Korban Tewas Bertambah, Wamena Masih Mencekam

Menko Polhukam mengatakan pemerintah tidak akan bertemu perwakilan ULMWP.
Victor Mambor & Tia Asmara
2019.09.24
Jayapura & Jakarta
190924_ID_Papua_1000.jpg Kantor Bupati Jayawijaya yang terbakar setelah diamuk massa sehari sebelumnya, di Wamena, Papua, 24 September 2019.
AFP

Situasi Kota Wamena di Kabupaten Jayawijaya, Papua, sehari setelah demonstrasi siswa yang berujung amuk massa masih mencekam, sementara korban yang tewas bertambah menjadi 28 orang dan 66 lainnya terluka.

Beberapa warga yang dihubungi BeritaBenar, Selasa, 24 September 2019, menyebutkan belum terlihat aktivitas masyarakat seperti biasanya dan aparat keamanan berjaga-jaga di sejumlah lokasi strategis dalam kota.

“Sejumlah warga ikut juga berjaga di beberapa ruas jalan dengan senjata tajam berupa pisau, parang dan benda lain,” kata seorang warga yang menolak disebutkan namanya karena alasan keamanan.

Dia menambahkan listrik di sebagian besar Kota Wamena masih mati dan internet meski mulai bisa ddiakses, namun masih terbatas sehingga menyulitkan warga mendapat informasi.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian dalam jumpa pers di Jakarta, mengatakan korban tewas akibat kerusuhan di Wamena bertambah jadi 26 orang, dari sebelumnya diberitakan 17 orang.

Menurutnya, 22 orang dari korban tewas merupakan masyarakat pendatang sementara empat lainnya merupakan orang asli Papua, serta 66 lainnya terluka.

“Mereka lakukan kekerasan yang mematikan terhadap para pendatang. Kebanyakan dari mereka meninggal karena luka bacok, dan terbakar di dalam rumah atau ruko yang dibakar perusuh,” katanya.

Tito menambahkan beberapa korban tewas adalah tukang ojek atau pelayan restauran yang bekerja di kios atau toko sekitar yang dibakar massa.

Kapolres Jayawijaya, AKBP Tonny Ananda Swadaya, mengatakan para korban meninggal dan terluka telah dievakuasi ke Jayapura dengan pesawat Polri dan Hercules.

Pengungsi

Bupati Jayawijaya, John Banua Rouw, mengatakan akibat kerusuhan itu telah membuat 4.500 warga mengungsi yang kini ditampung di sejumlah lokasi.

“Pengungsi ada di Kodim, Polres, kemudian kantor DPRD, Koramil dan gereja. Jumlahnya kurang lebih 4.500 orang saat ini dan tentu akan bertambah,” katanya saat dihubungi.

Menurutnya, aksi yang terjadi Senin bukan demonstrasi, karena polisi dan pemerintah bahkan tidak menerima pemberitahuan sebelumnya.

“Untuk korban saya belum tahu pasti jumlahnya baik yang meninggal maupun luka-luka dalam insiden yang melibatkan anak-anak sekolah tersebut,” katanya.

Dia membenarkan bahwa Kantor Bupati, Kejaksaan, kantor Badan Pusat Statistik, Dinas Perhubungan, PLN Wamena, kantor KUA, Bank BRI di Wouma, Perguruan Tinggi, rumah, ruko dan bengkel, sejumlah kendaraan roda empat dan dua dibakar dalam kerusuhan itu.

Meras Lokbere, seorang warga Wamena mengaku adiknya Meson Lokbere, siswa SMP YPK Betlehem, tewas setelah kakinya terluka akibat peluru dan mayatnya masih berada di RSUD Wamena.

”Kami mau ambil jenazahnya tapi belum ada petugas. Jadi sementara kami pulang dulu. Nanti kami kembali lagi untuk lihat petugas di rumah sakit. Kalau ada, kami mau ambil jenazahnya,” kata Meras.

Ia menyebut adiknya tertembak di kaki saat ikut demonstrasi. Ia tahu dari kawan-kawan adiknya yang mengatakan bahwa Meson dibawa ke rumah sakit karena tertembak pada Senin siang. Lalu ia mendapat kabar adiknya telah meninggal pada Senin malam.

