahap, pengasuh mengenalkan predator orangutan dimana salah satunya adalah manusia.
“Semestinya mereka sembunyi bila melihat manusia di sekitar mereka, tapi di sini malah balik memperhatikan. Romeo sudah cukup lama di pulau buatan, namun masih terbiasa dengan manusia. Ini tidak boleh,” kata Imam.
Galang dana
BOS Samboja berdiri sejak 1991 sebagai lokasi konservasi orangutan Kalimantan. Di area seluas 1.800 hektar, terdapat 155 orangutan hasil sitaan atau diserahkan masyarakat. Mereka ditempatkan di 13 lokasi pulau buatan, kandang dan klinik kesehatan satwa.
“Mereka yang cerdas akan ikut pelatihan peliaran, sedangkan anak-anak ditempatkan di klinik. Yang cacat dan tua di kandang, mereka tak mungkin dilepasliarkan,” papar Imam.
Setiap individu orangutan setidaknya butuh biaya Rp35 juta per tahun untuk kebutuhan pakan, nutrisi dan kesehatan, tambahnya.
BOS Samboja mempekerjakan 114 pegawai untuk mengelola area seluas 1.800 hektar di mana dalamnya ada orangutan dan beruang madu.
Selama setahun, paling tidak BOS Samboja membutuhkan gelontoran dana Rp7 miliar untuk konservasi orangutan dan beruang madu.
BOS Samboja juga rutin melepasliar orangutan di Hutan Kehje Sewen Kutai Timur seluas 86.450 hektar. Selama tujuh tahun terakhir, BOS telah melepasliarkan 45 orangutan.
Humas BOS, Nico Hermanu mengatakan bahwa pihaknya menggalang dana pelestarian orangutan sebagai satwa yang terancam punah di Kalimantan itu dari berbagai pihak di luar negeri.
Selama 2016, terdapat 1.400 pendonor perseorangan yang turut serta menyumbangkan keperduliannya terkumpul Rp1,1 miliar. Total dana sumbangan sukarelawan orangutan menurun dibandingkan tahun sebelumnya Rp1,3 miliar.
“Meski dana turun, tapi total pendonor sukarelawan meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 1.200 orang,” jelas Nico.
Pengelola Fund Raising BOS Samboja, Haliza Nazir, menyatakan semua orang bisa terlibat menjaga pelestarian satwa orangutan Kalimantan.
BOS Samboja juga membuka tour trip pengunjung yang dikenakan beban biaya US$50 per orang.
“Dana ini dianggap sebagai dana adopsi untuk pelestarian orangutan,” jelasnya.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim, Sunandar Trigunajasa menyatakan, pihaknya terganjal keterbatasan sumber dalam penyelamatan orangutan karena tidak ada alokasi dana khusus.
Saat ini, BKSDA hanya bisa mengandeng pihak yang perduli pelestarian orangutan. BOS Samboja menjadi salah satu lembaga nirlaba yang perduli pada primata khas Kalimantan ini.
“Apabila kami mendapati orangutan dan beruang madu, BOS Samboja lembaga pertama yang kami hubungi,” ujarnya.
Terus menurun
The Nature Conservancy (TNC) Indonesia melansir data penurunan populasi primata orangutan hingga 25 persen selama kurun 10 tahun terakhir.
TNC yang melakukan riset di sejumlah hutan Kalimantan mendapati fakta mengejutkan.
Selama beberapa bulan terakhir, Herlina mengaku melakukan wawancara masyarakat di 540 desa.
Berdasarkan data itu, dia menyebutkan mampu memperkirakan keberadaan dan jumlah populasi orangutan secara akurat.
“Dengan memadukan kedua data tersebut, keberadaan dan perubahan jumlah populasi orangutan di seluruh Kalimantan bisa diperkirakan secara lebih akurat,” ungkapnya.
Saat ini, kepadatan populasi orangutan Kalimantan menurun jadi 0,13 – 0,47 individu per kilometer persegi dari sebelumnya 0,45 – 0,76 individu.
Pendataan dilakukan di habitat seluas 16 juta hektare terhadap 42 kelompok individu orangutan Kalimantan.
Penurunan populasi orangutan karena terjadinya penyusutan hutan primer Kalimantan, perburuan liar, kebakaran hutan hingga faktor perubahan iklim.
Populasi orangutan juga menurun akibat masif eksploitasi perkebunan, hutan tanaman, pertambangan dan pembangunan infrastruktur.
Herlina menyatakan, perlunya komitmen pemerintah dalam mengurangi laju penurunan populasi orangutan.
Pemerintah harus memasukkan kawasan lindung habitat orangutan dengan melibatkan masyarakat dan industri perkebunan secara aktif.
“Populasi orangutan Kalimantan sudah masuk kategori kritis. Jadi, harus ada perhatian bersama,” tegasnya.