51 Pegawai KPK Dipecat, Istana Minta Hentikan Kontroversi Tes Kebangsaan

Novel Baswedan: Semakin jelas upaya pelemahan atas KPK.
Ronna Nirmala
2021.05.26
Jakarta
51 Pegawai KPK Dipecat, Istana Minta Hentikan Kontroversi Tes Kebangsaan Para mahasiswa membawa simbol yang melambangkan kematian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sebuah aksi unjuk rasa di depan gedung DPR/MPR di Jakarta pada 1 Oktober 2019, menuntut anggota parlemen untuk mencabut revisi undang-undang antikorupsi yang dinilai melemahkan lembaga antirasuah itu.
AFP

Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko pada Rabu (26/5) meminta publik menghentikan kontroversi tentang tes wawasan kebangsaan, menyusul pemecatan 51 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinyatakan gagal dalam ujian yang banyak dikritik tersebut. 

Dua pekan lalu 75 pegawai KPK dibebastugaskan setelah dinyatakan tidak lolos dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) yang menjadi prasyarat peralihan status kepegawaian menjadi pegawai sipil negara menyusul amandemen undang-undang tentang KPK yang disahkan tahun 2019. 

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata pada Selasa mengumumkan pemecatan 51 orang yang tidak lolos tersebut, sementara 24 lainnya akan mengikuti tes ulang.

KPK belum mengumumkan nama 51 yang dipecat, namun menyatakan mereka akan bekerja sampai 1 November 2021. 

Kalangan yang mengecam TWK menganggap ujian itu merupakan upaya menyingkirkan individu-individu yang justru memiliki integritas tinggi bagi pemberantasan korupsi.

Wacana adanya pelemahan KPK terus bergulir sejak disahkannya revisi undang-undang lembaga antirasuah pada Oktober 2019 walaupun terjadi protes massal di seluruh Tanah Air atas peraturan baru yang justru dilihat membatasi independensi KPK itu.

Mahkamah Konstitusi awal bulan ini juga menolak permohonan uji formil UU KPK yang diajukan eks pimpinan KPK untuk membatalkan revisi itu.

“Sebaiknya kita sudahi energi negatif dan praduga yang tidak konstruktif terhadap KPK,” kata kepala KSP Moeldoko, “kita tahu bahwa ini sudah final, KPK harus terus diperkuat!”

Moeldoko mengatakan Presiden Joko “Jokowi” Widodo sejak awal mendukung adanya peralihan status pegawai melalui mekanisme tes kebangsaan di lembaga pemberantasan korupsi itu.

“Saya pikir arahan Presiden terkait alih status pegawai KPK sebagai aparatur sipil negara semakin menegaskan komitmen pemerintah untuk menjaga KPK agar dapat bekerja secara maksimal sesuai dengan tugasnya sebagai ujung tombak pemberantasan korupsi di Indonesia,” ujar Moeldoko.

Jokowi dalam pernyataannya pekan lalu, mengingatkan proses peralihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) tidak boleh dijadikan alasan pemecatan. 

“Perlu segera dilakukan langkah-langkah perbaikan pada level individu maupun organisasi,” kata Jokowi, “dan tidak serta-merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes.”

UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK dari hasil revisi menyebut seluruh pegawai KPK wajib berstatus sebagai ASN. KPK diberikan waktu hingga dua tahun sejak pengesahan, atau Oktober tahun ini, untuk mengalihkan status kepegawaian tersebut.

Aktivis antikorupsi menuduh Ketua KPK Firli Bahuri telah menyimpang dari amanat yang disampaikan Jokowi terkait nasib kepegawaian 75 orang tersebut. 

“Presiden seharusnya selaku pimpinan ASN dan eksekutif yang membawahi KPK, dalam konteks Pasal 3 UU KPK, menegur Pimpinan KPK. Karena saya rasa ini sudah keterlaluan, Presiden seakan dipermalukan di seluruh masyarakat,” kata Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana dalam diskusi virtual, Rabu. 