“Meson duduk di kelas II SMP,” kata Meras.

Ia mengaku sama sekali tidak tahu apa yang melatari demonstrasi di Wamena sampai berakhir rusuh.

Meras hanya mendengar ada demonstrasi yang dilakukan siswa. Lalu ada tembakan dan terjadi kerusuhan yang berujung dengan pembakaran beberapa pertokoan serta kantor pemerintah.

Ia juga tidak tahu siapa yang menembak adiknya hingga akhirnya meninggal dunia.

“Kami masih cari tahu masalah (penembakan Meson) ini,” ujar Meras.

Dibebaskan

Di Jayapura, 726 mahasiswa yang sempat ditahan di Mako Brimob Polda Papua setelah terjadi bentrok di Expo Waena, hari Senin, telah dibebaskan.

“Dari total 733 yang ditahan, 726 sudah dibebaskan. Tujuh lainnya masih ditahan,” kata Gubernur Papua, Lukas Enembe usai menemui para mahasiswa yang ditahan tersebut bersama Pangdam XVII Cenderawasih dan Kapolda Papua.

Ia berharap para mahasiswa segera kembali ke kota studi masing-masing, jika mereka bagian dari ribuan mahasiswa asal Papua yang eksodus kembali ke Tanah Papua sejak awal bulan ini.

Para mahasiswa yang sempat ditahan membantah klaim polisi yang menyatakan insiden di Expo Waena hingga menyebabkan satu anggota TNI dan tiga mahasiswa tewas dipicu oleh lemparan batu mahasiswa.

Yang terjadi, kata seorang mahasiswa Universitas Cenderawasih (Uucen) Alfred, adalah saat dua bis paling depan yang membawa mahasiswa tiba di Expo Waena, ternyata telah ada gabungan TNI/Polri dan massa yang disebut Kelompok Nusantara.

“Kelompok ini membawa alat tajam. Sebagian dari mereka menggunakan motor. Saat rombongan mahasiswa turun dari bis, mereka langsung disambut tembakan gas air mata, juga pelemparan batu dan botol oleh kelompok massa,” katanya.

“Para mahasiswa tidak terima atas perlakuan itu hingga terjadi ketegangan. Kemudian ada yang turun dari motor lalu memukul kepala seorang Brimob yang menggunakan helm. Saat itulah chaos dimulai.”

Dia menambahkan aparat keamanan mulai menembakkan gas air mata dan kemudian terdengar bunyi tembakan. Mahasiswa yang berada di dalam lokasi Expo membalas dengan lemparan batu.

“Akhirnya langsung massa mahasiswa pecah. Ada yang lari ke arah Waena, ada yang masuk ke aula Expo, untuk menyelamatkan diri,” katanya

Alfred sendiri diselamatkan seorang warga di sekitar Expo.

“Saat cuci muka di belakang Expo, ada seorang ibu menarik saya masuk ke rumahnya. Di situ saya cas baterai ponsel lalu menghubungi kawan-kawan,” pungkas Alfred.

Pihak ketiga

Kapolri menduga ada pihak ketiga terlibat dalam kerusuhan di Papua sebab kejadiannya bersamaan dengan Sidang Umum PBB dan Sidang Tahunan PBB di New York, AS, pada 23 September 2019.

“Kita lihat bahwa yang kita terima dan periksa, ada upaya dari pihak yang berada di luar negeri seperti Ketua Persatuan Gerakan Pembebasan untuk Papua Barat (ULMWP), Benny Wenda,” kata Tito.

“Mereka menghendaki terjadi keributan di Papua buat mancing media nasional dan internasional agar membangun amunisi diplomasi, seolah-olah ada pelanggaran HAM di Papua dan diangkat dalam sidang PBB itu.”

Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan, Wiranto, mengatakan pemerintah tidak akan bertemu bertemu perwakilan ULMWP.

“Ada ekualitas kita bertemu, kalau Presiden dengarkan suara rakyat tidak apa-apa, tapi kalau melakukan perjanjian dengan pertemuan resmi dengan pemberontak kelompok separatis jelas tidak bisa. Kalau tidak resmi mungkin saja tapi tidak dengan pertemuan formal karena sama saja dengan mengakui mereka,” ujarnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.