Indonesia Selidiki Penemuan Paspor WNI dalam Penggerebekan Pelaku Teror Turki
2017.01.11
Jakarta

Kementerian Luar Negeri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) masih mendalami penemuan paspor Warga Negara Indonesia (WNI) dalam sebuah penggerebekan terkait dengan serangan teror di sebuah klub malam di Turki 1 Januari lalu.
“Dari berbagai macam paspor saat ini masih dicek sama pihak otoritas keamanan Turki apakah itu palsu atau asli,” ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Nasir di Jakarta, Selasa malam, 10 Januari 2017.
Menurutnya, dalam penggerebekan sebuah rumah di kawasan Izmir, Rabu pekan lalu, 40 orang ditangkap karena diduga terlibat aksi penembakan di klub malam Reina, salah satu tempat hiburan yang paling popular di Istanbul pada hari tahun baru. Selain itu, ditemukan juga berbagai paspor, termasuk paspor WNI.
“Paspor WNI yang ditemukan belum ada data fix. Data yang kita terima ada sekitar tiga atau empat, tapi angka persisnya saya belum dapat,” ujarnya.
Namun, ia memastikan dari 40 orang yang ditangkap itu, tak ada WNI.
“Tidak ada WNI yang tertangkap atau dicurigai,” jelasnya, “semuanya dari berbagai negara namun tidak ada WNI.”
Sedikitnya 39 orang tewas dan puluhan lagi terluka, sebagian adalah warga asing, saat seorang bersenjata melepaskan tembakan ke arah pengunjung klub tersebut.
Kementerian Luar Negeri merilis tak ada WNI yang menjadi korban dalam serangan yang diklaim Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) bertanggung jawab.
Hal yang sama disampaikan Deputi II BNPT, Arif Darmawan yang menyebutkan pihaknya dan KBRI Turki masih menyelidiki atas penemuan paspor WNI dalam penggerebekan itu.
“Belum ada kepastian, masih didalami oleh Konjen RI di sana. Sementara masih dicek tentang identitas paspor tersebut,” ujarnya kepada BeritaBenar.
“Apakah asli atau palsu? Dan lagi belum ada konfirmasi juga dari Turki dan negara lain,” tambahnya.
Turis
Harits Abu Ulya, pakar terorisme yang juga Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) menyakini tak ada keterkaitan WNI dalam serangan di Turki karena belum pernah ada pendukung ISIS asal Indonesia yang terlibat aksi teror di negara lain.
“Mereka (pemilik identitas paspor) adalah turis, di antaranya laki-laki dan perempuan,” jelasnya.
Menurut Harits, selama ini pendukung ISIS dari Indonesia hanya beraksi di Suriah dan di dalam negeri.
“Biasanya yang sudah masuk Suriah akan ikut perang bersama ISIS,” ujarnya.
Pengamat terorisme dari Yayasan Prasasti Perdamaian, Taufik Andrie, juga mengatakan petempur asal Indonesia belum terlihat dalam aksi terorisme global, terutama di Eropa karena jaringannya belum terbangun.
“Network masih sebatas di Asia Tenggara seperti Katibah Nusantara yang eksis di Suriah dan jaringan terbangun berskala domestik di Indonesia,” katanya kepada BeritaBenar.
Namun, dengan semakin berkurangnya wilayah ISIS di Timur Tengah, kelompok ekstrim tersebut bisa mengubah strategi dengan mengirim pasukan ke jantung pertahanan musuh, terutama Eropa.
“Indonesian fighters mungkin termasuk bagian yang tersingkir, maka siapa tahu mereka mendapat tugas untuk melakukan serangan ke Eropa, di Turki misalnya,” katanya.
Taufik menambahkan, konsep ISIS adalah jihad global sehingga pendukung dari negara manapun bisa terlibat dan bergabung.
“Mereka bisa membangun network dengan kelompok di Turki. Melakukan teror adalah achievement. Kadang butuh pengakuan, terutama dari markas ISIS dan pendukung mereka di Indonesia,” ujarnya.
Sementara itu, Pemerintah Amerika Serikat pada hari Selasa telah memasukkan Jamaah Ansharut Daulah (JAD), sebuah kelompok radikal di Indonesia yang berafiliasi dengan ISIS, sebagai organisasi teroris. Kelompok itu dilaporkan berada dibalik serangan teror di Jakarta pada Januari 2016 yang menewaskan delapan orang, termasuk empat pelaku.
Dideportasi
Kabag Penerangan Umum Divhumas Polri Kombes Pol Martinus Sitompul mengatakan, tim Densus 88 masih memeriksa delapan WNI asal Bukit Tinggi, Sumatera Barat, yang dideportasi otoritas Malaysia melalui Batam, Selasa, 10 Januari 2017.
“Mereka masih diperiksa di Batam oleh tim Densus dalam 7x24 jam ke depan. Kemarin siang mereka dideportasi,” katanya kepada BeritaBenar di Jakarta, Rabu.
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal menyatakan, kedelapan WNI itu merupakan santri Pondok Pesantren Darul Hadits, Bukit Tinggi, yang berangkat ke Malaysia pada 3 Januari lalu.
Pada 7 Januari, mereka pergi Pattani untuk belajar tentang sistem pendidikan di sebuah lembaga pendidikan agama Islam di Thailand Selatan itu.
Kemudian tanggal 9 Januari, mereka memasuki Singapura melalui Johor, tetapi imigrasi Singapura mengenakan status not to land kepada WNI tersebut.
“Alasan utamanya karena ditemukan gambar di HP mereka yang terkait ISIS. Karena itu mereka dideportasi dari Singapura ke Malaysia,” kata Iqbal.
“Mereka mengamalkan ajaran ahlussunah wal jamaah (seperti kebanyakan umat Islam di Indonesia dan Malaysia) dan tidak mendukung ISIS. Gambar tersebut diterima secara tidak sengaja melalui media sosial,” tambahnya.
Sementara itu, KBRI Damaskus kembali menyelamatkan tujuh Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dari Aleppo, Suriah. Mereka merupakan TKI asal Serang, Tangerang, Indramayu, Karawang, Sulawesi Selatan, dan Lombok.
Duta Besar RI untuk Suriah, Djoko Harjanto, dalam siaran pers menegaskan pengiriman TKI ke Suriah sudah dihentikan sejak 2011.
"Ironisnya, di tengah gelombang pengungsi rakyat Suriah ke luar negeri, ternyata masih marak praktik perdagangan manusia ke Suriah berkedok pengiriman TKI," katanya.