Tes lazim untuk ASN

UU Nomor 19 tahun 2019 tentang KPK maupun aturan turunan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tidak menyebutkan adanya klausul perihal tes tersebut. 

Kendati begitu, Moeldoko menekankan bahwa tes wawasan kebangsaan lazim dilakukan oleh seluruh calon aparatur negara di semua institusi pemerintahan, sehingga bukan skenario untuk melemahkan KPK. 

Belum diketahui apakah 51 pegawai yang akan diberhentikan itu termasuk Novel Baswedan, yang juga dinyatakan tidak lulus tes wawasan kebangsaan meski memiliki reputasi sebagai investigator yang mumpuni dan memiliki integritas.

Selain Novel, ada enam kepala satuan tugas penyidik yang juga dinyatakan tidak lolos tes. 

Mereka di antaranya tengah menangani kasus Bank Century, korupsi e-KTP, kasus mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, pengaturan perkara yang menjerat mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi Abdurrachman, hingga kasus rekening gendut Budi Gunawan, yang sekarang menjabat kepala Badan Intelijen Negara.

‘Tahap akhir pelemahan KPK’

Novel Baswedan menilai keputusan petinggi KPK untuk memecat 51 pegawai hanya membuktikan bahwa TWK hanya dalih yang dipakai untuk menyingkirkan orang-orang yang memiliki komitmen tinggi dalam memberantas korupsi. 

"Adanya perubahan dari 75 menjadi 51, jelas menggambarkan bahwa TWK benar hanya sebagai alat untuk penyingkiran pegawai KPK tertentu yang telah ditarget sebelumnya,” kata Novel dalam keterangan tertulis, Rabu. 

“Ini sudah diduga, dan makin tampak by design. Ini tahap akhir pelemahan KPK, maka harapan masyarakat harus diperjuangkan hingga tahap akhir yang bisa dilakukan," kata Novel.

Dalam proses pengalihan status, KPK menggelar TWK bagi lebih dari 1.300 pegawai sejak awal tahun. 

Sejumlah pegawai KPK yang mengikuti tes mengaku kepada media mereka mendapat pertanyaan yang tidak senonoh seperti gaya berpacaran, rencana menikah, pendapat tentang LGBTQ, hingga kesediaan melepas jilbab bagi pegawai Muslim perempuan.

Indikator negatif

Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana dalam keterangan pers Selasa menjelaskan 51 pegawai KPK yang dipecat memiliki hasil penilaian negatif atas tiga indikator penting, yakni Pancasila dan UUD 1945, seluruh turunan aturan perundangan NKRI dan pemerintahan yang sah. 

“Total indikator ada 22. Nah, untuk aspek PUNP (Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Pemerintahan) itu harga mati, jadi tidak bisa dilakukan penyesuaian. Kalau aspek kepribadian dan pengaruhnya terindikasi negatif, masih bisa dilakukan proses melalui diklat,” kata Haria. 

“Jadi dari 75 orang itu, 51 orang menyangkut aspek PUNP yang tiga-tiganya negatif,” lanjutnya. 

Sementara untuk 24 lainnya, lanjut Haria, masih bisa dibina kembali melalui pendidikan dan pelatihan bela negara dan wawasan kebangsaan, meski tidak sepenuhnya memberi jaminan mereka akan lolos menjadi ASN di tes selanjutnya. 

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menambahkan, sebelum mengikuti pendidikan, ke-24 pegawai akan diwajibkan untuk menandatangani surat perjanjian yang berisi kesediaan mengikuti pelatihan dan menerima konsekuensi apabila tidak lolos ujian kembali. 

“Yang 51 tentu karena sudah tidak bisa dilakukan pembinaan berdasarkan penilaian asesor, tentu tidak bisa bergabung lagi dengan KPK,” kata Alex.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.