TNI: Ayah-Anak yang Tewas Tertembak di Nduga adalah Kelompok Separatis
2020.07.20
Jayapura

Tentara Nasional Indonesia (TNI) mengatakan Senin (20/7) bahwa ayah dan anak yang tewas dalam penembakan Sabtu pekan lalu di Kabupaten Nduga, Papua, merupakan bagian dari kelompok separatis bersenjata di bawah pimpinan Egianus Kogoya.
Sementara, warga setempat beserta Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) menyebut kedua orang yang tewas, Elias Karunggu (40) dan Seru Karunggu (20), hari Sabtu (18/7) sebagai warga sipil yang telah mengungsi di hutan selama satu tahun tujuh bulan akibat konflik aparat dengan kelompok separatis di Nduga.
Juru bicara Komando Gabungan Wilayah Pertahanan III TNI, Nyoman Gede Suriastawa, mengatakan pihaknya telah melakukan pertemuan dengan Bupati Nduga, Yairus Gwijangge, bersama sejumlah perwakilan warga setempat untuk meyakinkan mereka bahwa Elias dan Seru bukan warga sipil.
“Bupati menerima hasil pembuktian dan penjelasan mengenai jenazah merupakan bagian dari kelompok KSB,” kata Suriastawa dalam keterangan tertulisnya kepada BenarNews, Senin. KSB atau kelompok separatis bersenjata adalah sebutan aparat keamanan Indonesia untuk TPNPB-OPM.
Seru dan Elias tewas ditembak oleh anggota TNI yang bertugas di Nduga di pinggir Sungai Keneyam, Nduga.
Seorang pengungsi yang merupakan saksi mata mengatakan keduanya tengah berjalan dari pengungsian mereka di Lisabak menuju tempat tinggal mereka di Keneyam. Keduanya berjalan bersama rombongan pengungsi dari dua Distrik, Paro dan Yengelo, tambah saksi tersebut.
“Semua yang mau menyeberang Sungai Keneyam diinterogasi oleh anggota TNI di Pos TNI yang berada di pinggir sungai. Seru juga. Namun setelah diinterogasi, ia dipukuli dan ditahan oleh anggota TNI,” ujar pengungsi yang tidak mau disebutkan namanya itu karena alasan keamanan kepada BenarNews.
Saat itu, Seru menggunakan kaos oblong bermotif loreng dan membawa sebuah kapak yang biasa digunakannya untuk memotong kayu untuk dibakar maupun membuat jembatan darurat ketika menyeberang sungai. Sementara Elias mengenakan koteka, pakaian tradisional Bumi Cenderawasih.
“Karena tindakan pemukulan dan penahanan terhadap Seru, Elias yang sudah berada di pinggir sungai kembali ke pos itu untuk menjemput Seru. Tak lama kemudian terdengar bunyi tembakan. Saat itu saya dan pengungsi lainnya sudah mulai berjalan ke Keneyam,” ungkap pengungsi tersebut.
Rombongan baru mengetahui Elias dan Seru tewas ditembak setelah tiba di Keneyam.
Tewasnya ayah dan anak itu menyebabkan masyarakat dan pemerintah daerah setempat melakukan aksi protes dengan menduduki jalan dan lokasi sekitar Bandara Keneyam, Nduga, pada Minggu (19/7).
Masyarakat meminta Koramil dan Polres Keneyam menyerahkan jenazah Elias dan Seru untuk dikubur di ujung lapangan terbang Keneyam.
Suriastawa mengatakan, jenazah baru diserahkan kepada pihak keluarga pada Minggu sore usai klarifikasi penembakan dari pihak aparat keamanan Indonesia selesai dilakukan bersama pihak keluarga yang diwakili Bupati Nduga.
“Negosiasi penyerahan jenazah ke pihak keluarga dilakukan pada hari Minggu, 19 Juli 2020, pukul 16.00 WIT. Dilaksanakan melalui pertemuan antara wakil keluarga dan perwakilan Satgas Yonif PR 330 dan Sektor Baliem,” tukas Suriastawa.
Jenazah keduanya kemudian dimakamkan di dekat Bandara Keneyam, Nduga, berdekatan dengan makam sopir Wakil Bupati Nduga yang juga ditembak aparat keamanan, Desember 2019.
TPNPB-OPM tolak klaim TNI
Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM), Sebby Sambom, menolak klaim TNI yang menyebut dua korban penembakan tersebut sebagai bagian dari kelompoknya.
“Itu pengungsi, OAP (Orang Asli Papua). Klaim TNI/Polri itu perlu diragukan karena biasanya mereka tembak atau tangkap masyarakat kemudian dituduh anggota TPNPB-OPM. Kebiasaan buruk para anggota TNI/Polri dari tahun ke tahun,” kata Sebby kepada BenarNews, Senin.
Sebby menambahkan, aparat keamanan beserta pemerintah Indonesia perlu menyadari bahwa kebutuhan dasar orang asli Papua adalah kebebasan sejati.
“Jadi sahabat itu tidak harus dalam satu negara. Percuma juga satu negara tapi saling bunuh, rakyatnya bunuh tentara dan tentara juga tembak rakyatnya,” ucapnya.
Sejak peristiwa pembunuhan terhadap karyawan PT. Istaka Karya oleh kelompok Egianus Kogoya di Nduga, Desember 2018, sebagian besar masyarakat di Nduga mengungsi ke kabupaten-kabupaten terdekat karena operasi pengejaran oleh pasukan TNI/Polri terhadap kelompok Egianus Kogoya.
Namun masyarakat dari Distrik Paro, Yengalo dan Yal yang tidak punya akses cepat mengungsi ke kabupaten-kabupaten terdekat bertahan di hutan. Banyak dari mereka yang sakit lalu meninggal.
Situasi yang kurang menguntungkan ini membuat sekitar lebih dari 50 warga tiga distrik ini, baik anak-anak, orang dewasa memutuskan menuju di Keneyam demi mencari perlindungan diri dari ancaman kematian karena kelaparan selama dalam pengungsian.
Ronna Nirmala di Jakarta berkontribusi pada artikel ini.